Aku berangkat kerja, berjibaku dengan kemacetan. Berkeringat di tengah keramaian stasiun kota. Aku diantara jutaan pekerja pencari nafkah, rata rata kepala keluarga yang mengadu nasib di sudut ibukota. Sejak subuh terlihat ratusan laki laki dengan kemeja dan celana bahan berlarian menembus gerbong -- gerbong kereta listrik arah Jakarta. Mereka seolah tidak mengenal lelah demi mengumpulkan pundi pundi berkah untuk dibawa pulang kerumah. Berdiri terantuk besi, bergelantungan seraya tangan memeluk tas didepan dada.
Di sisi lain, setelah sholat subuh, Pak Adi berangkat lebih dahulu menggunakan motor. Kulihat di depan teras rumah, dimulainya memakai sarung tangan. Memasukkan jari jari keriput kedalam sarung tangan usang. Tangan kanannya mengambil masker dan mengikatnya di belakang kepala sambil melihat mesin motor yang sudah menyala. Sang istri sengaja tidak membawakannya bekal, hanya sebotol air minum untuk membatalkan puasa jika tak kunjung sampai rumah. Karena Pak Adi sudah berjanji, sore ini tidak akan telat pulang seperti hari sebelumnya. Pak Adi berpamitan sambil mencium kening istri.
Kami menempuh jarak dan jalur yang berbeda, namun kami berada dalam ruangan kerja bersama. Kami terbiasa memulai mengisi daftar hadir, dan apel pagi. Pak Adi ini rajin sekali datang lebih awal agar sempat sholat dhuha di sudut ruang kerja. Aku yang baru saja datang sering berpapasan beliau keluar dari kamar mandi, dengan bekas wudhu yang masih menetes dari ujung rambut poninya.Setelahnya, kami memulai aktivitas, langsung bekerja. Kami mengerjakan dokumen dokumen tempo hari. Diselingi canda tawa dengan Mbak Rani di bilik sebelah. Tugas dan setumpuk deadline sudah menanti di depan mata. Siang ini, kami janjian untuk sholat dhuhur di masjid kantor. Disana khusus bulan Ramadhan, ada kuliah singkat ba'da dhuhur. Pak Adi lagi lagi, sudah berada di shaff terdepan. Menyimak kajian keutamaan bulan Ramadhan, dan sunnah sunnah selama bulan Ramadhan.
Ketika waktu menunjukkan pukul 13.15. Saya beranjak terlebih dahulu dan kembali bekerja. Pekerjaan yang sama masih biasa kami lakukan hingga setelah sholat ashar. Kantor mengurangi jam kerja karyawannya di bulan puasa. Kami bisa pulang lebih awal untuk bersantap buka bersama keluarga. Namun sejak tadi siang aku tidak melihat Pak Adi kembali ke ruangan. Mungkin Pak Adi masih ada urusan lain, atau ada tugas khusus dari atasan. Biasanya Pak Adi pun sering keluar bekerja di lapangan. Pukul 16.00 aku segera pulang bergegas mengejar kereta menuju arah pulang. Alhamdulillah sampai di rumah pukul 17.30. Istri pak Adi menyapaku dan menanyakan Pak Adi. Aku menjawabnya tidak tahu, mungkin saja masih ada tugas dari atasan. Begitu selesai, aku langsung masuk ke rumah, sambil istri pak Adi membalas ucapan terima kasih. Alhamdulilah aku masih sempat membantu sang istri menyiapkan keperluan berbuka puasa.
Setelah melepas baju dan membersihkan diri untuk bersiap ke masjid. Aku sempatkan menyalakan televisi. Di depan layar kaca, akhir akhir ini marak sekali tindakan kriminalitas. Namun, tidak lama kemudian aku terhenyak. Dadaku sesak, tidak terasa air mata mengalir. Segera aku memanggil istriku untuk pergi kerumah Pak Adi. Pak Adi yang sedari siang tidak terlihat kembali ke kantor. Ternyata tewas diserang kawanan penjahat saat akan masuk ke kantor seusai sholat dhuhur. Lagi lagi tindakan itu, mengenai salah satu dari kawan kami.
Pak Adi, menjadi korban kehilangan, yang juga kerabat. Hilang sudah nikmat berbuka, nikmat kebersamaan bersama kerabat. Tidak masalah apa yang kita makan, selama senyum dan kasih sayang keluarga masih terasa kuat. Istri pak Adi, menangis hebat. Berteriak, mengelu sedih di pundak kerabat. Bahwa sosok ayah hebat, kini pulang tinggal jasad. Kami dan tetangga lain berkunjung untuk melayat. Pak Adi rekan kami, kini telah wafat, insyaallah dalam keadaan khusnul khotimah, sedihnya kami, bahwa pertemuan terakhir itu ada setelah sholat. Kami bersyukur masih diberi olehNya kesempatan berbuka. Mensyukuri detik demi detik nikmat. Banyak di luar sana melalaikan hal ini. Kami berdoa agar orang orang seperti Adi menerima pahala besar dan diampuni dosanya selama hayat, sembari berdoa agar semua penegak hukum di negeri ini, masih bisa merasakan nikmatnya berbuka bersama kerabat.
Semoga tulisan ini, menjadi pengingat bahwa ada orang orang tersayang yang dinanti berbuka untuk berbagi nikmat. Mari kita jaga kerukunan dan kedamaian di bulan yang penuh rahmat, panjatkan doa selalu sehat terutama untuk Polisi Republik Indonesia yang hebat dan semua penjaga NKRI agar tetap berdaulat. Mengenang para korban jemaat dan polisi dalam sepekan ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H