Mohon tunggu...
Rizak Wongso
Rizak Wongso Mohon Tunggu... -

Belajar untuk mencari.....\r\n Mencari untuk belajar......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Hantu Pocong

30 Januari 2012   01:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:18 3829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327887517234039403

Sudah beberapa minggu ini di kampung muncul isu tentang hantu pocong. Hampir setiap hari selalu saja ada laporan warga tentang keberadaan hantu itu. Ada yang cerita karena melihat langsung. Namun ada juga yang hanya mengulang cerita orang yang menjumpai hantu pocong tersebut.

Kata orang yang melihatnya, hantu pocong itu muncul tengah malam. Di balik rerimbunan beringin tua di tengah kuburan perkampungan. Isu pun berkembang. Ada yang bilang hantu pocong itu adalah arwah gentayangan orang yang tewas bunuh diri beberapa minggu yang lalu. Arwahnya gentayangan jadi hantu pocong untuk menagih hutang pada kawan-kawannya.

Namun ada juga yang mengaitkan kemunculan hantu pocong itu dengan kemaksiatan yang kini melanda. Togelmarak lagi di kampung. Banyak yang terjerumus karena tergoda iming-iming keuntungan berlipat ganda jika nomor mereka tembus

“Masak sih kalian tidak percaya hantu?” Kata Si Sanip mengawali pembicaraan di warung Bu Badriyah. Tempat bapak-bapak biasa ngumpul.

“Percaya. Tapi hantu, setan, demit atau apalah namanya kan tidak seperti yang digambarkan di film-film horror. Suka menakut-nakuti manusia. Malah sebaliknya mereka yang takut pada kita” jawab Martono tenang sambil menyeruput kopinya.

“Benar. Dimensi kita dengan dimensi setan kan sudah beda. Dimensi mereka lebih halus. Logikanya kita tidak bisa melihat mereka. Hanya yang jiwanya kosong yang biasanya bisa tampak keberadaan mereka” sela Fajar membenarkan ucapan Martono.

“Sok tahu kamu,Jar. Memang kamu tahu dari siapa?” Kata Sanip tak mau kalah.

“Kan di pengajiannya Ustad Sanusi sering bilang begitu” jawab Fajar tegas.

“ Ah, Ustad Sanusi kan belum pernah melihat hantu pocong dengan mata kepalanya sendiri. Ia hanya menjelaskan dari kitab-kitab yang ia baca saja” Ujar Bang Sanip ngotot.

“Lha apa kamu pernah melihat hantu pocong itu, Nip” Tanya Martono.

“Pastilah”.

“Dimana?”

“Di kuburan”

Martono dan Fajar tertawa tergelak begitu Sanip menyebut kata kuburan. Sanip sendiri tak tahu arti tertawaan kedua rekannya itu. Dibiarkannya keduanya cekikikan meskipun Sanip merasaaneh.

“Ngapain kamu di kuburan malam-malam, Nip?” Tanya Martono saat ketawanya mulai reda.

“Pasti kamu ke Eyang Bimo lagi ya?minta nomer togel?” sambung Fajarsebelum Sanip menjawab pertanyaan pertama.

Sanip hanya tersenyum kecut. Sebenarnya ia malu pada dua sahabatnya itu karena rahasianya terbongkar. Tapi Sanip tak peduli. Toh sebenarnya keduanya juga sudah tahu kebiasaan Sanip yang kedanan togel.

“Ingat, Nip. Kita ke kuburan itu untuk berdoa agar arwah yang mati diampuni. Bukan malah minta-minta. Apalagi minta nomer togel. Itu syirik namanya,” Kata Martono sambil menyeruput sisa kopinya. Diambilnya beberapa ribuan dan diberikannya pada Bu Badriyah.

Malam tambah gelap. Ketiga sahabat berpamitan. Di persimpangan jalan mereka berpisah.

###

Sanip tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya tak tenang. Peristiwa yang baru saja ia alami begitu jelas berkelebat-kelebat di kepalanya.

Setelah berpisah dengan Martono dan Fajar tadi , Sanip tak langsung pulang ke rumah. Masih ada tugas yang harus ia jalankan. Apa lagi kalau bukan ke kuburan Eyang Bimo.

Kuburan itu letaknya di pemakaman umum tak jauh dari tempat tinggal Sanip. Tepatnya di bawah pohon beringin tua yang besar dan rindang. Tak ada yang tahu siapa itu Eyang Bimo. Tapi menurut cerita turun-temurun orang tua bahwa Eyang Bimo adalah sesepuh daerah ini. Dialah yang menyulap daerah ini yang tadinya hutan bambu dan semak belukar menjadi pemukiman.

Sudah sejak lama kuburan tua itu dikunjungi orang. Mereka percaya bahwa kuburan itu adalah kuburan keramat yang bisa memuluskan segala urusan. Mulai urusan hutang piutang, urusan jodoh, penyakit, urusan rejeki atau nomer togel seperti yang dialami Sanip. Banyak yang hajatnya Kabul setelah nyekar ke makam itu.

Saniptahu bahwa yang ia lakukan sebenarnya dosa. Ia sering dengar itu dari ustad-ustad yang sering ceramah agama baik di masjid, mushola atau bahkan di televisi. Minta-minta pada kuburan adalah syirik akbar yang tergolong ke dalam dosa besar. Tapi meskipun tahu bahayanya Sanip masih saja melakukannya.

Iming-iming mendapatkan keuntungan berlipat tak membuat Sanip jera untuk membeli togel. Beberapa dukun pun ia kunjungi agar bisa mendapat nomer jitu. Namun karena jasa mereka yang cukup mahal sementara nomer yang mereka berikan pun belum tentu tembus, akhirnya Sanip pun beralih pada kuburan sesepuh desanya, yaitu Eyang Bimo. Kebetulan Si Sarman tetangganya yang juga seprofesi dengannya pernah tembus nomernya setelah ziarah ke kuburan tua itu.

Tapi tadi malam, ketika Sanip sedang mengadakan ritual di kuburan, tiba-tiba hantu pocong muncul lagi. Ia muncul dari rerimbunan semak-semak yang tak jauh dari tempatnya.

Ini ketiga kalinya hantu itu menakut-nakuti Sanip. Tapi anehnya, hantu pocong itu tak pernah mendekat. Hantu pocong itu hanya berdiri di sudut semak-semak dengan sesekali mengeluarkan suara aneh. Suara yang Sanip begitu tak asing di telingannya.

Meskipun nyalinya telah ciut, Sanip tetap memaksakan diri menyelesaikan ritualnya. Setelah beberapa saat dan dianggapnya cukup Sanip pun buru-buru kabur tanpa memperhatikan hantu pocong yang mengganggunya.

###

Jam masih menunjukkan pukul dua pagi. Tapi diluar suara ribut manusia membuat Sanip bergegas meninggalkan pembaringannya. Tampak Mbah Amat, penjaga masjid, berjalan tergesa-gesa diiringi beberapa orang di belakangnya. Ustad Sanusi berjalan paling akhir dari rombongan.

Bagaikan barisan tentara rombongan itu berjalan menuju masjid.

“Ada yang melihat hantu pocong masuk masjid” seru Joko yang tergabung rombongan ketika Sanip mendekatinya bersisian.

“Tadi Mbah Amat melihat hantu itu ketika akan sholat malam di sana”

Mbah Amat adalah penjaga masjid kampung. Usianya telah senja. Ia diberi tugas Ustad Sanusi untuk mengurusi masjid. Biasanya orang tua itu datang ke masjid sebelum ayam berkokok. Membuka pintu dan jendela masjid; menyapu dan mengisi bak air adalah tugas yang biasa ia lakukan setiap pagi.

Tapi tengah malam tadi orang tua itu terbangun. Matanya tak mau diajak kompromi untuk terpejam kembali. Akhirnya ia putuskan saja untuk lebih awal ke masjid. Sholat malam di sana.

Alangkah kagetnya Mbah Amat ketika ia buka pintu masjid. Di sudut ruang tampak sesosok benda putih sedang terbujur di dekat lemari buku. Meski dalam keremangan cahaya tetapi mata orang tua itu tahu persis benda yang dilihatnya. Adalah hantu pocong yang menjadi isu santer daerahnya akhir-akhir ini. Kuatir akan terjadi apa-apa pada dirinya, lelaki sepuh itu segera memanggil beberapa warga dan melaporkan pada Ustad Sanusi sebagai orang yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi di masjid itu.

Sanip mengikuti rombongan dengan semangat. Keinginan untuk mengungkap misteri hantu pocong membuatnya lupa pada udara malam yang dingin dan menusuk tulang. Apalagi baru beberapa jam lalu hantu itu juga meneror dirinya. Ia ingin tahu kebenaran hantu pocong. Apakahbetulan atau hanya makhluk jadi-jadian.

###

Di pelataran masjid rombongan berhenti. Orang-orang menjadi gaduh. Ustad Sanusi maju ke depan. Dengan sikapnya yang santun ustad muda itu bicara.

“Saudara-saudar harap tenang!.”

Semua diam. Hening.

“Kita disini kan mempunyai tujuan yang sama. Ingin membuktikan kebenaran laporan Mbah Amat. Jadi saya harap kalian jangan bertindak sendiri-sendiri. Tunggu komando dari saya.” Kata Ustad Sanusi dengan tenang.

“Kita cincang saja hantu pocong pembuat resah warga itu,Ustad!” teriak Joko dari tengah kerumunan.

“Betuuuuuull.” Suara yang lain mengiyakan.

Suasana jadi gaduh lagi.

“Tenaaang. Apa kamu bisa dan berani.??” Tanya Ustad Sanusi mengarahkan pandangannya pada Joko.

Joko yang memang asal bicara tadi langsung terdiam. Nyalinya langsung ciut. Benar juga kata Ustad muda itu. Bagaimana cara ia menghadapi makhluk yang beda dimensi dengannya. Tentu tidak akan mudah melawannya seperti melawan bangsa manusia. Salah-salah malah ia bisa jadi korban. Kalau hantu pocong itu adalah bangsa lelembut. Tentu Ustad Sanusi lebih tahu bagaimana cara menghadapinya.

Akhirnya diputuskan mereka akan masuk bersama-sama. Ustad Sanusi berada di depan. Mulutnya komat-kamit sambil memutar tasbih di tangannya.

Dan saatnya telah tiba.

Belum kaki mereka bergerak tiba-tiba pintu masjid terbuka. Sesosok tubuh bersarung kain putih muncul.

“Pooooocccc…………….”

Suara-suara tertahan. Kalimat tak selesai diucapkan demi melihat siapa yang berdiri di hadapan mereka. Martono!.

“Tunggu!”. Teriak Martono sambil mengangkat kedua tangannya agar orang-orang tenang.

“Apa kalian mencari hantu pocong?”Tanya Martono lagi.

“Iya.Kata Mbah Amat ia melihat hantu itu masuk masjid” Seru Sanip dari tengah kerumunan.

“Batalkan saja maksud kalian. Hantu pocong itu tidak ada.” Kata Martono yang disambut kebingungan yang lain.

“Maksud kamu apa, Mar?. Kamu jangan coba-coba menyembunyikan setan itu!.” Sanip gusar pada sahabatnya itu.

Martono diam sejenak. Ditariknya nafas dalam-dalam. Dipandangnya satu-persatu orang yang ada di situ. Pandangannya berhenti pada Ustad Sanusi yang tepat berada di depannya.

“ Maaf Ustad, saya ingat kata-kata ustad agar kita memberantas kemungkaran sesuai dengan kemampuan kita. Jika mampu boleh menggunakan kekuasaan. Kalau tidak mampu boleh dengan lisan. Kalau masih tidak mampu boleh dengan hati. Ini adalah perwujudan saya melaksanakan kata-kata ustad.” Martono menjelaskan. Kata-katanya begitu tenang.

“ Jadi hantu pocong itu kamu ya, Mar?” Ustad Sanusi bertanya.

“Itu karena saya tidak tahan keadaan ini, Ustad. Banyak yang tergila-gila pada permainan setan yang bernama togel. Sekarang malah ditambah minta-minta pada kuburan.” Martono melanjutkan kata-katanya.

“Dengan berpura-pura menjadi hantu pocong saya ingin menyadarkan warga, terutama Sanip teman saya. Agar tidak lagi mendatangi kuburan untuk minta nomor togel.”

Orang-orang bergumam dalam hati. Sekarang isu hantu pocong yang meresahkan itu sudah tidak ada lagi.

Suasana di depan masjid kembali hening. Hening karena menyadari kekeliruan yang selama ini mereka lakukan. Sanip mendekati Martono. Kedua sahabat itu berangkulan. Dari corong masjid sudah mulai terdengar lantunan orang mengaji. Sebentar lagi subuh. Saatnya mereka membersihkan hati yang penuh noda dan dosa.

Bedas, Nov 11

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun