Banyak hak yang sekarang dinikmati oleh wanita Indonesia merupakan hasil dari gerakan Feminisme. Wanita Indonesia sekarang berhak untuk bekerja, mendapatkan hak setara untuk ikut pemilu, baik dipilih maupun dipilih sebagai pejabat publik, juga berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan pria.
Jaman dulu, wanita sekolah sampai sarjana itu adalah hal yang luar biasa. Bahkan sekedar lulus SMA pun, sudah hebat sekali. Wanita cukup lulus SD saja, karena toh akan ikut suami dan mengurus anak saja.
Feminisme pada dasarnya adalah gerakan memperjuangkan hak-hak wanita agar bebas untuk menjadi apapun yang dia mau. Apakah mau jadi dokter, atlit, bahkan termasuk jika dia ingin menjadi ibu rumah tangga saja dirumah. Feminisme juga memperjuangkan hak wanita terhadap tubuh mereka, hak terhadap masa depan mereka. Sehingga orang tidak bisa memaksa-maksa wanita untuk hamil terus-terusan jika mereka hanya ingin dua anak saja, misalnya.
Yang diperjuangkan adalah hak mereka, sehingga seharusnya terserah kepada si wanita, mau diambil atau tidak 'kan?Â
Tetapi di barat feminisme yang kebablasan alias Feminis Radikal, justru mengejek wanita yang memilih jadi ibu rumah tangga saja, mencela mereka yang memilih nunut pada suami mereka, menghina mereka yang memilih untuk berpakaian tertentu yang dianggap merupakan tradisi patriarkis untuk menutupi daya tarik seks mereka. Padahal itu pun adalah hak mereka yang seharusnya dihormati oleh gerakan feminisme.
Feminisme bahkan sudah bertransformasi begitu jauh sampai memaksakan agar pria menyangkal semua yang berkaitan dengan naluri dan kebutuhan biologis pria. Juga mengabaikan banyak permasalahan yang dihadapi pria terutama karena stereotype tertentu mengenai pria yang dianggap lebih kuat ketimbang wanita.
Beberapa waktu yang lalu misalnya ada gerakan Free the Nipple, yang awalnya merupakan gerakan  dimana wanita menuntut agar mereka bebas menyusui bayinya kapanpun mereka mau tanpa harus menutupi diri. Gerakan ini kemudian bablas menjadi, seharusnya wanita bebas membuka dada kapan saja, dimana saja, dengan alasan apa saja, sama seperti pria tanpa mengalami pelecehan seksual. Toh, argumen mereka, sama-sama dada, hanya lebih montok sedikit.
Wah, demonya kalau saya pasang fotonya disini pasti banyak yang akan senang sekali. Karena wanita berdemo tanpa pakai atasan. Bahkan ada yang bertelanjang bulat.
Gerakan feminisme yang kebablasan ini, akhirnya menimbulkan reaksi balik dari banyak kaum pria di barat yang merasa feminisme ini hanya menguntungkan wanita saja dan malah menindas pria. Mereka menganggap feminis hanya menuntut hak, tanpa memperdulikan tanggung jawab mereka sebagai wanita, sementara pria diharuskan melakukan segala pekerjaan yang tidak ingin dilakukan oleh para feminis.
Mereka berpendapat bahwa para feminis (juga masyarakat umumnya) yang mendesak kedudukan pria itu sebetulnya sedang membohongi diri mereka sendiri, karenanya harus diberikan 'red pill' agar segala sesuatu bisa kembali kepada fitrah yang sebenarnya.
Istilah Red Pill ini berasal dari film The Matrix, dimana tokoh utamanya, Neo, yang diperankan oleh Keanu Reeves ditawari pil merah dan pil biru. Pil biru (blue pill) berfungsi untuk mempertahankan, agar Neo tetap terkoneksi kepada dunia simulasi, dimana semua indah dan ideal. Sebaliknya, Pil merah (Red Pill) akan mengembalikan Neo ke dunia nyata, dimana semua berjalan apa adanya, kadang baik tapi kadang juga buruk.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!