Sejak diluncurkan beberapa bulan lalu, antusias masyarakat menggunakan Grab Wheels (GW) cukup tinggi. Ini dibuktikan dengan antrian yang mengular disetiap lokasi yang menyediakan GW.Â
Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang rela antri untuk menunggu giliran menggunakan otoped listrik ini. Tentunya dengan regulasi cara peminjaman yang ada.
Namun, hadirnya GW di Indonesia, Jakarta pada khususnya bukanlah tanpa masalah. Minggu 11 November 2019 dini hari, dua orang penggunanya tewas tertabrak di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Menurut keterangan salah satu kerabat korban, keduanya meregang nyawa lantaran ditabrak mobil sedan dari arah belakang.
Masalah lain yang sedang dihadapi perusahaan Grab saat ini adalah hilangnya ribuan helm GW yang sebelumnya disediakan untuk keselamatan pelanggan.
Melalui Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno mengatakan, dirinya meminta kepada masyarakat (pelanggan) untuk mengembalikan helm GW agar bisa digunakan oleh pelanggan lain. Â Meski tidak merinci, Tri mengatakan bahwa diawal launching pihak Grab telah menyediakan ribuan helm.
"Permintaan kami pada masyarakat, tolong helmnya dikembalikan, bisa dipakai sama yang lain," ujarnya di Jakarta, Senin 18 November 2019. (Vivanews.com)
Saya coba mengecek harga helm otoped yang tersedia di tokopedia. Harganya bervariasi mulai dari Rp100.000 sampai Rp350.000. Itu artinya, jika grab menyediakan seribu helm GW maka sedikitnya grab menanggung rugi sekitar Rp100.000.000. Catat, kerugian hanya untuk helm saja.
Sontak berita ini mendapat respons negatif dari masyarakat yang tergambar dari komentar warganet disetiap portal yang memuat berita kehilangan ini. Komentarnya hampir beragam, mereka menyayangkan sikap pengguna yang sejatinya belum siap diajak kerjasama, lantaran tidak ada kesadaran untuk saling menjaga barang yang bukan miliknya.
Tidak hanya itu, bahkan tidak sedikit warganet yang dengan tegas mengatakan bahwa pengguna bermental maling. Ribuan helm yang hilang hanya dalam waktu yang relatif singkat menjadi catatan miris dan preseden buruk bagi dunia investasi.
Maling dalam KBBI memiliki arti; orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi. Tanpa terkecuali apapun dan berapapun nominal yang ia ambil, jika itu dilakukan sembunyi-sembunyi maka ia adalah maling.
Setiap hari kita mendengar kampanye anti-korupsi yang ditujukan kepada para elite pemangku kebijakan di simpul-simpul kekuasaan. Harapannya, agar mereka ingat bahwa amanah yang diemban harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk memperkaya diri sendiri, apalagi golongan dan partai politik tempat ia bernaung.
Namun di sisi lain, masyarakat dalam hal ini pengguna GW gagal menjadi contoh yang baik kepada orang lain untuk mengembalikan fasilitas yang ia sewa. Ini bukan soal nominal, tapi integritas masyarakat kita yang masih rapuh.
Bagaimana bisa kita berharap para elite mampu menjaga amanahnya dengan baik. jika dalam ruang lingkup terkecil yakni setiap individu manusianya saja masih belum bisa menjadi contoh yang baik dengan tidak menjadi maling.Â
Kita tidak perlu berkelit dengan retorika "bahwa kejahatan ada karena ada kesempatan, ini bisa terjadi karena sistem dan aplikasi yang diterapkan tidak bisa mendeteksi helm yang digunakan pengguna dst." Ini bukan soal kesempatan, tapi soal penyakit akut yakni rendahnya kejujuran dan kesadaran masyarakat kita.
Ironinya lagi, itu semua terjadi di Ibukota Jakarta yang merupakan representasi dari masyarakat modern yang ada di Indonesia. Sebagai ibukota, seharusnya warga Jakarta bisa menjadi contoh yang baik agar investor bersedia melirik daerah lain untuk mengembangkan bisnisnya.
"Kalau Jakarta saja seperti ini, bagaimana dengan daerah lain yang tingkat pendidikan dan kesejahteraannya lebih rendah?" Mungkin itu, gumam para investor melihat apa yang terjadi pada hilangnya ribuan helm Grab Wheels.
Sejatinya, suatu hal besar dimulai dari yang terkecil. Kebiasaan hidup seseorang akan menjadi pola yang akan membentuk karakteristik pribadinya.
Ini adalah PR kita bersama, wibawa suatu bangsa akan terbangun dari komitmen tinggi setiap individunya. Jangan berharap dan bermimpi, bangsa ini akan besar dan mampu bersaing dengan negara maju di belahan dunia lain, jika tidak dimulai dari memperbaiki diri kita sendiri.
Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H