Mohon tunggu...
Yuniar Riza Hakiki
Yuniar Riza Hakiki Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kedaulatan Rakyat, Demokrasi Dan Konstitusi Serta Problematikanya di Indonesia

25 Agustus 2015   15:49 Diperbarui: 25 Agustus 2015   15:53 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

            Kedaulatan Rakyat merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa pemerintahan berdasar atas apa yang ditentukan oleh rakyat. Hal ini tentu memberi pemahaman bahwa rakyatlah yang menentukan arah kebijakan suatu negara. Dr. Ni’matul Huda dalam Ilmu Negara menyatakan bahwa Jean Jacques Rousseau adalah salah seorang peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau untuk menyesuaikannya dengan keadaan pada waktu ini, ajaran Rousseau menghasilkan jenis negara yang demokratis, dimana rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanya merupakan wakil-wakil rakyat.

Dari konsep kedaulatan rakyat tersebut kemudian menghadirkan suatu sistem kenegaraan yang dikenal dengan istilah “Demokrasi”. Demokrasi merupakan bentuk sistematisasi atau cara yang ditempuh untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana sejatinya. Dalam praktiknya, diberbagai Negara yang menganut paham kedaulatan rakyat mekanisme penerapan sistem demokrasinya berbeda-beda. Misalnya, demokrasi di Amerika Serikat (AS) dengan demokrasi di Republik Indonesia tentu tidak sama meskipun sama-sama menganut paham kedaulatan rakyat dengan sistem demokrasi.

Di Indonesia dikenal berbagai mekanisme demokrasi sejak awal kemerdekaan hingga kini. Baik itu demokrasi parlementer pada masa deklarasi kemerdekaan hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (1945-1959). Kemudian mengenal juga istilah demokrasi terpimpin pada masa setelah dekrit 5 Juli 1959 hingga saat berakhirnya masa jabatan Sukarno sebagai Presiden (1959-1965). Hingga demokrasi yang dikuasai rezim pada era orde baru yaitu demokrasi Pancasila. Dan pada era reformasi ini konsep demokrasi Pancasila yang dikembangkan berbeda dengan konsep demokrasi pada masa orde baru.

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII Prof. Dr. Moh Mahfud MD dalam orasi ilmiahnya dalam testimoni “Membedah Pemikiran Prof. Dr. Dahlan Thaib” pada kegiatan Pekan Konstitusi tribute to Alm. Prof. Dr. Dahlan Thaib oleh Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII menyatakan bahwa implementasi demokrasi di Indonesia cenderung menuai problematika. Jika diurut pada akar permasalahannya ialah diawali sejak penggunaan mekanisme perwakilan dalam demokrasi atau yang lebih dikenal dengan istilah Demokrasi Perwakilan. JJ. Rosseau yang merupakan penggagas kedaulatan rakyat mencela habis konsep demokrasi perwakilan, “Hanya orang-orang pemalas sajalah yang mau menerima demokrasi perwakilan, karena demokrasi perwakilan itu cenderung mengandung bahaya-bahya, demokrasi perwakilan banyak berpotensi penipuan-penipuan”. Kurang lebih seperti itu pernyataan celaan JJ. Rosseau yang disampaikan kembali oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD.

Dalam uraian argumentasinya, Prof. Mahfud MD menyampaikan bahwa dampak dari pelaksanaan demokrasi perwakilan yang disitu rakyat diwakili oleh para anggota dewan pada kenyataannya cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri dengan seolah-olah sedang membawa kepentingan rakyat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peristiwa yang seolah-olah kedua koalisi partai di parlemen ribut persoalan rakyat, padahal berdasar kesaksian beliau menyatakan bahwa sebenarnya hal itu sudah direncanakan sedemikian rupa pola keributan beserta kesepakatan yang ingin mereka capai. “Antar koalisi pura-pura ribut seolah-olah membahas kepentingan rakyat, padahal mereka sudah berembug disuatu hotel mengadakan pertemuan untuk menentukan pola persoalan beserta keputusannya”, kurang lebih seperti itu pernyataan beliau.

Jadi, implementasi Kedaulatan Rakyat di Indonesia ini sudah bukan lagi dapat dikatakan dengan demokrasi melainkan oligarki, yaitu pemerintahan yang dikuasai oleh elit. Sehingga dalil demokrasinya bergeser, yakni dari rakyat oleh elit dan untuk elit. Apabila merujuk apa yang dikemukakan Robert A. Dahl salah seorang pemikir demokrasi pluralis bahwa Indonesia ini dapat juga dikatakan bergeser menjadi Poliarki, yaitu pemerintahan yang dikuasai oleh para LSM, Ormas-ormas, Media, dengan cara membuat berita buruk mengenai berjalannya pemerintahan kemudian dipancing / di ekpos dalam media masa seolah-olah bentuk dari sifat kritis, tetapi kalau mereka dikasih duit diam dan tidak akan melanjutkan keributan tersebut. “Mereka para ormas-ormas, LSM itu membuat berita ingin demo, tetapi kalau sudah dikasih duit ya ndak jadi demo” tutur Prof. Mahfud MD.

Oleh karena itu, mekanisme demokrasi di Indonesia sebagaimana yang digariskan oleh Abraham Lincoln yang dalilnya berbunyi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tersebut tidak lagi sesuai. “Lantas apakah hal ini menjadikan kita pesimis dalam rangka membangun Indonesia? Tentu tidak dan tidak boleh pesimis”, terang Prof. Mahfud MD. Hal itu baru dipandang dari satu segi yakni demokrasi, sebagai alat main politik. Disamping demokrasi terdapat segi yang lain seperti halnya yang dipikirkan oleh Alm. Prof. Dahlan Thaib yaitu Konstitusi. Disitulah kita akan menemukan kebenaran melalui konstitusi. Karena pada dasarnya, demokrasi itu secara arti sempit mengajarkan bagaimana mencari menang, sedangkan konstitusi itu mengajarkan bagaimana mencari kebenaran. Dua hal tersebut sama-sama penting dan harus seimbang. Sebab bagaimana kebenaran akan disampaikan dan diimplementasikan apabila tanpa cara untuk memenangkannya.

Konstitusi menurut KC Wheare dalam the modern constitution disebut sebagai resultante (kesepakatan), yaitu kesepakatan politis rakyat melalui lembaga yang berwenang mengenai hal-hal yang akan dijadikan norma dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada konstitusi baik, tidak ada konstitusi buruk, tidak ada konstitusi benar, dan bahkan tidak ada konstitusi yang salah, karena konstitusi merupakan produk kesepakatan. Konstitusi ditaati bukan karena baik atau bukan karena benar melainkan karena itu merupakan hasil kesepakatan bersama. Maka dalam hal ini implementasi Kedaulatan Rakyat yang merupakan dasar filosofi konsep bernegara serta implementasi demokrasi yang merupakan bentuk cara pelaksanaan dari kedaulatan rakyat itu sendiri harus diimbangi dengan implementasi konstitusi yang baik untuk mengatur dan membatasi kesewenang-wenangan para elit yang menjalankan demokrasi tersebut. ”Demokrasi tanpa konstitusi itu akan liar, sedangkan konstitusi tanpa demokrasi itu elit, sehingga harus diseimbangkan antara paham demokrasi dan nomokrasi”, jelas Prof. Mahfud MD.

Sebagai statement penutup, penulis menganggap bahwa konstitusi merupakan suatu produk resultante yang sangat penting dalam suatu negara demokrasi. Karena konstitusi dapat menjadi pedoman sekaligus wasit bagi para pelaksana kedaulatan rakyat. Oleh kerena itu, penyempurnaan konstitusi sangatlah lazim dan diharapkan agar mampu menjawab perkembangan persoalan-persoalan ketatanegaraan. Sehingga hal ini menjadi tugas kita bersama untuk menggali nilai-nilai konstitusi berdasar semangat Pancasila untuk kemudian dirumuskan dalam kajian akademis dan menjadi rekomendasi penyempurnaan konstitusi.

Oleh     : Yuniar Riza Hakiki

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia - 2014

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun