Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Red Pill Movement, Ketika Pria Memberontak pada Feminisme

4 Juli 2019   10:16 Diperbarui: 4 Juli 2019   20:22 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay/shaking hands

Pada awalnya, memang benar gerakan feminis berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasar dari seorang wanita yang sebelumnya dianggap tidak perlu mereka dapatkan. Misalnya hak pendidikan, gaji yang setara, hak untuk bekerja, hak untuk memilih dan dipilih dalam demokrasi. Begitu juga hak untuk memilih suami, hak yang berkaitan dengan melahirkan anak, dan seterusnya.

Dan pria menentang keras tuntutan wanita karena dianggap tidak masuk akal. Misalnya dulu saat wanita ingin bebas bersekolah. Banyak pria berpikir, untuk apa sekolah? Toh nanti hanya mengurus suami dan anak. Jika menuntut gaji yang setara dengan pria dalam pekerjaan yang sama, pria akan bertanya, untuk apa gaji yang sama? Kan anda tidak punya keluarga yang harus dinafkahi ?

Dalam pemerintahan kebanyakan yang menjabat adalah pria, maka merekalah yang pada akhirnya membuat aturan yang bisa jadi dianggap menguntungkan pria dan merendahkan wanita.

Feminis menjadi Radikal saat tuntutannya berubah dari memperjuangkan hak-hak dasar menjadi meminta diistimewakan dan mengabaikan hak-hak pria.

Misalnya hak aborsi tanpa batas. Tuntutan awal feminis adalah agar wanita yang hamil akibat hubungan perkosaan dan incest agar diizinkan untuk diaborsi. Demikian juga jika kehamilan membahayakan mental atau fisik sang ibu. Ini adalah tuntutan wajar.

Tapi tuntutan ini lalu berkembang menjadi : Hak untuk aborsi, kapanpun  dalam kehamilan sebesar apapun, bahkan jika bayi sudah sampai trimester ke tiga tanpa peduli alasannya. Karena ini adalah tubuhnya sendiri, jadi terserah pada dia untuk menggugurkannya.

Atau serangan Feminis Radikal kepada wanita yang memilih untuk tidak menggunakan haknya. Misalnya, wanita yang memilih untuk jadi ibu rumah tangga dan tidak mau mengejar karir. Wanita yang memilih untuk menutup seluruh tubuhnya, yang oleh feminis radikal dikatakan sebagai tanda wanita dijajah pria.

Karenanya jika Feminis Radikal mengakui bahwa Pria juga kadang menjadi pihak yang lemah dan dirugikan dalam tatanan hidup, maka mereka bisa jadi kehilangan landasan dari perjuangannya.

Kenyataannya : Pria memang punya kelebihan dalam masyarakat
Selintas, memang kedudukan pria terlihat lebih tinggi dalam masyarakat. Bahkan dalam kehidupan liberal di Amerika, hampir semua kedudukan tinggi dipegang oleh laki-laki. Di Senat Amerika hanya 20% senator wanita, sedang di Indonesia anggota DPR wanita hanya 17% an.

Demikian juga CEO perusahaan terkemuka di Amerika hanya sekitar 5% wanita. Dan pendapatan wanita di amerika hanya sekitar 55%-74% dibandingkan dengan pria.

Feminis beranggapan bahwa hal ini disebabkan wanita tidak diberikan kesempatan yang sama untuk maju, sehingga setara dengan pria. Bahwa ini disebabkan adanya 'perjanjian' oleh sesama kaum pria yang kompak untuk merendahkan kemampuan wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun