ANALITIKA TEMATIK
ESTETIS
_________
Riyadhus Shalihin
B.TEMA / PIKIRAN NASKAH
Dalam naskah ini tematika kritik sosial adalah kekuatan utama yang menjadikan suatu kritisitas parodikal satir atas kebodohan pemerintah yang serba inventif, sporadik dan diktatif. mengganyang desa – desa hanya demi pembangunan publik dan kelancaran pertumbuhan / penyebaran mahkluk hidup ( manusia ) . Namun pada waktu bersamaan naskah ini tidak hanya serius menggeluti persoalan akan sosial saja, Saini dengan cerdas mengkombinasikan beratnya tematik sosial bersama keanehan – keanehan hidup seputar kemunafikan, absurditas dan satiritas akan masyarakat drama yang sok intelektual.
C. SINOPSIS
1. JALAN CERITA
Pada adegan – adegan awal lakon ini menggambarkan nuansa satir yang sinis dan parodikal, dengan term utama mengenai unsur – unsur keputus asaan manusia akan ledakan transmigrasi di era orde baru. Disebutkan dua orang tokoh yang akhirnya terdampar di tengah suasana metropolitan yang rigid, keras dan cenderung anti sosial. di sana mereka meratapi akan keputusan mereka untuk meninggalkan desa di mana mereka tinggal dahulu, hingga mereka mesti memboyong bayi kecilnya yang baru saja lahir untuk dibawa pergi ke kota meski mereka tidak membawa sedikitpun perbekalan untuk menghadapi kerasnya kehidupan di kota.
Di sana ( kota ) mereka bertemu dengan kenyataan – kenyataan metropolis yang memang tidak mudah untuk diadaptasikan, terutama sekali karena mereka tidak mempunyai biaya hidup. Akhirnya datanglah sekawanan begundal – begundal yang hobi mendengarkan musik keras berulang kali hadir dan menimbulkan ketakutan bagi mereka, kemudian tukang – tukang sampah yang memiliki karakteristik berbeda - beda, dan kemudian juga bertambah semarak dengan kehadiran – kehadiran mahkluk – mahkluk adifisik / metafisik.
Saini begitu pintar membuat kecemasan – kecemasan dan ketegangan yang hadir namun tidak secara seriusmeneror. intensifitas itu datang dengan kemajemukan idea – idea. Pada suatu saat ketika 2 orang kampung ini tertidur, sekonyong – konyong datanglah para tukang sampah dan mengambil bayi mereka yang memang telihat seperti semacam keresek sampah. Ketika sindiran akan persoalan kehidupan itulah satiritas parodik dari lakon berjalan, dan dari kebernasan seorang Saini KM kecemasan – kecemasan kemanusiaan terlihat menjadi begitu sopan dan lembut bertutur, tidak keras dan juga demonstratif. Akhirnya bayi tersebut itu pun menjadi semacam pergunjingan sia – sia tiada akhir dari harapan – harapan manusia, pasangan tersebut hanya memiliki bayi tersebut sebagai satu – satunya penyemangat perjalanan kehidupan mereka, lalu ketika kemudian bayi tersebut menghilang lantas apa lagi yang mesti mereka pertahankan, uang tidak ada, tempat tinggal tidak punya apalagi pekerjaan. Tak lama mereka pun mencari berbagai cara untuk segera mati, tentu saja dengan cara bunuh diri, namun setelahberbagai cara dilakukan akhirnya mereka menemukan pisau yang ketika ditusukkan ternyata adalah pisau palsu / pisau mainan, di akhir kemalangan yang bertubi – tubi akhirnya merekapun begitu marah terhadap tuhan, mereka mengutuk tuhan yang begitu menyengsarakan hidup mereka hingga ketika akan bunuh diri pun mereka tetap dipersulit,
seakan menjawab doa mereka lantas datanglah segerombolan pemuda yang mencari pisau untuk demonstrasi, mereka datang menggebuki pasangan malang tersebut, mereka mengira pasangan itu adalah 2 gembel yang telah mencuri pisau untuk dijual, dikeroyoki lah mereka hingga tewas seperti apa yang mereka harapkan.
