Catatan untuk Indonesia
Rizal Habibunnajar (Peserta Latsar CPNS Mahkamah Agung Golongan III, Angkatan III, Kelompok IV tahun 2022)
Menjadi Aparatur Sipil Negara merupakan hal yang diidamkan banyak orang, hal itu didukung dari Data yang dirilis Badan Kepegawaian Negara yang menyatakan bahwa pendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2021 mencapai 4,5 juta pendaftar. Banyak alasan yang melatarbelakangi orang-orang untuk menjadi PNS, seperti mendapat kepastian gaji setiap bulan, adanya kenaikan gaji setiap tahun, mendapat berbagai macam tunjangan, dan juga mendapat tunjangan pensiun.
Asalan-alasan tersebut sangat logis untuk diterima, sehingga memancing banyak masyarakat untuk berlomba-lomba menjadi PNS, termasuk saya. Saya sendiri merupakan salah satu dari jutaan orang yang mendaftar CPNS pada tahun 20221, pada saat itu saya mendaftar di formasi Analis Perkara Peradilan pada Instansi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Setelah melewati rangkaian proses seleksi, akhirnya bisa lulus sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Dalam perjalanan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, saya diajarkan perihal Nilai Dasar Aparatur Sipil Negara yakni BERAKHLAK. BERAKHLAK sendiri merupakan akronim dari Berorientasi pada pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaftif, dan Kolaboratif. Nilai Dasar tersebut sangat penting dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil Negara (ASN), karena jika dilihat dari setiap poin nilai dasar tersebut terdapat hal-hal yang harus dilakukan sebagai ASN.
Salah satu contoh Nilai Dasar ASN yang harus ditanamkan dalam setiap ASN adalah Akuntabel. Akuntabel sendiri adalah sebuah istilah yang sering kita dengar dalam konteks pengelolaan suatu lembaga, pemerintahan, atau perusahaan. Hal ini berkaitan dengan transparansi kinerja pengurus atau perwakilan dalam mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada para pemangku kepentingan.
Satu dari sekian poin penting akuntabel adalah kejujuran. Mengapa kejujuran merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang ASN, karena dalam menjalankan tugasnya, ASN bekerja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pasti bertemu langsung dengan masyarakat. Jika ASN tidak memiliki kejujuran dalam melaksanakan tugasnya, maka hal tersebut bisa menjadi celah bagi ASN yang korup, karena jika dikaitkan dengan pendapat lord acton bahwa "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely".
Contoh kongkrit ketidak jujuran ASN bisa dilihat dari media-media massa, contoh paling mencengangkan PNS korup adalah kasus yang dilakukan Gayus Tambunan yang merupakan PNS Ditjen Pajak pada waktu itu, ia melakukan Tindakan yang tidak jujur yakni korupsi, sehingga mencoreng nama baik dia, instansi, dan juga Negara.
Hal tersebut rasanya sungguh miris, karena berkat kekuasaan yang dimilikinya, dia melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Tentu saja hal tersebut tidak boleh menjadi preseden buruk bagi ASN-ASN yang akan datang, karena jika ASN yang memiliki jiwa yang korup maka birokrasi di negeri ini akan buruk pula.
Budaya korup harus dihilangkan sejak dini bagi ASN yang baru saja menjabat, penanaman Nilai Dasar ASN perlu terus dilakukan bagi setiap ASN, praktik-praktik seperti pungli, gratifikasi yang bernilai besar maupun yang paling kecil sekalipu harus dihindari. Jika hal tersebut ditanamkan mulai dari awal masuk sebagai CPNS, maka kedepannya diharapkan tidak akan melakukan Tindakan korup pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H