Mohon tunggu...
M Rizal Lubis
M Rizal Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - Sosial Media Sehat, Kita Bahagia

Praktisi Sosial Media

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Narasi "Lebay" Ala Media Menyikapi Postingan Sosial Media Edy Rahmayadi

24 Januari 2020   15:10 Diperbarui: 24 Januari 2020   15:06 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa adanya, memang begitulah karakter Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, ngomongnya rada ceplas-ceplos, kalau bahasa anak gaulnya "to the point" atau istilah anak Medannya "cakap langsung", kalau benar-benar orang Medan, pasti paham benar karakter pak Gubsu yang seperti ini. Hal itulah yang mungkin tergambar saat melihat beberapa postingan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, di sosial media pribadinya, terlebih lagi mantan Pangkostrad ini sudah mulai rajin update di sosial media pribadinya, mulai dari Instagram, Facebook dan Twitter.

Tapi biasalah, makin tinggi popularitas, anginnya pun makin kencang. Edy Rahmayadi kian jadi sorotan, tak terkecuali bagi media-media yang memang butuh "konten". Beberapa kali, Edy Rahmayadi muncul sebagai news maker, ya gara-gara karakter anak Medan-nya itulah, ngomong langsung apa adanya. Kita anak Medan tidak biasa cakap di belakang, begitulah kalau kalian biasa berkawan sama anak Medan, dan karakter seperti itu mungkin cukup awam di mata beberapa orang yang tidak mengenal karakter asli orang Sumatera Utara.

Contohnya seperti kejadian baru-baru ini saat Gubsu memposting video melambaikan tangan saat hendak berangkat kerja ke kantor dari kediamannya di Jl. Karya Wisata, Medan. Dalam video berdurasi singkat tersebut, tampak Gubsu melambaikan tangan ke beberapa tetangganya melalui jendela mobil. Mungkin, karena videonya terlalu singkat, tetangga-tetangganya seperti terkesan "tak acuh" dengan lambaian tersebut. Bagi kita yang menilai hanya dari video saja, pasti beranggapan begitu, karena memang kita tidak di lokasi.

Dokpri
Dokpri

Dalam dunia jurnalistik, kita mengenal yang namanya proses konfirmasi dan cover both side, yaitu mengecek kembali kebenaran di lokasi kejadian dan mengambil sumber/data kebenaran dari dua sisi. Sayangnya, media bahkan yang sekelas nasional pun mengabaikan aspek ini, ibarat netizen, media sudah membuat kesimpulan sendiri hanya bermodalkan video dan komentar netizen yang sebagian besar tidak berada di lokasi. Sebagai wartawan yang baik, seharusnya harus datang langsung dong ke Jl. Karya Wisata, tanyai beberapa tetangga Gubsu mengenai kebiasaannya menyapa masyarakat, apakah mereka acuh atau malah antusias? Itu yang dinamakan konfirmasi. Lalu, konfirmasi juga ke pihak Gubsu atau pihak Pemprovsu terkait video tersebut. Itulah yang disebut cover both side. Masa gitu aja mesti diajarin?

Intinya, sebagai media pemberitaan, jalankanlah fungsi sebagaimana idealnya sebuah media, terlebih lagi itu media nasional yang katanya kredibel. Bersamaan dengan ini juga penulis memberikan kritik kepada Dewan Pers yang kurang memberikan pengawasan pada pemberitaan-pemberitaan seperti ini. Padahal, aturan dan rules dalam pemberitaan sudah jelas! Ada UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik! Sebagai lembaga kehormatan pers, pengawasan itu penting dilakukan, agar masyarakat juga diberikan pemberitaan yang cerdas, objektif dan tidak terkesan berat sebelah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun