Mohon tunggu...
Putri Riza Febriana Aurellia
Putri Riza Febriana Aurellia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pendidikan Sejarah - Universitas Jember

Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyimpangan Demokrasi Pada Perang Teluk

7 Juni 2024   08:54 Diperbarui: 7 Juni 2024   08:55 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perang teluk 2

Kuwait merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia setelah Arab. Itulah juga menyebabkan konflik Irak dan Kuwait. Saddam Hussein sebagai pemimpin Irak memiliki ambisi ingin menjadikan Kuwait sebagai negara kekuasaannya dan ingin menguasai ladang minyak Kuwait. Tujuan invasi Irak ke Kuwait yaitu umtuk menambah luas wilayahnya, ingin memiliki pulau-pulau di Kuwait yang memiliki banyak potensi. Irak juga memiliki tujuan lain yaitu untuk mengontrol harga minyak dipasaran. Konflik permasalahan bermula dari Kuwait yang dianggap Irak telah mencuri minyak Irak. Selain itu akibat dari Kuwait harga minyak dunia dipasaran menjadi turun.

Saddam Hussein sangat berambisi menjadi penguasa Arab dan menguasai Kuwait. Ambisi itu mendorong Saddam Hussein untuk memperkuat kekuatan militernya dan juga memperkaya perekonomiannya. Dengan menguasai Kuwait maka bisa menguasai ladang minyaknya yang begitu melimpah. Pada tanggal 2 Agustus tahun 1990 Irak melakukan penyerangan terhadap Kuwait, sekitar 300.000 tentara Irak dengan dukungan tank, dan alat-alat militer lainnya menyerbu Kuwait. Akhirnya dengan adanya penyerangan tersebut Irak menguasai Kuwait selama 24 jam dan menjadikan Kuwait sebagai provinsi bagian negara Irak. Irak juga tidak gentar ketika mendapat kecaman ataupun tekanan dari dunia internasional. Adanya serangan yang dilakukan oleh Amerika dan negaranegara koalisinya juga tidak membuat Irak gentar. Bahkan resolusi dari PBB pun tidak ditanggapi dengan serius.

Irak mencari ide untuk meredam kecaman dan tekanan dunia internasional. Salah satu cara yang Irak lakukan adalah dengan melakukan tawar menawar bahwa Irak akan keluar dari Kuwait jika Israel juga keluar dari Arab. Tawar menawar dilakukan Irak supaya mendapat simpati dari warga Arab. Selain itu Irak juga menyandra pekerja asing sebagai tameng Irak (Sihbudi, 1997). Tindakan Irak justru membuat kemarahan dunia internasional yang akhirnya membuat adanya tindakan militer terhadap Irak.

Tindakan Irak terhadap Kuwait Nampak sekali bertentangan dengan demokrasi. PBB sepakat dengan anggapan Amerika bahwa penyerangan Irak terhadap Kuwait merupakan salah satu wujud pelanggaran terhadap hak asasi manusia. PBB mengecam aksi Irak yang menduduki Kuwait. PBB juga tidak mengakui bahwa Kuwait masuk bagian provinsi Irak. PBB berusaha mengeluarkan instruksinya terbukti dengan banyaknya resolusi yang dikeluarkan PBB walaupun akhirnya tidak mampu membuat Irak pergi meninggalkan Kuwait (Nugraheni, 2021).

Perang Teluk 3

Setelah Saddam Hussein berhasil dilumpuhkan karena mendapat kecaman dari PBB, hal terseut menyebabkan Irak mendapatkan atensi yang negatif dari Masyarakat dunia. Amerika yang pada perang teluk 2 turut andil dalam penyerangan PBB tehadap Irak kembali melakukan Invasi yang mengatasnamakan negara Amerika sendiri. Alasan Amerika melakukan invasi dikarenakan untuk melucuti apa yang di duga senjata pemusnah massal Irak, serta mengakhiri dukungan dari Saddam Hussein kepada terorisme.

Akan tetapi Invasi Amerika Serikat terhadap Irak telah melanggar demokrasi, hak asasi manusia yang ada, serta stabilitas nasional Irak yang ada. Penyerangan terhadap Irak benar-benar tidak berdasar dan hanya terpancing terhadap isu belaka. Pada 11 September tahun 2001 ketika penyerangan Gedung WTC (World Trade Center) yang ketika itu diklaim dilakukan oleh Kelompok teroris Al-Qaeda. Bush menuduh Irak memiliki keterkaitan dengan peristiwa dan kelompok tersebut. Dan menurut Kepala Komite elit Intelejen Amerika Serikat tidak menemukan bukti bahwa Saddam Hussein terlibat dalam peristiwa 9/11 di New York tersebut. Meski demikian, kebijakan Bush tidak berubah sama sekali untuk tetap menggempur Irak.

Selain itu invasi pasukan Amerika Serikat (AS) ke Irak yang terjadi pada tahun 2003 juga menyebabkan banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap Hukum Internasional khususnya Hukum Humaniter. Hal tersebut dikarenakan tawanan Irak yang dianiaya oleh tentara Amerika. Dalam Hukum Internasional merupakan anggota tentara yang ditahan atau ditangkap dalam perang sehingga harus diperlakukan sebagai tawanan perang (Prisoners of War / POW). Sementara itu, terdapat Ketentuan-ketentuan dalam hukum Internasional yang berkenaan dengan perlakuan terhadap tawanan perang telah diatur dalam suatu perjanjian internasional

Menurut hukum humaniter setiap individu memiliki hak untuk dihormati hidupnya, keutuhannya, fisik dan moral, dan atribut-atribut lain yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya. Menghormati setiap manusia dan kesejahteraannya itu sejauh hal tersebut harmonis dengan kebijakan umum pada waktu perang dan dalam keadaan darurat militer. Tindakan-tindakan itulah yang dilakukan oleh Amerika terhadap Irak dikatakan sebagai pelanggaran terhadap Demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun