Mohon tunggu...
Riyanti Puspitaningrum
Riyanti Puspitaningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah seorang yang penuh semangat dan memiliki keinginan kuat untuk terus berkembang. Hobi saya bervariasi, mulai dari membaca buku, menulis, dan menyanyi. Saya selalu berusaha mencari cara untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bisa meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya, baik itu dalam bidang seni maupun teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

FOMO terhadap mental remaja

3 Januari 2025   12:50 Diperbarui: 3 Januari 2025   12:43 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Terjebak FOMO: Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Generasi Muda

 

Media sosial merupakan salah satu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, terutamanya di kalangan generasi muda. Platform-platform seperti Instagram, TikTok, Facebook, dan X memiliki cara yang mudah dan cepat dalam berkomunikasi, berinteraksi, berbagi pengalaman dan memperoleh informasi. Namun, di balik semua itu media sosial memiliki banyak dampak yang tidak bisa diabaikan. Terutamanya terhadap kesehatan mental seseorang.

Salah satunya adalah Fear of Missing Out (FOMO) atau rasa takut ketinggalan. FOMO adalah perasaan cemas atau khawatir ketika seseorang merasa dirinya tertinggal atau tidak ikut serta dalam hal-hal yang sedang terjadi, seperti acara, pengalaman, atau pencapaian yang dibagikan oleh orang lain di media sosial. Ketika kita melihat teman-teman atau orang-orang di sekitar kita merayakan momen bahagia, mendapatkan penghargaan, atau menjalani gaya hidup yang tampaknya sempurna, perasaan tidak cukup baik atau tertinggal bisa muncul. Pada akhirnya, FOMO ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi generasi muda yang masih berada dalam tahap pembentukan identitas dan perkembangan emosional.

Media sosial memfasilitasi budaya berbagi dan konsumsi visual yang sangat masif. Pengguna bisa dengan mudah melihat kehidupan orang lain melalui foto-foto dan video yang sering kali menunjukkan momen terbaik dalam hidup mereka. Namun, banyak dari konten ini yang dimanipulasi atau diseleksi dengan sangat hati-hati untuk menciptakan citra kehidupan yang sempurna. Foto-foto liburan eksotis, pesta meriah, pencapaian karier yang mengesankan, dan tubuh ideal yang ditampilkan dalam feed media sosial sering kali tidak menggambarkan kenyataan sesungguhnya.

Hal ini berkontribusi dalam terbentuknya standar kecantikan dan kesuksesan yang tidak realistis. Generasi muda, yang mayoritas adalah pengguna aktif media sosial, merasa tertekan untuk mengikuti standar-standar ini. Ketika mereka tidak mampu mencapai atau meniru pencapaian orang lain, perasaan rendah diri dan kecemasan pun muncul. Hal ini menjadi pemicu utama FOMO. Perasaan ini diperburuk dengan algoritma media sosial yang cenderung memperlihatkan konten-konten yang memicu perbandingan sosial, meningkatkan rasa ketidakpuasan terhadap diri sendiri.

FOMO sering kali menyebabkan perasaan tidak puas terhadap kehidupan seseorang. Alih-alih merasa bahagia dengan pencapaian pribadi, banyak orang merasa terjebak dalam lingkaran perbandingan sosial yang terus-menerus. Mereka melihat teman-teman mereka yang pergi berlibur ke tempat-tempat indah, mendapat pekerjaan impian, atau bahkan hanya menikmati momen-momen kebersamaan yang tampak menyenankan. Di saat yang sama, mereka merasa terisolasi atau kurang berarti karena tidak bisa melakukan hal serupa.

Dampak dari FOMO ini sangat signifikan terhadap kesehatan mental. Generasi muda yang terpapar pada perasaan cemas dan ketidakpuasan ini berisiko mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri. Rasa cemas yang berlarut-larut akibat perasaan takut ketinggalan bisa memengaruhi kehidupan sosial dan akademis mereka. Alih-alih fokus pada pencapaian diri sendiri, mereka malah terus membandingkan diri dengan orang lain. Ini menambah tekanan emosional yang pada gilirannya bisa merusak keseimbangan psikologis mereka.

Keterikatan atau kecanduan media sosial adalah salah satu masalah yang semakin meningkat di kalangan generasi muda. Dalam banyak kasus, FOMO memicu pengguna untuk terus-menerus memeriksa pembaruan atau status orang lain di platform media sosial, bahkan ketika mereka tahu bahwa hal tersebut tidak memberi manfaat positif. Perasaan kecemasan dan ketidakpuasan ini bisa membuat mereka merasa terpaksa untuk selalu terhubung dan terlibat dalam percakapan atau peristiwa yang sedang terjadi.

Peningkatan waktu yang dihabiskan di media sosial berisiko menyebabkan penurunan kualitas interaksi sosial dalam kehidupan nyata. Dalam kondisi seperti ini, hubungan sosial yang sehat dan bermakna dengan keluarga dan teman-teman dapat terabaikan, digantikan dengan hubungan yang dangkal dan berfokus pada validasi dari orang-orang di dunia maya. Keterikatan yang berlebihan dengan media sosial juga dapat menyebabkan gangguan tidur, stres, dan ketergantungan pada perhatian eksternal untuk merasa dihargai.

Meskipun dampak negatif dari FOMO dan media sosial terhadap kesehatan mental sangat besar, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi atau bahkan menghindarinya. Generasi muda perlu diberi pemahaman bahwa media sosial bukanlah cerminan dari kenyataan sepenuhnya. Foto dan video yang kita lihat di platform media sosial sering kali hanyalah seleksi dari momen-momen terbaik, sementara kesulitan, kegagalan, dan tantangan hidup tidak selalu ditampilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun