Selalu ada yang menarik dari persidangan kasus e-KTP yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Salah satu contohnya adalah saat sidang pemeriksaan terdakwa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Yanto, Selasa (23/10) tersebut ada beberapa hal yang mencuat dan pantas ditindaklanjuti. Tentunya tindak lanjut itu harus dilakukan oleh KPK agar kasus yang merugiakan negara sebesar 2,3 triliun rupiah itu bisa terang benderang. Â
Dalam rangkaian persidangan Selasa itu sempat muncul kode jenis-jenis minuman keras sebagai simbol untuk jatah fee bagi sejumlah anggota DPR.  Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, yang mengaku pernah mengantarkan jatah fee itu ke anggota-anggota DPR, mengaku tidak tahu soal kode tersebut.
"Ada kode 'Vodka', 'Jack Daniels'. Itu betul?" tanya jaksa KPK kepada Irvanto, yang duduk di kursi pesakitan, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (23/10/2018). "Saya nggak tahu nama-nama minuman," jawab Irvanto.
Kode minuman itu  muncul dari seorang saksi bernama Muhammad Nur alias Ahmad. Namun, menurut Irvanto, Ahmad telah berbohong soal kode. "Nggak, nggak betul (keterangan Ahmad). Nggak tahu saya, Pak," ucap Irvanto.
Selain soal uang ada pula pemberian barang di sini. Terdakwa kasus korupai e-KTP, Irvanto Hendra Pambudi mengaku pernah menyerahkan tas merek Hermes kepada mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini. Pembelian hingga penyerahan tas itu atas perintah dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, terpidana kasus korupsi e-KTP.
Dalam perkara ini, Irvanto didakwa bersama-sama Made Oka Masagung turut melakukan korupsi proyek e-KTP. Made Oka merupakan orang kepercayaan Novanto. Irvanto dan Made Oka berperan sebagai perantara pembagian duit 'haram' dari proyek itu. Baik Irvanto maupun Made Oka disebut jaksa menerima uang yang ditujukan bagi Novanto.
Namun kepada siapa fee tersebut diberikan. Irvanto sendiri mengakui dalam sidang tersebut jika pemberian itu untuk Chairuman Harapan, Marcus Mekeng, dan Markus Nari, serta sejumlah nama lain. Intinya, sebagian besar diberikan untuk anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Maklum, mungkin ini sebagian jatah anak buah Setya Novanto dalam kasus mega korupsi ini.Â
Setelah cukup terang dan beraninya Irvanto membeverkan nama tersebut berikut kesaksian Setya Novanto dalam persidangan sebelumnya, dan saksi-saksi lain, sudah barang tentu kini publik atau masyarakat menanti langkah apa yang akan dilakukan oleh KPK dalam mengungkapkan bancakan kkorupsi itu.
Masyarakat tentu tak puas hanya Setya Novanto saja yang berhasil dipenjarakan. Namun masyarakat masih pula menanti siapa saja orang-orang baru di DPR yang harus mengikuti jejak si Papa Minta Saham itu.Â
Akan tetapi kalau kita melihat reaksi KPK atas sejumlah nama yang disebutkan itu, rasanya kok belum cukup. KPK seperti masih terlihat ogah-ogahan dalam menelisik keterlibatan anggota Fraksi Partai Golkar lain yang terlibat dalam korupsi busuk ini. Bisa jadi, ini adalah jelang pilpres sehingga Golkar yang masuk sebagai partai koalisi pendukung pemerintah, layak untuk dilindungi agar suara parpol bulat mendukung Jokowi.Â