Mencermati langkah Partai Golkar dan Demokrat menjelang pilpres tahun ini menyisakan pertanyaan kemana sebenarnya arah koalisi dari kedua partai tersebut. Berbagai spekulasi telah dimunculkan yang dimulai dari saling kunjung antara Prabowo dan Ical dan menggiring kepada opini publik bahwa kedua tokoh tersebut akan berkoalisi dengan mengusung Ical sebagai cawapresnya Prabowo.
Namun, tak lama setelah itu SBY dalam tayangan youtubenya mengeluarkan pernyataan bahwa dia tidak akan mendukung  capres yang dalam kampanyenya berjanji akan nasionalisasi aset perusahaan asing dan mengembalikan konstitusi negara ke UUD 1945 sebelum amandemen. Publik paham yang dimaksudkan SBY adalah Prabowo.
Kejutan selanjutnya adalah merapatnya Golkar ke PDI-P di Bali yang disimbolkan dengan pertemuan antara Jokowi dan Ical di Pasar Gembrong, Jakarta. Kembali publik digiring kepada opini bahwa koalisi Golkar dan PDI-P telah terbentuk sebagai tindak balas Ical atas penghianatan Prabowo yang lebih memilih Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.
Akhir dari episode ini adalah deklarasi PDI-P, Nasdem dan PKB untuk mendukung pencapresan Jokowi yang di saat bersamaan Ical sowan ke SBY bagi menjajaki terbentuknya poros baru dengan mengusung Sultan HB X dan Pramono Edhie Wibowo sebagai capres dan cawapres.
Alur episode yang penuh kejutan tersebut menghantarkan kepada kesimpulan bahwa skenario busuk telah dirancang SBY dan Ical untuk menumbangkan Jokowi bagi memuluskan jalannya Poros Golkar-Demokrat. SBY sengaja mengulur waktu terkait rencana pembentukan poros baru dengan alasan menunggu hasil konvensi sedangkan Ical menunggu hasil rapimnas Golkar pada Jumat mendatang (16/5/2014). Dengan mengulur waktu, memungkinkan mereka untuk melancarkan skenario busuk tersebut, yaitu:
1. Merapatnya Prabowo-Ical adalah show of force bagi menekan Jokowi. Terbukti Amien Rais (pengikut setia SBY) telah merancang Hatta Rajasa untuk disandingkan dengan Prabowo melalui pembentukan poros tengah yang gagal, kemudian digantikan dengan poros Indonesia Raya yang juga gagal. Buat Amien Rais yang penting bukan Jokowi, maka disusunlah skenario busuk bersama SBY dengan berpura-pura menyandingkan Prabowo dan Ical.
2. Secara psikologis, Ical yang merasa dikhianati oleh Prabowo (setelah menetapkan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya) akan merapat ke Jokowi. Di saat bersamaan, Akbar Tanjung melobi Surya Paloh agar Jokowi memilih cawapresnya dari ketiga tokoh yang disodorkan partai Golkar yaitu JK, Akbar Tanjung dan Luhut Panjaitan.
3. Memang manis kelihatannya. Namun, apa yang terjadi di balik semua itu. Jokowi akan menjadi sasaran kritik dari pendukungnya karena bersedia koalisi transaksional yang selama ini ditentangnya. Bahkan, Golkar diyakini akan menurunkan elektabilitas Jokowi mengingat jejak rekamnya selama ini ditambah banyaknya kasus yang menimpa Ical.
4. Bukan hal yang mustahil, setelah berhasil menggembosi elektabilitas Jokowi, Golkar akan menarik dukungannya dari Jokowi dengan alasan hasil rapimnas yang memutuskan untuk bergabung ke dalam poros SBY yang mengusung Sultan HB X sebagai capresnya.
5. Tampilnya Sultan HB X akan semakin menggerogoti perolehan suara Jokowi sehingga tidak akan mampu menang satu putaran.
6. Pada putaran kedua, terlihat muka SBY-Ical yang sebenarnya yaitu akan bergabung kepada Prabowo-Hatta Rajasa. Di putaran kedua inilah, politik Amien Rais akan menunjukkan giginya yaitu terbentuknya poros Indonesia Raya yang dicita-citakannya selama ini bagi memenangkan Prabowo-Hatta Rajasa.