Mohon tunggu...
Rizaa Akbar Firmansyah
Rizaa Akbar Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Penggunaan Hukuman Cambuk Bagi Para Pelaku Zina Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam

21 Juni 2024   13:17 Diperbarui: 21 Juni 2024   13:24 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksistensi Hukum Islam di Indonesia

 

Negara Indonesia merupakan negara hukum dengan artian segala bentuk aktivitas masyarakat maupun pemerintahan tetap terikat dengan hukum dan menjunjung tinggi hukum yang dijadikan landasan setiap bertindak. Sistem hukum yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari bekas penjajahan Belanda seperti KUHP, BW, Dan lain sebagainya yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda pada zaman dulu. 

Negara Hukum berarti pembangunan yang dilakukan bukan hanya pada bidang politik, Infrastruktur, serta ekonomi nasional saja. Melainkan pembangunan di bidang hukum juga menjadi fokus utama di Indonesia. Dalam menjalankan segala urusan negara maupun sosial masyarakatnya, Indonesia tidak hanya menggunakan hukum positif sebagai acuan utama melainkan ada dasar-dasar lain seperti norma agama serta norma adat setempat yang di anut oleh masyarakat setempat. 

Dalam prakteknya Hukum Islam juga berpengaruh besar terhadap dinamika sosial masyarakat. Hal tersebut menunjukan Hukum Islam juga mempengaruhi dalam hukum positif yang dipakai Indonesia saat ini.

Hukum Ibadah Merupakan hukum yang memberi aturan terkait hubungan manusia dengan Tuhannya, Sedangkan Hukum Masyarakat merupakan hukum yang memberi aturan terkait dengan hubungan manusia dengan sesamanya. Eksistensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional berkontribusi penting di dalamya. 

Dalam pembentukan sistem hukum nasional terdapat bebarapa sistem hukum lain yang masuk secara filosofis ke dalam sistem hukum nasional sebagai bahan baku utama dalam pembuatan sistem hukum nasional yakni, Hukum Adat, Hukum Islam serta Hukum Barat (peninggalan masa penjajahan). 

Karena pada dasarnya masyarakat Indonesia terdahulu yang masih disebut sebagai Nusantara telah menganut ajaran-ajaran islam karena masuknya islam ke Nusantara. 

Dengan demikian sampai saat ini banyak produk-produk hukum Nasional yang berasal dari hukum islam yang dipakai dalam konstitusi bernegara Indonesia, seperti contoh; 1) Undang-undang perkawinan, 2) Undang-undang wakaf, 3) Undang-undang perbankan syariah, 4) Undang-undang Pokok-pokok Agraria, 5) Undang-undang Perwakafan Tanah, 6) Undang-undang kekuasaan Kehakiman, serta 7) Kompilasi Hukum Islam yang diberlakukan.

Dengan beberapa bukti dari pembahasan di atas yang menunjukkan kontrbusi besar oleh Hukum Islam terhadap sistem hukum nasional. Karena pada dasarnya dalam pembuatan atau pembentukan suatu aturan atau hukum yang akan di anut oleh masyarakat tentunya perlu pertimbangan serta harus berbanding lurus dengan tuntutan serta kebutuhan masyarakat. 

Hukum Islam merupakan suatu kaidah hukum yang berasal dari Allah swt yang tidak bisa diragukan ajaran serta tuntunannya. Terdapat pula pendirian Pengadilan Agama di Indonesia yang menjadi salah satu bukti eksistensi Hukum Islam yang ada di Indonesia. Hal tersebut dilakukan karena terdapat berbagai permasalahan masyarakat yang apabila diselesaikan menggunakan ajaran hukum barat maupun hukum adat saja tidak menemui titik terang, serta berbagai etnis yang mendukung serta menyetujui Hukum Islam dipakai sebagai salah satu sumber hukum nasional. 

Kedudukan Hukum Islam di Indonesia mempunyai dasar yakni, Inpres No.1 Tahun 1991 yang kedudukannya dalam sistem hukum nasional lebih rendah dibanding Undang-undang serta Peratutan Pemerintah. Hukum islam berfungsi sebagai acuan utama dalam menyelesaikan perkara dalam persidangan yang terjadi di peradilan Agama.

Pengertian Jarimah Zina Dalam Hukum Islam

 

Dalam pengertiannya jarimah diartikan sebagai suatu tindak kejahatan meliputi zina, mencuri, dan mabuk yang dapat diartikan sesuatu tindakan yang dilarang dalam syariat Islam dengan ancaman hukuman berupa hudud atau takzir. Dalam ajaran fiqih jinayah, suatu perbuatan dikatakan sebagai jarimah apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  • Unsur formil

Unsur formil merupakan adanya ketentuan-ketentuan yang memang melarang perbuatan tersebut untuk dilakukan.

  • Unsur Materiil

Unsur ini adalah adanya serangkaian tingkah laku yang menyusun terjadinya jarimah, baik berupa sikap maupun tindakan.

  • Unsur Moral

Unsur moral merupakan dengan adanya individu yang dapat diminta pertanggung jawabannya terhadap tindak pidana atau jarimah yang dilakukan.

Dapat disimpulkan suatu tindak kejahatan bisa dikatakan sebagai jarimah apabila mampu dibuktikan memenuhi ketiga unsur di atas. Karena apabila salah satu unsur saja tidak terpenuhi, maka tindakan tersebut dikatakan bukan sebagai jarimah. Pentingnya mengetahui mengenai unsur-unsur jarimah supaya dalam praktek penegakannya tidak terjadi tindakan yang bersifat ragu-ragu serta hanya berlandaskan pada angan-angan belaka. Dengan diaturnya sedemikian rinci mengenai jarimah serta hukumannya yang ada dalam Hukum Pidana Islam bertujuan untuk pelaku dosa atau pelaku jarimah mengetahui balasan yang akan kemudian diterima sehingga lebih dapat menjauhi atau menghindari hal-hal tercela.

Pengertian dari zina, secara umum zina dapat diartikan sebagai perbuatan antara laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat sah secara perkawinan dengan bertemunya kedua kelamin dari laki-laki dan perempuan tersebut. Zina dalam perspektif Hukum Islam diatur dalam hukum pidana islam yang terbagi dalam dua macam bentuk zina, yakni zina muhshon serta zina ghoiru muhshon. Berikut penjelasannya :

  • Zina Muhson

Zina muhson diartikan sebagai perbuatan zina antara dua jenis yakni laki-laki dengan perempuan dimana diantara keduanya pernah terikat perkawinan yang sah atau sedang menjalani perkawinan yang sah dengan orang lain. (Janda, duda, ataupun istri/suami orang).

  • Zina Ghairu Muhshon

Jenis zina ini merupakan perbuatan zina yang dilakukan pelakunya dimana pelakunya tidak pernah menjalani serta tidak sedang menjalani ikatan pernikahan yang sah. (masih perjaka dan masih gadis).

Perbuatan zina juga memiliki unsur-unsur dalam pembuktian perbuatan tersebut. Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan zina apabila dapat memenuhi dari dua unsur, yakni :

  • Unsur Persetubuhan

Unsur ini menjalaskan bahwa perbuatan zina dapat dikatakan sebagai zina apabila bertemunya kelamin laki-laki dengan kelamin perempuan tanpa adanya hubungan suami istri atau tidak terikat perkawinan yang sah.

  • Unsur Tidak Adanya Kekeliruan

Yang dimaksud Unsur tidak ada kekeliruan yaitu tiada unsur ketidaksengajaan dalam melakukannya, seperti contoh apabila seorang laki-laki mengira seorang wanita adalah istrinya lalu dia melakukan hubungan persetubuhan dengan wanita tersebut. Unsur ini sangat sulit dibuktikan dan mudah untuk tidak dipercaya karena memerlukan sebuah pengakuan dari pelaku yang mana pengakuan memiliki sifat yang subjektif.

Terdapat unsur-unsur dalam perbuatan zina menjadikan minimnya resiko terkena lontaran-lontaran tuduhan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Perlu diketahui bersama apabila suatu dosa yang dilakukan merupakan aib bagi pelakunya. 

Berbanding terbalik dengan zaman modern ini dimana perbuatan dosa seolah olah menjadi ajang prestasi pada kalangan anak muda. Perbuatan zina dalam media sosial beredar dengan bebasnya, baik dalam konten-konten maupun komentar-komentar yang seakan-akan perbuatan tersebut bukanlah perbuatan zina. 

Sharing terkait pengalaman zina dalam media sosial sudah menjadi hal yang biasa pada era modern hari ini. Pergaulan bebas yang dilakukan oleh anak-anak muda sudah menjadi hal wajar dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dilain sisi, perbuatan zina berdampak buruk bagi pelakunya. Baik dari sisi soisal, psikologi, bahkan kesehatan. Menyebarkan virus-virus seperti Aids, Menjadi dikucilkan dalam lingkungan bermasyarakat, serta menjadikan pelaku menjadi kecanduan akan perbuatan tersebut. 

Pengertian serta Pendapat Para Ulama mengenai Hukuman Cambuk

 

Dalam prakteknya di Indonesia, Hukuman cambuk hanya diberlakukan di provinsi Aceh untuk menghukum pelaku pelanggaran syariat Islam. Secara umum syariat Islam sudah berisi tentang segala norma norma yang berlaku untuk kehidupan bermasyarakat. Pengertian dari Hukuman Cambuk sendiri berarti sebagai Instrumen yang dilakukan atas dasar memberi pelajaran atau balasan terhadap pelaku-pelaku pelanggar norma syariat Islam dengan tujuan memberi efek jera terhadap pelaku. 

Dalam prakteknya, hukuman cambuk harus sesuai dengan prosedur dalam pelaksanaannya. Hukuman cambuk dilakukan pada bagian tubuh yakni punggung pelaku, Hukuman cambuk dilaksanakan pada suatu tempat terbuka yang dapat dilihat oleh masyarakat dengan jarak yang paling dekat yakni 10 meter. 

Sebelum dilaksanakannya hukuman, Pelaku harus terlebih dahulu di cek kesehatannya. Apabila pelaku dinyatakan sakit, maka hukuman cambuk harus ditunda sampai pelaku dinyatakan kembali sehat. Pelaku hadir dalam tempat ekseskusi dan dieksekusi dengan menggunakan penutup wajah yang berbahan kain. Aurat para pelaku harus tetap tertutup dengan pakaian, namun pakaian yang digunakan haruslah berbahan kain yang tipis. Berbagai prosedur yang telah disebutkan haruslah ditaati dan dipatuhi dalam pelaksanaannya.

Dasar Hukum Pelaksanaan Hukuman Cambuk yang sampai saat ini digunakan oleh Provinsi Aceh berdasarkan pasal 262 ayat 1 Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang tempat Terbuka dan disaksikan oleh orang yang hadir, dimana kemudian berubah dan diatur dalam Peraturan Gubernur nomor 5 Tahun 2018 Pasal 30 ayat 1 hingga 3 yang menyatakan bahwa :

"Ayat 1 : Tidak Boleh dihadiri oleh anak-anak dibawah usia 18 tahun, Ayat 3: Tempat terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertempat pada lembaga permasyarakatan/Rutan/cabang rutan."

Dalam Klasifikasi jarimah-jarimah yang dikenakan sanksi berupa Hukuman Cambuk yakni, Khamar, Zina, Qazaf, Maisir, Khalwat, Ikhtilaf, Liwat, Musahaqah, Pelecehan Seksual, serta Pemerkosaan. Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang hukumannya berupa hukuman cambuk sesuai dengan ketentuan Hukum Pidana Islam.

Terdapat berbagai pendapat para ulama mengenai Hukuman Cambuk, baik itu dari segi pelaksanaannya, maupun dari segi-segi lainnya yang berhubungan dengan hukuman cambuk di Indonesia, Berikut beberapa pendapat dari para ulama yang sudah penulis rangkum sedemikian rupa :

  • Tgk. Hasanoel Basri

Tgk. Hasanoel Basri yang lebih dikenal oleh kalangan masyarakat Aceh dengan nama Abu Mudi, berpendapat bahwa beliau lebih setuju dengan hukuman cambuk yang dilakukan di tempat umum seperti dahulu kala sebelum berlakunyan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2018. 

Menurut Beliau keterbukaan akan pelaksanaan Hukuman cambuk lebih mempermudah masyarakat umum dalam mengaksesnya, tidak seperti apabila dilaksanakan di dalam penjara yang kemudian menyebabkan masyarakat kesulitan dalam mengakses hukuman tersebut. 

Yang pada dasarnya Hukuman cambuk bukan memberi efek kepada pelaku saja, melainkan menjadi suatu pembelajaran penting untuk masyarakat serta menjadi pengingat kepada masyarakat agar menjauhi larangan-larangan syariat Islam yang berdampak buruk pada lingkungan sekitar.

  • Hanafiah

Kalangan Hanafiah menyebutkan bahwa hukuman cambuk harus dilakukan di tengah-tengah manusia , berdasarkan pada surat An-nur ayat 2: "Hendaklah Pencambukan itu disaksikan oleh sekelompok (taifah) orang mukmin," Beliau berpendapat bahwa tujuan dari pelaksanaan hukuman cambuk supaya individu lainnya tidak melakukan hal yang sama. Pelaksanaa hukuman cambuk harus dihadiri banyak orang sekurang-kurangnya yakni 4 orang.

  • Ibnu Abbas

Dalam Pelaksanaan Hukuman Cambuk, dilarang melaksanakannya di dalam Masjid karena bisa saja darah mengalir dari punggungnya yang kemudian menjadikan masjid tersebut kotor dengan najis. Larangan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan masjid.

Demikian paparan pendapat ulama tentang tata cara atau aturan dalam pelaksanaan hukuman cambuk. Dalam pelaksanaannya terdapat aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dalam melaksanakannya.

Tidak boleh adanya unsur menduga-duga yang mana semua aturan terkait hukuman cambuk sudah dicantumkan dari firman Allah Swt secara langsung maupun dari Hadist-hadist yang ada. Hukuman cambuk tidak hanya bertujuan untuk menghukum pelaku-pelaku kejahatan syariat Islam saja, tetapi juga ditujukan untuk masyarakat umum agar tidak menyontoh perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kejahatan syariat Islam tersebut.

Efek Yang Ditimbulkan Oleh Hukuman Cambuk Terhadap Pelaku

Hukuman cambuk ialah salah satu bentuk hukuman secara fisik yang diajarkan oleh syariat Islam dalam memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana. Hukuman cambuk diberikan supaya menimbulkan suatu kesan jera terhadap pelaku tindak pidana yang dengan maksud lain juga memberi peringatan terhadap orang lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa yang dilakukan oleh pelaku. 

Umat Islam meyakini bahwa hukuman di dunia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hukuman yang akan diterima di akhirat. Pada perkembangan zaman yang sedemikian maju serta kemajuan teknologi yang sangat pesat menjadikan kalangan muda mudi di Indonesia tidak kenal batasan satu sama lain yang menjadikan tindakan zina seperti bukan layaknya tindakan dosa. 

Dengan implementasi dari hukuman cambuk yang dilakukan di provinsi Aceh, terbukti dapat menekan angka perbuatan zina dari pada daerah-daerah yang lain. Hal tersebut menunjukkan efektivitas dari hukuman cambuk dalam mengandalikan akhlak generasi muda serta dalam mengedukasi masyarakat secara langsung.

Dengan adanya hukuman cambuk yang dipergunakan sebagai hukuman bagi pelaku tindak kejahatan di Aceh, selain berhasil menimbulkan efek jera kepada si Pelaku juga memberi edukasi sosial dari masyarakat. Karena setelah mendapat hukuman para pelaku akan diasingkan oleh kalangan masyarakat yang merupakan bentuk sanksi dari norma sosial yang berlaku. 

Hal tersebut pasti menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi para pelaku serta memberi edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda yang saat ini sedang berada dalam kemajuan teknologi yang pesat. 

Masuknya budaya-budaya barat yang menjadikan generasi muda terlena akan kehadirannya, yang membuat hilangnya rasa malu. Tentu dalam pelaksanaan hukuman cambuk ini membuat rasa malu dari para genarasi muda menjadi lebih baik, karena adanya dampak kepada si pelanggar syariat yakni sanksi sosial berupa dikucilkan dari masyarakat. 

Dengan harapan rasa malu tetap terjaga antara laki-laki dengan perempuan. Kesadaran dalam bertingkah laku serta kesadaran dalam bergaul yang menjadikan kunci utama terjaganya akhlak dari para generasi muda ini. Dengan dipasangkannya Hukuman cambuk yang menjadi pengingat utama diharapkan persentase terjadinya tindak kejahatan menjadi menurun drastis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun