Mata ku mulai terasa pedas saat aku masih berhadapan dengan layar LCD berukuran 19' selama sekitar 3 jam. Kemudian aku rebahkan sedikit punggungku untuk bersandar dikursi, sambil memandangi sekitar ruangan yang sudah sangat biasa ku pandangi. Mataku pun tertuju pada kalender yang terpasang didinding yang berjarak sekitar 2 meter dari meja ku. Aku pun mulai menyadari bahwa sekarang tanggal 17 februari dan tepat hari jumat, aku pun teringat bahwa nanti jam 12 harus siap-siap untuk sholat jum'at. Tanpa terasa Jarum di jam sudah menunjukan pukul 11.30, perut ku pun mulai terasa lapar, kemudian aku bergegas untuk pergi ke warung makan diseberang jalan. Aku pun duduk di kursi yang masih legang, kondisi warung pun masih sepi, karena memang belum waktunya untuk makan siang. "Biasa ya buk ", pinta ku pada ibu pemilik warung. "iya mas" jawab ibu pemilik warung. Tanpa menunggu lama, ibu pemilik warung pun langsung membawakan pesanan ku, yang sudah biasa aku makan diwarung itu, yaitu sepiring nasi yang dilengkapi dengan semur telur ceplok serta gereh tepung, sembari bertanya "minumnya apa mas?" "Teh hangat aja buk" jawab ku. Langsung saja aku makan makanan yang tersaji didepan ku, tak lama berselang si ibu kembali datang dengan membawa satu gelas teh hangat untuk ku. Selepas makan, adzan pun berkumandang. Setelah membayar makanan, aku langsung bergegas pergi menuju masjid yang jaraknya hanya skitar 100 meter dari tempat ku berkerja. Sepanjang jalan yang ku lalui semua terasa biasa, tak ada yang istimewa. Setelah 1 menit berjalan kaki, akhirnya aku sampai di masjid. Dengan segera aku melipat celana panjang ku, dan menuju ketempat wudhu untuk berwudhu. Air wudhu benar-benar mampu menyegarkan pikiran ku yang masih sesak dengan masalah kerjaan yang rumit. Selesai wudhu, aku pun mulai mencari tempat duduk untuk mendengarkan khutbah (ceramah) yang disampaikan oleh khotib (penceramah). Saat itu tema khutbah adalah tentang kematian, sebenarnya tema tersebut sangat baik untuk mengingatkan orang tentang mati, agar kita semua tidak menyia-nyiakan hidup kita. Namun baru 5 menit khutbah berlangsung mata ku pun serasa berat untuk dibuka, semilir kipas angin pun semakin membuat mata ku ingin terpejam. Tak terasa aku pun tertunduk dan sesaat lepas dari kesadaran, namun tak berselang lama, aku pun kembali bangun, dan hal itu terulang berkali-kali sehingga aku tidak maksimal dalam mendengarkan khutbah yang berlangsung selama 30 menit. Selesai khutbah, sholat pun dimulai, dan rasa kantukku mulai hilang. Prosesi sholat pun membuat hati ku semakin tenang, dan lebih semangat untuk kembali berkerja. Selepas sholat jum'at, aku pun kembali ke kantor, melewati jalan yang sama yang ku lalui tadi. 10 meter aku berjalan, tiba-tiba langkah ku pun dihentikan oleh kerumunan orang yang berkumpul di sebuah rumah. Aku mencoba mendekat, untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Hati ku pun mulai tergetar saat aku melihat seseorang membawa bendera kuning dan memasangnya didepan rumah. "Apakah ada yang meninggal?" Tanya hati ku. Aku pun mencoba memandang dari kejauhan, oh, betapa mirisnya hati ku melihat, ibu-ibu menangis dengan haru, seperti kehilangan sesuatu yang berharga, dan aku pun mulai yakin bahwa ada orang yang baru saja meninggal dunia. Hening pun mulai menyeruak, aku begitu terkejut, pikiran ku mulai tak teratur, 45 menit yang lalu aku melewati rumah itu dan tidak terjadi hal apapun namun saat ini rumah yang tenang itu menjadi ramai dengan tangisan. Oh, aku mulai tersadar, bahwa kematian bisa menjemput kapan saja, betapa bodohnya aku saat aku menyepelekan sebuah ceramah tentang kematian yang sangat berguna untuk ku, dengan rasa kantuk yang sesungguhnya masih mampu aku tahan. Sesampai dikantor, aku pun duduk dengan lemas, aku membayangkan jika hal itu terjadi dirumahku, saat aku terbujur kaku, lidah ku pun kelu, dan tubuh ku membeku, apa yang bisa aku lakukan? bisakah aku tertawa? Bisakah aku bercanda dengan teman-teman lagi?, bisakah aku bersenang-senang?, sementara sampai saat ini pun hidupku masih dipenuhi keburukkan, dan jauh dari kebaikan yang diinginkan Tuhan. Tuhan mendobrak hati ku kali ini, bukan hanya mengetuk, apakah saat aku sudah mati, aku bisa melakukan perintahNya, dan memohon ampunan atas dosa-dosa yang ku perbuat?. Sangat sedikit hal baik yang ku lakukan, apakah itu bisa membantu ku nanti untuk masuk ke dalam surga yang dijanjikanNya? Setelah beberapa menit medikte hati ku, aku pun mulai untuk menenangkan diri, kemudian aku bersyukur "Terimakasih Tuhan, Engkau masih memberiku kesempatan untuk hidup, dan mengisi hidupku dengan kebaikan yang Engkau perintahkan". Dan akupun melanjutkan rasa syukurku dengan doa "Tuhan, ampunilah segala kesalahan ku, ingatkan lah aku selalu, dan tetapkanlah keteguhan iman di hati ku, berikanlah aku cahaya untuk berjalan di JalanMu, dan berikanlah aku kekuatan untuk tetap selalu setia pada kebaikan. Segala puji bagi engkau sang Maha menetapkan hati. Amien" --- Kematian adalah rahasia ilahi, kita tak pernah tahu kapan kita mati, mungkin nanti, besok, lusa, bulan depan, atau kapanpun kita tak pernah tahu. Apalah arti hidup kita jika saat mati nanti tak ada hal baik yang kita lakukan semasa hidup. Kesempatan selalu ada, dan kita belum terlambat. Mari kita isi hidup kita yang hanya sesaat ini dengan hal-hal yang baik, hal-hal yang sesuai dengan apa yang diperintahkanNya, dan hal-hal yang mampu memberikan manfaat bagi diri kita sendiri maupun orang lain. semarang, 18 februari 2012 22.54 WIB Rizal B Kurniawan Link :Â http://rizalbkurniawan.blogspot.com/2012/02/bendera-kuning-itu_241.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H