Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Red Pill Movement, Ketika Pria Memberontak pada Feminisme

4 Juli 2019   10:16 Diperbarui: 4 Juli 2019   20:22 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay/shaking hands

Dibanyak negara, bahkan tes DNA sebelum kelahiran dilarang, sehingga wanita yang tidur dengan banyak lelaki bisa menuntut hak asuh dari pria  yang bahkan bukan ayah dari anaknya. Karena tidak bisa mendapatkan izin untuk mencari tahu atau jika kurang berpendidikan, maka tidak punya akses untuk tes DNA anak.

Keluhan anggota Red Pill yang ini tidak ditanggapi oleh masyarakat karena banyak juga laki-laki yang bejat, yang menolak mengakui sudah menghamili wanita dan menolak melakukan tes DNA.

Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kita semua mengetahui bahaya KDRT yang diterima banyak wanita dalam hubungan pernikahan. Jika ada seorang wanita yang dipukuli oleh laki-laki, maka semua orang akan bereaksi keras, ramai-ramai mengutuk.

Sebaliknya jika pria yang dipukuli oleh istrinya, kita akan tertawa-tawa. Masa pria begitu lemah? Begitu komentar pada umumnya. Dan di Amerika, jika seorang pria dipukuli oleh istrinya, umumnya sang istri tidak akan ditangkap oleh polisi. Tapi sedikit saja seorang istri ditempeleng oleh suami, maka bisa dijebloskan ke penjara.

Ini terutama disandarkan pada kenyataan bahwa secara fisik, pria dianggap pasti lebih kuat ketimbang wanita. Sementara wanita pelaku KDRT bisa saja menggunakan berbagai alat, sabuk, sendal jepit, potongan kayu, untuk memukuli suaminya. Bahkan sampai memotong alat vitalnya. Dan kita kebanyakan akan ketawa geli mendengar alat vital dipotong. Sementara kalau seorang pria memotong payudara istrinya, kita akan merasa ngeri luar biasa.

Belum lagi kekerasan emosional. Sebagaimana seorang laki-laki bisa merendahkan dan menghina istrinya, sang istripun bisa melakukan hal yang sama terhadap suami. Menghina penampilannya, kemampuannya mencari uang, dan berbagai manipulasi emosi lainnya.

Tetapi hal ini tidak diakui sebagai kekerasan dalam masyarakat. Sekali lagi masyarakat cukup toleran dengan mengatakan : Yah, begitulah wanita, bawel, mau bagaimana lagi? Bagaimana sih, jadi suami kok tidak bisa mengendalikan mulut istrinya?

Sehingga sangat memalukan bagi pria untuk mengakui kelemahan mereka jika sampai menjadi korban kekerasan. Tidak akan ada yang memberi simpati. Semakin patriarkis suatu komunitas, maka semakin besar tuntutan agar pria memegang kendali dalam rumah tangga dengan baik. Bahkan akan mendapatkan hujatan jika membuka aib istri sendiri.

Di amerika 1 dari 3 perempuan jadi korban KDRT dan 1 dar 4 pria juga jadi korban KDRT. Kekerasan rumah tangga bisa dilakukan dua pihak sekaligus secara simultan. Dan karena perempuan pasti dapat hak asuh anak, maka perceraian berarti anak nya yang akan mendapatkan KDRT.

Masih banyak lagi tekanan yang dialami pria dalam kehidupan modern ini, yang diabaikan oleh masyarakat. Dan semua hal ini sebetulnya layak sekali untuk didiskusikan dan dicarikan solusinya.

Lalu kenapa gerakan Red Pill ini menjadi bertentangan dengan para Feminis Radikal?
Ini karena Feminis Radikal mendasarkan gerakannya pada asumsi : Pria adalah pihak penjajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun