Mohon tunggu...
rizal taufik
rizal taufik Mohon Tunggu... -

penulis dan pengamat politik (politik timur tengah). lulus dari FISIP UNJANI tahun 2012. menulis adalah komunikasi terbaiku.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Korupsi dan Pejabat Bagaikan Api dan Asap

26 September 2014   21:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:23 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi di indonesia sudah bagaikan jamur dimusim hujan, saking banyaknya kasus korupsi sampai-sampai penulis pun sudah tidak hafal lagi satu-persatu siapa orang yang sedang tersangkut kasus korupsi. Berita korupsi  di indonesia sudah seperti berita gosip yang tiap hari muncul di tv, saking ramenya KPK juga tak ubahnya seperti sinetron stripping yang selalu kejar tayang dalam mengungkap kasus sampai-sampai mendapat reting tinggi. Mungkin apabila berita korupsi itu diibaratkan suatu makanan, maka makanan itu sudah tak menggugah selera lagi, karena tipa hari disuguhi makanan yang sama tanpa ada variasi makanan yang lain.

Korupsi sudah bukan barang baru di Indonesia, dari sejak penjajahan Belanda sampai era Reformasi sekarang korupsi sulit dihilangkan, malah ada kecenderungan korupsi semakin meningkat. Ada ungkapan bahwa jaman dulu  korupsi itu terkonsentrasi pada Pemerintah pusat, tetapi setelah jaman Reformasi dan sistem desentralisasi sekarang ini bukaya korupsi hilang malah ikut juga dilimpahkan kepada Pemerintah daerah setempat. Kita bisa liat begitu banyaknya pejabat-pejabat daerah yang terseret kasus korupsi, baik dilakukan oleh kepala daerah maupun yang dilakukan oleh anggota DPRD.

Korupsi oleh pejabat bukan dipandang lagi sebagai suatu pelanggaran yang mesti dihindari, bukan juga kejahatan yang mesti ditiadakan. Malah korupsi sudah menjadi identitas diri bagi mereka, melekat erat sampai-sampai susah diangkat. Para pejabat sudah tak mempedulikan lagi nasib rakyatnya yang melarat, yang peting mereka dapat keuntungan hasil duduk dikursi pejabat.

Kemarin sore rabu (24/9/2014) berita yang masih hangat, dimana Anas Urbaningrum divonis bersalah atas beberapa kasus korupsi yang dilakukanya. Tak sampai disitu para pejabat lain pun berjajar rapi sambil harap-harap cemas menunggu giliran untuk divonis bersalah, salah satunya mantan Menteri Agama Suryadharma Ali yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi dana haji.

Ketika berbicara masalah korupsi yang dilakukan oleh para pejabat, tentu dibalik itu semua ada masalah-masalah yang patut kita perhatikan, dan sekaligus alasan-alasan kenapa korupsi susah dihilangkan. Berikut penjelasannya:

1.Budaya Korupsi. Coba kita perhatikan di sekeliling kita, dimana korupsi sudah bukan hal yang aneh lagi. Sebagai contoh,  seorang pedagang yang suka mengurangi timbangan dagangannya, seorang pembuat kue yang suka menggunakan bahan-bahan yang tidak sehat, atau seorang pekerja yang suka mengurangi jam pekerjaan dan  memanfaatkan posisinya dll. Hal-hal kecil semacam itu justru awal dari munculnya mental-mental koruptor, penulis yakin para koruptor yang ketangkap sekarang ini bukan mereka yang baru melakukan korupsi, pasti sebelum-sebelumnya mereka melakukan tindakan korupsi meskipun dalam ruang lingkup dan jumlah yang kecil. Karena sifat korupsi itu tidak akan tiba-tiba muncul begitu saja, pasti diiringi dengan rangkaian panjang yang mula-mula dari hal-hal kecil.

2.Sistem Politik Berbiaya Mahal. Tentu tidak bisa disanggah lagi bahwa sistem politik liberal yang dijalankan kita ini memakan biaya yang begitu mahal. Hal tersebut terlihat dalam PEMILU, dimana untuk mendapatkan sebuah kursi jabatan baik itu kursi eksekutif maupun kursi legislatif diperlukan dana yang tidak sedikit, uang puluhan milyar bahkan mungkin sampai triliunnan rupiah mereka gelontorkan. Kita ambil contoh, seorang yang ingin duduk sebagai kepala daerah dia harus mempersiapkan kurang lebih 20 milyar untuk membiayai seluruh proses kampanye, uang sebesar itu sebagaian besar digunakan untuk menunjang sosialisasi (iklan) baik itu untuk membuat baliho, pamflet, poster, stiker, kaos, bendera, acara hiburan, biaya serangan fajar, bantuan-bantuan kepada masyarakat dll. Semua itu belum termasuk sewa parpol, membayar para loyalis dan timsukses dll.

