Kondisi ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1. Seharusnya kewenangan penuh ada di Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jendral Perhubungan Udara dibawah Direktur Angkutan Udara.
2. Dengan pembentukan Satgas membuat pihak yang mengambil Keputusan tersebut akan semakin "gemuk" yang berakibat proses pengambilan keputusan akan lebih panjang dan akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini sepertinya terbukti dari pernyataan Menteri Pariwisata Bapak Sandiaga Uno yang mengatakan baru-baru ini bahwa menargetkan harga tiket pesawat turun sebelum berakhirnya kepemimpinan Bapak Joko Widodo pada bulan Oktober (berarti kurang lebih 4 bulan untuk menuntaskan masalah ini). Apakah memang sepelik itukah masalahnya sehingga membutuhkan waktu kurang lebih 4 bulan dengan melibatkan banyak pihak?
3. Keterlibatan banyak pihak akan membuat kompleksitas tersendiri karena bukan tidak mungkin setiap pihak akan mempunyai sudut pandang yang berbeda dan dengan agendanya masing-masing.
4. Dan yang jelas bahwa keberadaan Satgas ini akan membutuhkan anggaran tambahan lagi, untuk sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu karena sudah ada yang seharusnya bertanggung jawab dibidang ini.
Diluar hal tersebut diatas, pertanyaan baru muncul. Mengapa urusan tiket pesawat yang mahal ini sepertinya inisiatif dari Kementrian Pariwisata? Mengapa Kementrian Perhubungan tidak angkat bicara, atau menginisasi dan mengambil inisiatif untuk mencari solusi terhadap masalah ini?Â
Salah satu solusi yang perlu untuk sangat dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan adalah membuka keran untuk maskapai asing khususnya yang berkonsep low cost carrier untuk beroperasi di rute "gemuk" domestik. Hal ini bisa menjadi solusi jitu agar persaingan yang lebih baik untuk penerbangan domestik. Tidak ada gunanya untuk memberlakukan proteksi untuk sektor ini apabila yang terjadi malah justru mencekik masyarakat dan tidak bisa memberikan kontribusi untuk pembangunan.
Sangatlah disayangkan bahwa keinginan Presiden Joko Widodo agar wisatawan Indonesia akan memprioritaskan kunjungan berwisata di Indonesia dulu dibandingkan keluar negeri sepertinya tidak terlalu didukung elemen elemen dibawahnya.
Bukittinggi, 20 Juli 2024
(Riza Novara -- pemilik hotel, pelaku pariwisata)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H