Mohon tunggu...
Rizal Maulana
Rizal Maulana Mohon Tunggu... Lainnya - Pemimpi dari sudut desa

"Jangan melihat dirimu lewat mata orang lain"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dan Pesimisme Tingkat Dewa, lalu Apa?

23 Januari 2014   14:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak sampai seratus hari lagi kita sebagai bangsa yang besar dan majemuk akan mengahadapi pemilu legislatif, begitu sibuk dan riuhnya berbagai stakeholder untuk mempersiapkan itu semua. Mulai dari penyelenggara sampai peserta Pemilu terutama partai politik. Berbagai trik dan intrik bisa kita saksikan dilayar telivisi dan media massa lainnya. Tentunya sudah begitu banyak uang yang digelontorkan untuk penyelenggaraannya dan pastinya lebih banyak lagi yang dibutuhkan oleh peserta pemilu untuk memenangkannya.

Namun disisi lain kita juga melihat tingkat pesimisme yang cukup tinggi dari masyarakat khususnya dikalangan kaum muda. Untuk mengetahui ini mungkin tidak perlu melalui survey lembaga-lembaga terkenal yang akan harus mengeluarkan dana yang cukup besar, dan hasilnyapun bisa bertolak belakang antara satu lembaga survey dengan yang lainnya. Cukup dengan obrolan-obrolan ringan atau melihat bagaimana pandangan mereka terhadap politik dimedia social yang umum seperti facebook atau twitter. Terlihat sekali dari pandangan mereka bahwa politik adalah sosok jahat dan menyeramkan dan tidak perlu didekati, politik seperti kanibal yang memakan bangsanya sendiri, ia begitu kejam siap membunuh siapa saja, politik itu serakah melahap apa saja yang bisa dilahapnya.

Hal ini tidak bisa kita pungkiri sebagai akibat dari perilaku para politisi itu sendiri, akhir-akhir ini kita memang disuguhkan dengan tontonan tentang serial-serial tentang korupsiserta perilaku-perilaku buruk politisi. Hal ini diberitakan oleh media berulang-ulang kali dari pagi sampai malam sampai siang lagi. Disatu sisi hal ini sangat baik sebagai bentuk kritik agar bangsa ini menjadi lebih baik, disatu sisi lain hal ini seperti peluru oleh partai yang lain untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan menggunakan media massa untuk memuntahkan peluru tersebut. Namun tentunya bagi kita sebagai kaum muda itu semua berdampak terhadap pergeseran makna politik itu kelembah suram yang menjijikan.

Tetapi pertanyaannya adalah apakah dengan kondisi ini kita sebagai kaum muda harus menjauh, tidak peduli atau kita serahkan saja kepada partai politik?

Jawabannya tentu tidak, kaum muda harus mengambil perannya semaksimal mungkin untuk perubahan bangsa kedepannya. Memang belum ada cara lain untuk melakukan pergantian pemimpin yang lebih ideal sejauh ini selain dengan cara demokrasi, yang penerapannya secara lansung melibatkan seluruh rakyat adalah Pemilu. Bukankah wakil-wakil rakyat hari ini dan pemimpin hari ini adalah produk pilihan pada Pemilu yang lalu. Banyaknya kebobrokan yang kita saksikan adalah hasil pilihan masyarakat secara mayoritas. Kaum muda harus lebih cerdas dari politisi, kaum muda harus bisa melihat mana yang pantas dan tidak pantas, mana yang bisa berkomitmen dan mana yang hanya bisa berjanji. Kaum muda harus harus Tampil kedepan ikut mencerdaskan masyarakat disekitarnya jangan sampai nantinya nasib bangsa ini tergadaikan lagi hanya karena uang lima puluh atau seratus ribu, satu paket sembako atau sebuah kaos tipis milik partai tertentu dan bantuan-bantuan bersyarat lainnya.

Hidup Kaum Muda.. Ayo Beraksi!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun