Mohon tunggu...
Rizal Hasan
Rizal Hasan Mohon Tunggu... -

Kalau INGIN DIKENAL DUNIA, MENULISLAH! Salam kenal untuk semua. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Klaim Pancasilais, SBY-Mega Gombal

3 Juni 2011   04:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:55 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah dagelan dengan akting tingkat tinggi dipertontonkan dua tokoh penting di negara Republik Indonesia ini. Pemain utamanya Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tontonan sandiwara yang mereka pertontokan sama sekali tak mendidik, malah mengajari rakyat Indonesia untuk memelihara dendam dan permusuhan.

Tak ada yang istimewa saat Presiden ke-3 BJ Habibie naik ke podium. Rakyat disuguhi gaya dan ekspresi meledak-ledak sang profesor saat menyampaikan idenya soal Pancacila.Tapi lain saat putri proklamator Bung Karno mendapat giliran. Usai pidato panjang lebar, masyarakat ingin menyaksikan jiwa besar istri Taufik Kiemas itu mengubur dendamnya kepada SBY.

Ternyata, Mega tetaplah Mega, seorang perempuan, mantan presiden yang hobi memelihara dendam dan permusuhan. Jangankan bersalaman, menoleh ke SBY saja tidak ia lakukan.Katanya ngakuseorang Pancasilais.

Harapan pun berpindah ke sang bapak Presiden. Dengan mengusung etika politik santun,banyak yang berharap SBY dengan kerendahan hati akan menunjukkan jiwa besarnya mendatangi Megawati. Tapi setali tiga uang.SBY juga seorang yang punya gengsi tinggi dan malu untuk merendahkan diri nya di depan publik. “Lha wong saya ini presiden kok,” mungkin itu yang ada di benak SBY, yang langsung turun dari podium dengan wajah menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke Megawati.

"Berbicara tentang Pancasila, kita berbicara tentang Bung Karno. Bukan karena beliau bapak saya, tapi justru sebagai penggali Pancasila sekaligus proklamator bangsa. Karena itulah dengan penuh segala kerendahan hati saya ingin mengajak tiap warga bangsa pemimpin bangsa mengkontemplasikan rentang panjang benang merah melalui pemikiran Bung Karno," tutur Mega dalam pidatonya.

"Pancasila tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dengan Bung Karno. Untuk menghindarkan bangsa ini dari cara berpikir instan, seolah-olah Pancasila sebagai produk sekali jadi yang jauh dari proses dialektika sejarah panjang masyarakat Indonesia," jelas Mega.

Dari dulu, yang namanya ngomong doang itu memang jauh lebih mudah ketimbang melakukan. Bagaimana bangsa Indonesia ini bisa diajak bersatu kalau mental pemimpin bangsa kita seperti itu. Sebuah negara yang memiliki banyak suku, bahasa dan budaya memiliki pemimpin yang gemar memelihara dan menyuburkan dendam serta permusuhan.

Ironisnya, baik Mega dan SBY sama-sama mengklaim sebagai Pancasilais. Tapi prakteknya GOMBAL!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun