Agak susah memang mempertahankan status 'swing voter' di pilpres 2014 ini, karena banyaknya 'godaan' dari masing-masing (pendukung) capres yang ada. Tapi setelah kejadian pilpres sebelumnya dimana kekecewaan memilih capres bisa berlanjut sampai 10 tahun gara-gara faktor emosional dan rekayasa media, saya tetap bertekad untuk menjadi 'swing voter' dan netral sebisa mungkin, sampai tiba pemilihan nanti.
Tulisan saya ini cuma curhat independen saya sendiri, sehingga bila nanti ada 'swing voters' Â yang merasa tidak terwakili ya harap maklum karena saya bukan wakil mereka. Saya 'swing voter' bukan 'swing voters'.
Saya adalah seorang manajer yang cukup senior di sebuah perusahaan swasta nasional. Sebelumnya saya aktivis pers mahasiswa di dua PTN terkemuka dan turut menjadi penggembira pada gerakan reformasi pra 12 Mei 1998, yang akhirnya saya tinggalkan setelah Suharto lengser, karena terlalu hingar-bingar.
Ok, langsung saja ke 'godaan' yang saya rasakan sebagai 'swing voter', yang lebih banyak saya dapatkan lewat sosial media dan media online. Godaan ini lebih ke faktor pendukung, ulasan media, model kampanye, dan medianya. Malah visi-misi, latar belakang dan faktor personal capresnya sendiri kurang menggoda bagi saya.
I. Pendukung
Karena yang bisa berhubungan dengan saya secara langsung adalah pendukung masing-masing capres, maka perilaku dan model kampanye yang saya terima menjadi godaan besar yang ada.
A. Teman/kerabat.
Seringkali teman menjadi referensi yang menggugah rasa ingin tahu, kenapa si A milih ini dan si B milih itu. Karena orang yang dekat/sering berinteraksi kita lebih tahu pandangan dan ideologinya. Maka kampanye dari orang yang kita kenal (terutama yang dekat) lebih mengena.
B. Tokoh/Public Figure
Beberapa tokoh yang menjadi sumber kekaguman seringkali menggoda saya. Agaknya saya bisa tergoda, terseret model argumentum varacundiam, jika tidak ingat bahwa itu salah satu jenis kesesatan logika.