Kemudian hadirlah tukang sampah datang memperdebatkan bayi yang berada di tangan mereka, lantas menyeruak nuansa absurd yang diwakilkan oleh Roh dari dua manusia yang tadi mati tersebut, mereka bergunjing mengenai apakah yang mesti dilakukan kepada bayi tersebut. Hingga akhirnya datanglah malaikat, roh ulama – ulama dari berbagai agama yang ternyata juga suasana ini semakin bertambah absurd karena mereka sendiri adalah bukanlah roh – roh malaikat sebenarnya, ternyata mereka adalah roh dari aktor teater modern yang minum racun karena terlalu “ nyeni “, juga aktor teater rakyat yang tergantung mati karena kesalahan keamanan property pentas . Ketika suasana bertambah panik periodakalisasi ini semakin satir karena apa yang menjadi essensi dari proses menentukan nasib bayi yang sesungguhnya lebih vital tidak mereka dahulukan, bayi tersebut tetap saja tidak mereka perhatikan, alih - alih mereka malah memperdebatkan aliran – aliran drama. Corak teater yang sedang berkembang paad saat itu yaitu , drama absurd. di sana mereka berdebat mengenai di mana tokoh realis atau tokoh drama absurd yang mereka terus pertahankan dan bela kebenarannya, tentu saja mereka pun menyinggung salah satu tokoh drama Absurd yaitu Samuel Beckett dengan naskah absurdnya yang paling terkenal yaitu “ Menunggu Godot ” dan apabila dikontekskan dengan naskah Saini maka “ Godot “ di sini seakan tidak mau di sama ratakan, tidak mau diserupakan dengan Godot nya eropa, atau semacam interupsi timur ( Indonesia ) terhadap absurditas logis eropa yang memang dalam tataran akedemis modern sendiri pun teater kita belum mampu menjamahnya secara optimal. Hingga akhrnya mereka sia – sia saja meributkan hal – hal yang amat Absurd , hal - hal yang berbau “ Godot “.
Namun pada akhirnya di saat Tukang sampah saling berkelahi mengenai nasib bayi tersebut, berbicaralah seorang Tukang Sampah yang sedari awal memang paling skeptis dan menyarankan agar dibunuh saja bayi tersebut, lantas saat kecerahan dari peliknya problem dua pasangan yang mati tersebut kemudian seakan tersadarkan dia pun menyanggupi untuk memelihara dan merawat bayi itu. Namun para tukang sampah yang tampak arif dan berkata bijak ternyata tidak menyanggupi dan malah enggan untuk memelihara bayi. akhirnya kemunafikan tersebut pun coba dikuak oleh Saini KM, dimana hipokrisi telah mewabah menjadi tipikalitas patologi psikis masyarakat indonesia pada saat ini.
Akhirnya roh pasanagan itu pun dapat dengan tenang berpulang dengan damai, sementara para tukang sampah kembali ke tempat tinggalnya setelah menemukan jati dirinya masing masing dan kedua mayat yang belum sempat dipindahkan tersebut pun ditemukan oleh Polisi, dan “ Godot “ yang coba di “ absurd – absurd “ itu pun tenyata memang tidak ada.
2.PLOT NASKAH
Plot yang hadir dalam naskah ini menggunakan Plot yang sangat Aristotelian. dengan hadirnya prolog masalah, resolusi, klimaks hingga akhirnya kemudian konklusi lah yang memberitahukan akan jalan utama pikiran naskah. meski tidak terlalu meledak – ledak dan tidak dengan ke “ epik “ an yang cepat juga liar, namun naskah yang ber plot Aristotelian ini dapat dengan mudah kita analogikan sebagai plot resmi dari umumnya drama – drama realis, namun yang menjadi menarik di sini adalah meskipun begitu aristoliannya lakon ini ternyata suasana – suasana yang diciptakan Saini penuh dengan “ keanehan – keanehan “ yang bertendensi “ absurd “, namun tetap menjaga kita dalam kenikmatan struktural realisme yang mengasyikan, hingga akhirnya ke “ absurd “ itu terlesap menjadi busana – busana cerita yang berwarna, renyah tanpa harus terjebak menjadi visual pentas yang menakutkan, penuh kerut fikir atau semacam pembesaran teatrikal yang mengerikan.
3. ALUR
Alur yang hadir dalam naskah ini berjalan linier sirkulatif, dan tetap bertahap dari satu adegan ke adegan berikutnya. secara positif amat berkesinambungan hingga akhirnya perlahan – lahan ditemukan inti per inti dari setiap masalah mulai dari adegan awal hingga adegan akhir.
4.KONTEKSTUALITAS NASKAH
Persoalan tranmigrasi yang hadir menjadi sentral episteme memang sudah mulai menjadi kajian yang usang dan tidak menarik lagi untuk berada dalam sebuah ruang diskursif, meskipun ternyata permasalahan mengenai ke “ terlantung “ an masyarakat urban masih terus mengakar kuat di kota kota besar seluruh Indonesia. para masyarakat yang sudah di “ usir formal ” dari desanya kemudian tidak betah berada di tempat tinggal “ formal keduanya “ , yang pada akhirnya memutuskan untuk menggeluti nasib di ibu kota, adalah salah satu penyebab utama mengapapengangguran di kota kota besar semakin membludak dan tingkat masyarakat miskin di ibu kota tidak pernah terperhatikan oleh pemerintah.
Dan juga persoalan tidak adanya Kartu Tanda Penduduk hingga tidak adanya tempat tinggal pun ikut membuat strata kultur yang semakin timpang tindih. dan Naskah ini dengan sempurna menjangkau frgmen - fragmen ketimpangan ekonomikal indonesia dari dulu hingga saat ini. suasana - suasana ambang ketuhanan yang ada di diri manusia, hingga persoalan – persoalan “ sok absurd “, menjangkau sesuatu yang amat jauh namun problema yang paling elementer sendiri tidak dihiraukan. tematik filsafat absurditas / eksistensialis yang coba kita diskusikan seolah – olah kita sudah yang paling institutif, padahal persoalan kemiskinan di sekitar pun belum terselesaikan. akhirnya inilah yang mengkristalisasikan betapa “ estetis “ nya sindiran - sindiran halus dari Saini yang amat konteks dengan perilaku humanika masyarakat indonesia pada saat ini, di samping juga tema – tema kemunafikan yang diwakilkan oleh dialog – dialog dari para Tukang sampah. Maka alur kontekstualitas tersebut saya kira akan mampu disampaikan dengan sangat bernas, tentu dengan beberapa tafsir aksentual dan komposisi redaksional yang nantinya menjadikan lakon ini semakin dekat dengan akar permasalahan manusia indonesia beserta sekelumit konflik di dalamnya.
D. PEMAIN
1. JUMLAH PEMAIN
32 PEMAIN
2. PARA PEMAIN
SUAMI ( ROH SUAMI )
ISTRI ( ROH ISTRI )
TUKANG SAMPAH 1 – 3
SI BERSAYAP
SISWA – SISWA KARATE
SISWA SEKOLAH
SI KACAMATA
ROH ULAMA ISLAM
ROH ULAMA KATOLIK
ROH ULAMA BUDHHA
ROH ULAMA HINDU
ROH ULAMA KRISTEN
2 ORANG POLISI
PARA HANSIP
PERAWAT
3. DESKRIPSI KARAKTER
SUAMI ( ROH SUAMI )
Seseorang yang memiliki laku psikis santun, sabar dan “ nrimo “ dalam kesusahan – kesusahan yang dia dapatkan dalam hidupnya. Namun pada saat adegan dimana dia kehilangan anaknya maka perilaku persuasi itu menjadi berubah kontras. Dirinya menjadi tidak terkontrol lalu dia berubah menjadi penghujat bahkan penghina tuhan, namun di saat ketika dirina sudah menjadi roh , maka laku bijak nya tersebut kembali hadir dalam surrealitas peran yang mewadag.
ISTRI ( ROH ISTRI )
Seseorang yang memiliki laku impresif, agresif sekaligus antipati. Cenderung menghina keadaan dan selalu ingin kembali kepada masa lalu serta enggan menjalani masa yang akan datang. Satu – satunya kebahagiaan yang dia miliki adalah bayi semata wayangnya namun ketika bayi tersebut hilang maka meledaklah segala ketahanan rasa dan kekesalannya selama ini, kepada keadaan, lingkungan, ekonomi, nasib bahkan kepada tuhannya.
TUKANG SAMPAH 1
Seorang tukang sampah yang cenderung menjadi penengah bagi kontra dialektis yang sering terjadi antara tukang sampah 1 dan tukang sampah 2, dirinya lah yang mencoba meredakan kedua tukang sampah yang selalu mempertahankan kontra argumentative nya masing – masing.
TUKANG SAMPAH 2
Seorang tukang sampah yang mengagung – agungkan kearifan serta kashalehan batin dengan menjaga norma – norma agama maupun sosiokultur masyarakat, namun ternyata itu semua hanyalah penopengan dari laku hipokrit otentiknya.
TUKANG SAMPAH 3
Seorang tukang sampah yang skeptis terhadap penderitaan – penderitaan sosial yang berada di sekitar dirinya, cederung tidak mau peduli dan enggan turut campur mengenai urusan – urusan orang lain apalagi yang membuat susah dan memberikan kesulitan bagi dirinya. Namun dalam adegan – adegan terakhir terungkaplah bawasanya ada suatu penyebab traumatik yang menyebababkan dirinya menjadi manusia yang berlaku skeptis seperti itu, namun ketika ada kejelasan problematik yang mencerahkan nurani nya maka lambat laun justru dialah yang mengambil inisiatif pertama untuk merawat dan menjaga bayi itu. Tukang sampah 2 yang selalu berkoar – koar mengenai kebajikan malah kabur dan tidak mau menerima tugas untuk menjaga bayi tersebut
SI BERSAYAP
Seorang roh yang disangka sebagai malaikat sebenar – benarnya, padahal dalam beberapa penjelasan dialog berikutnya kita akan mengetahui bahwa dia hanyalah seorang roh gentayangan dari pemain sandiwara tradisional yang mati akibat kesalahan property pentas hingga menggantungya sampai tewas.
SISWA – SISWA KARATE
Para siswa pelatihan karate , tipikal mayarakat kota yang adaptif, keras dan juga semena – mena terhadap keadaan di sekitarnya.
SISWA SEKOLAH
Para siswa kota yang cenderung anti tata karma, individual dan sangat temperamen mudah menyulut kerusuhan apabila ada isu ataupun kabar angin.
SI KACAMATA
Seorang roh yang terlihat seperti pendeta dan malaikat suci, padahal dirinya adalah seorang mahasiswa akademi drama tingkat akhir yang mati tewas bunuh diri akibat menelan obat nyamuk satu blek, demi tujuan eksistensi ataupun semacam euphoria estetikalitas.
ROH ULAMA ISLAM - ROH ULAMA KATOLIK - ROH ULAMA BUDHHA - ROH ULAMA HINDU - ROH ULAMA KRISTEN
Para abdi agama dari wakil agama yang semasa hidupnya saling bertengkar dan membenarkan keutuhan dari agama masing – masing, padahal seharusnya mereka lah yang memberikan ketenagngan antar manusia yang saling berbeda agama, namun justru merekalah yang menitahkan dan memprovokasi pertikaian – pertikaian antar umat beragama, dan ketika mereka meninggal mereka tetap saja bertikai dan merasa bahwa masing masing dari mereka akn menemukan surga nya masing masing, namun justru mereka kehilangan arah dan sama – sama saling tersesat, dan “ ketersesatan “ tak berujung itulah yang akhirnya menyatukan mreka bersama – sama dalam ketololan dan ke “ sok “ benaran mereka.
2 ORANG POLISI - PARA HANSIP - PERAWAT
Adegan yang diwakilkan oleh mereka hanya sebentar saja, maka deskripsikal watak mereka saya simpulkan sebagai tipikal para pekerja yang standar dan berlaku normal dalam menjalankan profesi kesehariannya.
4. PEMILIHAN AKTOR
SUAMI ( ROH SUAMI )
ISTRI ( ROH ISTRI )
TUKANG SAMPAH 1 – 3
SI BERSAYAP
SISWA – SISWA KARATE
SISWA SEKOLAH
SI KACAMATA
ROH ULAMA ISLAM
ROH ULAMA KATOLIK
ROH ULAMA BUDHHA
ROH ULAMA HINDU
ROH ULAMA KRISTEN
2 ORANG POLISI
PARA HANSIP
PERAWAT
E. ARTISTIK
1. TATA PENTAS
Set yang akan saya coba telaah dari tematik perupaan panggung naskah ini adalah kontrasitas rupa antara mapannya suasana gemerlap perkotaan dengan elemen kumuh gudang – gudang bekas dan marjinalitas sisi miskin sebuah kota yang besar.
Sedangkan untuk realitas nya saya akan menggunakan Dewi Asri sebagai panggung pertunjukan. dengan konsepsi tapal kudanya maka akan terbentuk suatu kerumitan perupaan pentas dengan tingkat ukuran ruang yang lebih keciljuga jarak estetik antara pemain dan penontn yang lebih intim jug dekat. Maka saya akan menerapkan site installation yang tidak terlalu “ realis “ namun cenderung bersifat fragmentatif antara kondisi ruang ruangnya.
Di belakang panggung maka saya akan memasang backdrop kain putih yang memanjang ke samping hingga menutupi sedikit bagian kursi penonton sebelah kiri dan sebelah kanan, layar panggung tersebut akan saya tembak dengan visual gedung – gedung tinggi perkotaan yang tinggi, restoran – restoran lalu lintas, seluruhnya akan terlihat seperti gegap gempita kesuksesan kota yang menggiurkan dan menjanjikan masa depan. Sedang untuk panggung utama maka saya akan menempatkan beberapa botol – botol bir bekas, kotak – kotak buah bekas yang berjatuhan saling berserak dengan buah – buahan busuk di sekitarnya.
Tong sampah, saling berjatuhan menyebabkan bau busuk yang tidak terkira. tumpang tindih berserakan sampah – sampah di areal tengah – tengah panggung
Sedangkan untuk ruang eksperimentasi pribadi, saya akan membuat tempat duduk penonton, sebelah kiri dan juga sebelah kanan sebagai “ panggung “ juga, meskipun hany sedikit sekali9 yang saya tempatkan, di sebelah kanan kursi penonton menjorok ke belakang mendekati backdrop kain putih maka saya akan menempatkan sebuah kontruksi gudang yang kumuh dan juga kusam, dengan kayu – kayu bekas yang saling trumpah tindih terpaku acak – acak, di sekitarnya pasir – pasir mengitari hingga kursi penonton dan jatuh ke areal tengah panggung, di tengah tengahnya ban – ban bekas terbakar, drum – drum besi berisi sampah terbakar, dan beberapa pot bunga yang kusam terbelah dan terpecah.
Di bagian sebelah kiri saya memasang semacam pegangan tangga untuk menuruni mall ataupun gedung – gedung namun pegangan yang ditaruh di tengah kursi penonton tidak akan menggangu apalgi menyesaki penonton , itu hanyalah aksentuasi adegan dan juga penegas dari eksplorasi ruang kota agar lebih meruang dan menjadi.
2. TATA BUSANA & TATA PROPERTY KARAKTER
SUAMI
Baju Swan yang sudah lusuh, kucel dan sobek - sobek
Celana setengah tiang / sontog
Buntelan batik / sarung
Peci lusuh
Sendal Swallow yang sudah usang
Keresek – keresek berisi makanan khas desa
ROH SUAMI
Jas hitam
Kacamata hitam
Kemeja putih
Dasi meksiko warna merah
Celana kain warna hitam
Sepatu pantofel hitam
ISTRI
Daster lusuh
Selendang batik yang dibentuk menjadi buntelan bayi
Sendal Swallow yang sudah usang
Ciput kumal
ROH ISTRI
Daster putih putih
High heels warna perak / putih
Mahkota perak
Sarung tangan jaring – jaring
Jaring jaring untuk kepala
Kipas mewah
TUKANG SAMPAH 1 – 3
Cukil sampah
Gerobak sampah
Seragam petugas sampah berwarna kuning
Sepatu boot
Sapu nyere besar
Serokan sampah
Topi
SI BERSAYAP
Baju manset warna coklat muda
Sayap coklat
Ikat tradisi warna coklat
Celana kain belah
Sepatu aladdin
SISWA – SISWA KARATE
Seragam Karate jepang
SISWA SEKOLAH
Seragam SMA
SI KACAMATA
Kacamata bulat ala “ The Beatles “ dengan rantai menggantung.
Pipa roko ala detektif
Dasi Kupu – kupu warna hitam
Kemeja putih lengan panjang
Sabuk gantung
Celana kotak – kotak menggantung
Kaos kaki ( kondisional )
Sepatu pantofel hitam pendek
ROH ULAMA ISLAM
Gamis putih
Sorban
Iket Kepala
Sendal wiro sableng
ROH ULAMA KATOLIK
Mahkota pendeta vatikan
Jubah merah
Kalung Rosario
Kemeja putih panjang berampel
Sendal orang tua
ROH ULAMA KRISTEN
kemeja pendeta tangan panjang
selendang berlogo Rosario
kalung Rosario
ROH ULAMA BUDHHA
Kemeja putih tangan pendek
Ikat kepala berwarna putih
Rok putih panjang
Sandal ala pendekar
ROH ULAMA HINDU
Kain kuning panjang berenda motif hindu.
Kalung kayu berbiji biji besar.
Rok kuning ukuran panjang.
2 ORANG POLISI
Seragam Polisi, jaket kulit, pistol.
PARA HANSIP
Seragam hansip dengan membawa tongkat.
PERAWAT
Seragam suster satu stel, dengan topi suster dan sepatu pantofel.
3. TATA RIAS KARAKTER
SUAMI
Garis – garis kerut menuju tua dengan umur sekitar 40 an, rupa kumis standar pria dewasa, dan alis sedikit tebal, rias warna muka kucel seperti dihinggapi oleh debu knalpot dan asap kota , rambut kumal, lepek dan acak – acakan.
ROH SUAMI
Putih pucat, bibir putih, alis tebal, rambut klimis memakai gel / hairspray
ISTRI
Alis terangkat ke atas, bibir berwarna agak orange, aksen kerutan pada bagian dahi, hidung, bawah mata, dan pipi agak turun ke bawah, secara kasar mengambarkan watak pemarah, tidak sabar dan tidak mau menerima kenyataan
ROH ISTRI
Putih pucat, bibir putih, alis tebal, rambut klimis memakai gel / hairspray
TUKANG SAMPAH 1 – 3
Diberikan tampilan kusam pada muka, dan pada tampilan rambut terlihat acak – acakkan.
SI BERSAYAP
Diberikan warna pada wajah yang ketua – tuaan, dan ditambahkan penanda bahwa dia adalah malaikat.
SISWA – SISWA KARATE
Make Up Natural ala siswa karate
SISWA SEKOLAH
Make Up Natural standar anak SMA
SI KACAMATA
Bibir hitam, dengan menggunakan kumis tipis.
ROH ULAMA ISLAM
Garis kerutan tua pada bagian bawah hidung , pelopak mata, pipi yang agak menurun, dan dikuatkan dengan bagian jenggot yang sudah beruban
ROH ULAMA KATOLIK
Kerutan di wajah, alis dan sekitar bibir menandakan suatu cakap bahwa dia sudahlah sangat tua
ROH ULAMA BUDHHA
Alis dipetebal , alis mata dipanjangkan bulunya sehingga menimbulkan kesan matanya tertutupi oleh bulu mata. Hidungnya dibesarkan, rambut panjang dengan mode yang dibelah tengah dan pipinya turun ke bawah. Bibir yang agak berwarna hitam dan kerutan – kerutan di dahi.
ROH ULAMA HINDU
Rambut ikal dan panjang, kumis dan jenggot yang sangat panjang. Kerutan di bawah dahi dan mata yang sangat menggantung, mata yang agak sayu juga kehitam – hitaman.
ROH ULAMA KRISTEN
Kepala yang botak dengan masih ada sisa – sisa rambut di sisi kanan dan kiri telinga, alis yang tipis . kerutan – kerutan di bawah mata yang amat menggantung, kerutan di samping hidung dan bibir yang sangat sendu.
2 ORANG POLISI
Kumis tebal, memakai jambang, ditebalkan pada bagian alis, dan memakai bedak agak tebal untuk menunjukan ketampanan dan kewibawaan.
PARA HANSIP
Kumis sehabis dicukur, memakai alis tebal.
PERAWAT
Bibir memakai lipstick warna merah, pipi memakai blush on, dan mata memakai eye shadow.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H