Kota-kota besar semakin semarak membangun gedung-gedung tinggi, yang lainnya membangun jalan layang, Jakarta dan Bandung sudah bicara kereta cepat sekelas Eropa, di Jawa ruas tol terus bertambah, mengantisipasi lonjakan Manusia yang datang menginvasi.
Jam 7 malam kehidupan di jalan-jalan Kota Bandung merona serupa bunga, di Kota Padang mahasiswa pendatang lalu lalang sampai larut malam.
Kota tumbuh pesat, sarjana berjubel, orang-orang pintar bicara tak ada henti di TV, tapi di kampung-kampung kecil, untuk se-ember air saja orang-orang harus mendaki naik turun bukit, berjalan berpuluh kilo.
Nasib naas, kita dihantui ketimpangan hidup yang tak kunjung lenyap. Krisis sumber daya manusiakah? Tentu jawabannya tidak, kita tidak miskin SDM kita memiliki potensi pemuda yang berlimpah, kalau tak percaya tengok saja UKM kita yang tumbuh pesat, pertumbuhan start up yang digawangi pemain-pemain yang baru lulus kuliahpun telah banyak menumbangkan usaha-usaha kaum tua.
Tengok hasil riset dari Pew Research Center. Di tahun 2015, lebih dari 35% penduduk Indonesia merupakan penduduk muda yang berusia 15--34 tahun, di daerah perkotaan seperti DKI Jakarta, penduduk mudanya bisa mencapai lebih dari 40%.
Maka jelas kita tida sedak krisis pemuda. Lantas kenapa? Sebab pemuda kita meng-invasi Kota.
Menurut Sensus Penduduk (SP) yang dilakukan BPS tahun 2010 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang tinggal di kota sudah mencapai 49.8 %, dan di prediksi akan makin banyak lagi di tahun-tahun  mendatang. Ditahun 2020 diproyeksikan jumlah penduduk perkotaan mencapai 56.7 % dan ditahun 2035 akan mencapai 66.6 %.
Orang-orang kampung ramai-ramai menginvasi kota, para sarjana siap berduel meski persaingan semakit ketat, lihatlah media yang setiap hari mempertontonkan eloknya hidup di kota, bagaimana kemewahan-kemewahan selebriti yang tidak penting sama sekali mereka ekspose sedemikian rupa, kota menjadi sebuah tambang emas. Maka dimana ada tambang disibu ada penambang.
Doktrin kolot
Kita masih terbelenggu doktrin kolot untuk menguasai. Siapa yang ingin menguasai Indonesia maka ia harus menguasai Jakarta (Kota). Itu salah satu doktrin yang sering kita dengar ketika mengikuti kelas-kelas bicara dengan kaum tua. Generasi jaman tua belum lepas dari doktrin itu, maka ramai-ramai pula mereka menyebarkan doktrin-doktrin itu ke setiap makluk yang berhubungan dengan mereka.