Biasanya dana sebesar itu diperoleh mereka dari hasil menjual rumah, menggadekan akta tanah, menjual mobil, minjam ke bank dll. Coba kita berfikir sejenak apabila seseorang yang sudah mengorbankan sebagain besar hartanya terus dia menjabat apa yang akan dilakukan, pastikan hal pertama yang ia lakukan adalah bagaimana caranya semua modal yang sudah keluarkan itu bisa kembali dan dapat melunasi semua utang. Ada angapan masa jabatan 5 tahun itu dijadikan oleh mereka menjadi tiga fase, dimana 2 tahun pertama sibuk untuk mengembalikan modal, 1 tahun berikutnya dihabiskan untuk mencari lebihnya dan 2 tahun terakhir dihabiskan mencari modal untuk persiapan pencalonan berikutnya. Jadi 5 tahun masa jabatan itu mereka habiskan untuk memikirkan diri sendiri tanpa memperdulikan rakyat. Hal tersebut bisa kita buktikan dengan banyaknya para kepala daerah dan para anggota dewan yang ketika lengser menjabat langsung digiring ke persidangan.

3.Lemahnya Penegakan Hukum. Penegakan hukum dalam memberantas korupsi merupakan hal yang paling utama, dimana ketiadaan hukuman yang jelas dan tegas mengakibatkan masih suburnya kasus korupsi. Banyak kasus yang yang menunjukan lemahnya penegakan hukum kepada para koruptor, sebagai contoh dimana koruptor yang sudah merampok uang rakyat diberikan hukuman yang rendah belum lagi mereka mendapat potongan masa tahanan dan potongan remisi, bisa dibayangkan tak lebih dari 5 tahun mereka sudah dapat menghirup udara bebas. Ditambah begitu tak adilnya perlakuan yang mereka terima selama di penjara, sudah bukan rahasia umum lagi bahwa penjara yang mereka tempati itu dilengkapi berbagai fasilitas yang nyaman, kita masih ingat terbongkarnya penjara mewah Artalyta Suryani yang tak ubahnya seperti hotel.

Perlu juga kita ketahui para koruptor yang ketangkap sekarang itu merupakan orang-orang yang sedang sial, karena masih banyak para koruptor yang tidak tersentuh hukum dan masih bisa berkeliaran merampok uang rakyat. Para koruptor yang ketangkap itu apabila diibaratkan seperti layaknya gunung es yang berada di kutub utara dimana yang keliatan itu hanya bagian kecil dan begian terbesarnya malah tersembunyi di bawah lautan.

4.Orientasi Kepada Kekayaan/Keuntungan. Ada pola pikir yang salah di masyarakat kita, dimana posisi jabatan publik itu dijadikan sebagai pekerjaan dan ladang mencari uang. Kita seharusnya bisa membedakan antara pekerjaan yang orientasinya pada pendapatan dengan jabatan publik yang orientasinya pada pengabdian.

Seperti seorang pedagang, dimana pada hakikatnya pedagang itu mencari keuntungan dan sah ia lakukan meskipun tetap harus memperhatikan etika berdagang, karena pedagang itu masuk pada pekerjaan yang orientasinya pada pendapatan. Tetapi tidak lazim bagi seorang pejabat negara mencari keuntungan dalam jabatanya, karena posisi jabatan itu orientasinya pada pengabdian. Sehingga salah apabila ada orang yang ingin menjabat sebagai pejabat negara atau pegawai negara tapi dalam benaknya terdapat polapikir pedagang yang berorientasi pada keuntungan.

Itulah sebagain alasan kenapa korupsi di negeri ini masih merajalela, bisa saja kita beranggapan korupsi di negeri ini mustahil untuk diberantas karena sudah mendarah daging dan dianggap lazim oleh sebagaian masyarakat. Tapi yang harus diingat bahwa cara-cara yang kita lakukan selama ini untuk memberantas koruspsi belumlah maksimal, karena korupsi yang masuk pada Extra Ordinary Crime (kejahatan tingkat tinggi) harus diimbagi juga dengan penegakan hukum yang  ekstra, dalam arti bukan hukuman biasa. Seperti dalam hukum islam apabila seseorang terbukti mencuri dan memenuhi syarat maka orang tersebut wajib dipotong tanganya, perlakukan yang ekstra kepada para koruptor seperti itu akan membuat mereka jera dan akan menjadi pembelajaran kepada orang lain sehingga tidak melakukan hal yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun