1998,… detik – detik rezim sang jendral besar dipertaruhkan
Runtuhkannya dengan gelombang kemarahan
Meski kemarahan terhadap apa, tak seorangpun tuntas beri penjelasan
Ibu kota jadi rimba raya gelombang ketakpuasan
Tanah retak, gedung-rumah, dan pertokoan dibakar diluluh-lantakkan
Ragam macam slogan dilahirkan dimuntahkan
Kengerian, kehancuran, kekerasan : layaknya hiburan akhir pekan
Desa – desa tak tau duduk persoalan
Simbah – simbah tak berkedip atas tontonan kebengisan
Sungguh harga tak terkira bagi sebuah keberangkatan
1998,… istana Negara dan senayan diamankan
Satu trisakti dua semanggi mendapat catatan
Akhirnya sang jendral besar perkenankan kekuasaan
Sang wakil serta triumvirat tak tertata, terlewatkan
Naiklah bung habiebie lanjutkan kemudi perjalanan
Oleh legitimasi terpaksakan, oleh legalitas diproblemkan
Penegakan HAM, berantas korupsi, supremasi hukum, dan ketentaraan
Parpol – parpol ditertibkan didisiplinkan
Biro – biro krasi ditata ulang atas ragam kepentingan
Tabiat kesewenangan kekuasaan dijinak-haluskan
Yudikatif mendapat jatah rumah kekuasaan, meski sedemikian perlahan
Angin segar bagi segumpal harapan
Hari ini kusaksikan dengan terang
Harga tak terkira dari sebuah keberangkatan
Belum dapat terbayarkan, sebab naiki kapal tak bertuan
Kerap dihantam gelombang ketakpastian
Atas tujuan perjalanan yang tak tertetapkan
Bagaimana nasib perjalanan dilanjutkan
Padahal berdasar atas ketakwarasan
Hari ini dengan terang kusaksikan
Jiwa bangsaku Tak Kunjung Nol dari usang lampau peradaban
Yang sedemikian ditanam-tancapkan sang jendral besar
Bagaimana kembali lanjutkan perjalanan
Atas tahun – tahun yang penuh kejutan
Tangerang, Mei 2006
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H