Mohon tunggu...
Riwandari Juniasti
Riwandari Juniasti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Riwandari Juniasti, S.Pd, MM., CRBD., CRBC., Komisaris Utama PT. BPR. Dana Multi Guna dan Komisaris Independen PT. BPR. Palu Lokadana Utama. Saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Perbarindo, setelah sebelumnya menjabat sebagai Sekjen DPP Perbarindo selama 2 periode dan menjabat Sekretaris DPD Perbarindo DKI Jaya dan sekitarnya juga untuk masa dua periode, Ketua Departemen Litbang DPP Perbarindo. Saat ini juga berkarir sebagai Dosen Tetap Prodi Analisis Keuangan Fakultas Vokasi UKI. Pendidikan terakhir S2 Manajemen Keuangan Mikro Universitas Gunadarma.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apabila Pungutan Tetap dipungut OJK

14 Maret 2014   16:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pungutan OJK sudah ditetapkan, media massa sudah menggembar-gemborkan tentang pungutan. Kehadiran OJK yang baru seumur jagung dan berita tentang pungutannya, juga menyebabkan OJK dijegal untuk dibubarkan melalui gugatan dari Lembaga Independen Kedaulatan Ekonomi Bangsa.
Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa Ahmad Suryono melalui gugatannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) meminta OJK dibubarkan karena landasan hukum berdirinya otoritas tersebut bertentangan dengan Pasal 23D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam pasal itu menyebutkan, pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan oleh bank sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI). Sementara OJK saat ini mengawasi industri keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Selain itu pungutan OJK dikatakan sebagai membebani dan pungutan preman. Yang mengatur dan mengawasi kok dibayar oleh yang diatur dan diawasi. Memang kadang-kadang rada aneh, tapi ya begitulah adanya.
Berapa sih pungutan yang dipungut dari BPR,  Yuk kita berhitung.. katakanlah ada 1635 BPR dikurangi dengan 301 BPR dgn predikat terbaik yang punya assets 25M keatas, maka ada (1635 - 301) x 10.000.000,00 (minimal pungutan u BPR) = Rp. 13.340.000.000 dan katakanlah ada 6 BPR dengan assets 500 M ke atas, hitung saja 6 BPR x (500.000.000.000 x 0,045%) = 1.350.000.000, dan ada 100 BPR dng assets 100 M ke atas, kita hitung 100 x (100.000.000.000 x 0,045%) = Rp. 4.500.000.000,00, dan ada 85 BPR ber assets 50 M, hitunglah 85 x (50.000.000.000 x 0,045%) = Rp. 1.912.500.000,00 dan ada 145 BPR ber assets 25 M ke atas, anggap saja 145 x (25.000.000.000 x 0,045%) = 1.631.250.000. Jadi total pungutan di BPR = 22.733.750.000 dalam setahun. Ini tentu saja hitungan yang minim, tak melihat assets BPR satu persatu.
Nah apabila Pungutan itu tetap dipungut ? apakah kita akan melawan regulator dengan tidak membayar. Rasanya kita di Perbankan selalu tunduk pada peraturan regulator. Lalu apa yang akan kita lakukan ?
Perlu diingat juga kita mempunyai kewajiban untuk menjalankan :
Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 6 Agustus 2013 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 1/SEOJK.07/2014 Pelaksanaan Edukasi dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan / atau Masyarakat, yang ditetapkan tanggal 14 Februari 2014. Tentu saja Edukasi ini memerlukan biaya.
Ya.. kita mempunyai kewajiban untuk membuat rencana edukasi dan evaluasi pelaksanaan rencana edukasi yang harus dikirim ke OJK. Kewajiban ini tentunya ada sanksinya jika tidak dilakukan, berikut sanksinya :
a. Peringatan Tertulis
b. Denda
c. Pembatasan kegiatan usaha
d. Pembekuan kegiata usaha
e. Pencabutan ijin kegiatan usaha.
dan perlu kita ketahui bersama bahwa sanksi b,c,d,e dapat dikenakan tanpa harus didahului oleh Peringatan tertulis lebih dahulu.
Dan sanksi denda bisa juga bisa dilakukan bersama-sama dengan sanksi c, d, e.

Apabila Pungutan OJK tetap harus dipungut dan Rencana Edukasi harus dijalankan oleh PUJK termasuk disini BPR, lalu apa yang akan kita lakukan. Hanya membayar saja kewajiban itu dan melaksanakan Edukasi seadanya saja?
Kenapa kita tidak memanfaatkan untuk mengkampanyekan BPR dan mem "Branding" BPR kita. Bersama-sama dengan OJK kita lakukan Edukasi produk BPR dan Kampanye untuk mengenalkan BPR kepada seluruh Masyarakat.
Lalu bagaimana caranya ? Kita bukan ahli marketing apalagi Branding, gak ada salahnya kita bertanya pada Pakar Marketing dan Branding.. bagaimana caranya.. yang LOW BUDGET tapi HIGH IMPACT..bisa mengedukasi tapi sekaligus Kampanye.
Dan kita juga bisa meminta OJK bahwa pungutan yang masuk ke OJK dapat dikembalikan kepada Industri BPR dalam bentuk Edukasi dan Mengenalkan BPR kepada seluruh masyarakat, karena Bukankah OJK mempunyai kewajiban juga meng"edukasi" masyarakat tentang Lembaga Keuangan.


*ini saya tuliskan apa yang harus dilakukan OJK :
EPK OJK menyelenggarakan acara edukasi dan sosialisasi yang menjadi bagian dari peran edukasi dan perlindungan konsumen. Kegiatan ini diselenggarakan di berbagai kota serta mengundang berbagai lapisan masyarakat, seperti ibu rumah tangga, pengusaha kecil, pedagang, dan para akademisi (mahasiswa dan dosen).

Aktivitas sosialisasinya meliputi:
Produk Keuangan
Pengelolaan Keuangan
Lembaga Jasa Keuangan
Investasi Ilegal

Untuk memperkuat daya saing dan ketahanan BPR menghadapi pasar tunggal ASEAN,  kita di BPR selalin memperkuat sumber daya manusia (SDM), teknologi, kita juga harus memperkuat  marketing komunikasi. Selain itu, dari semua persiapan yang ada faktor teknologi menjadi bagian yang terpenting dalam mengadapi pasar bebas yang akan dihadapi Indonesia. Memperkuat teknologi secara otomatis akan memperkuat daya saing.

Memang nasabah BPR itu rata-rata UMK, ada di daerah dan kebanyakan nasabah kecil, namun  di era saat ini marketing komunikasi perlu dikembangkan  untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan juga investor. Kita akui bahwa BPR kita sebagian besar  belum menerapkan marketing komunikasi dengan baik.

Marketing Komunikasi adalah proses menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan- karyawan -pelanggan dan merupakan upaya perusahaan memadukan dan mengkoordinasikan semua saluran komunikasi untuk menyampaikan pesannya secara jelas, konsisten dan berpengaruh kuat tentang organisasi dan produk-produknya.
Bukankah ini juga yang diharapkan dari meng "edukasi" nasabah yang diwajibkan oleh OJK.
Kalau Edukasi bisa dilakukan bersama-sama, kenapa kita tak melakukannya bersama-sama, apa artinya edukasi jika kita lakukan sendiri-sendiri tak akan berdampak luas. Karena kita melakukan dengan cara kita sendiri-sendiri. Tapi kalau kita bersehati, saya yakin sekali semuanya akan lebih terarah dan berdampak yang luar biasa. Tapi sayang kadang-kadang kita lebih senang jalan sendiri-sendiri. Inilah yang memperlemah kita. Padahal kekuatan kita itu di "Community".
Kita didengar karena kita bersama-sama. Coba dengar suara hujan.. bayangkan kalo hujan hanya setitik saja, tentunya suaranya tak terdengar. Tapi begitu hujan deras dan diiringi gemuruh guntur .. bunyinya bisa mengusik siapa saja. Menyanyi sendiri dan menyanyi koor tentu efeknya juga berbeda. Pastinya lebih keras "Koor" bukan.
So.. kalo Pungutan ini tetap dipungut.. yuk kita galang kekuatan.. bukan untuk melawan, tapi kita bersatu menjadikan tantangan ini menjadi peluang.. Peluang untuk makin memperkenalkan BPR ke seantero negeRI.  Yuk kita gunakan semua saluran komunikasi yang ada untuk bercerita tentang BPR, tentang ke "lokal"an nya.. Saya jadi teringat saat saya mengikuti kelas Inspirasi Komunitas Memberi yang dilahirkan oleh Mas Yuswohady, ke Garuda Indonesia Airways. Bagaimana Garuda bisa bangkit dari keterpurukan, Bagaimana Garuda bisa menjadi yang terhebat di tanah air ini tanpa harus ikut perang harga antar maskapai. Garuda menawarkan sesuatu yang berbeda. Ketika kita terbang bersama Garuda maka kita akan disuguhi pengalaman khas Indonesia: sapa dan senyum khas Indonesia, makanan khas Indonesia, lagu daerah khas Indonesia dengan aransemen mutakhir Adi MS, sentuhan khas Indonesia. Dengan langkah ini Garuda sekaligus melakukan country branding “menjual” keunikan Indonesia ke masyarakat dunia. Sebuah strategi branding yang tak hanya smart, tapi juga mulia. Dan juga tak seharusnya kita antar BPR harus perang harga. Perang harga hanya akan membuat kita berdarah-darah.
Saya juga sempat terpana ketika mas Siwo, panggilan akrab mas Yuswohady tentang CSV nya Michael Porter mbahnya "Strategi" katanya. Creating Shared Value (CSV) adalah sebuah konsep yang mengharuskan perusahaan memainkan peran ganda menciptakan nilai ekonomi (economic value) dan nilai sosial (social value) secara bersama-sama (shared), tanpa salah satu diutamakan atau dikesampingkan. Memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan lingkungan bukanlah pekerjaan sampingan, tapi haruslah embedded di dalam jantung strategi perusahaan. Bukan sekedar lipstik, bergitu paparnya. Beliau memberikan contoh Grameen Bank mengentaskan kaum papa melalui pembiayaan mikro bukanlah lipstik, tapi sudah menjadi core strategy-nya.
CSV harus dilaksanakan dengan niatan mulia untuk memecahkan persoalan-persoalan sosial yang selaras dengan upaya untuk menghasilkan profit. Kata Porter, “companies can create economic value by creating societal value”. Jadi penyelesaian persoalan sosial tidak ditempatkan sebagai aktivitas sampingan, tapi dilaksanakan sepenuh hati sebagai bagian dari misi dan eksistensi perusahaan, begitu yang ditulis mas Siwo di Blognya.
Saya merasa omongan mas Siwo benar.. Bisnis BPR  harus mulai berbuat baik (“do good”) dan menebar kebaikan (“spreading goodness”). Berbuat baik bukan hasil dari polesan dan kepura-puraan; tapi yang betul-betul authentic dan muncul dari nurani yang paling dalam. Demi kebaikan Indonesia, demi kejayaan Indonesia.
Dapatkah BPR melakukan itu..? Menjual Keunikan BPR, sentuhan kekeluargaan dalam pelayanannya,  dan produk-produk yang dihasilkan oleh BPR adalah produk yang bisa memecahkan persoalan sosial yang selaras dengan upaya untuk menghasilkan profit... Edukasi yang kita lakukan adalah edukasi yang memecahkan persoalan di UMK yang kita biayai dan dimasyarakat, semakin mereka mengerti akan BPR, semakin mereka mengerti akan produk kita dan mengetahui kebaikan dan resiko-resikonya, semakin kita akan terhindar dari fraud dan kredit bermasalah..
Yuk kita mulai berbuat baik dan menebar kebaikan..
Ditulis saat hujan deras mengguyur Jakarta, dengan mata lelah karena semalaman membaca Peraturan dan Surat Edaran OJK.. sambil bermimpi.. kita bisa melakukan sesuatu yang hebat bersama-sama.
Dan tiba-tiba jadi teringat lagi tentang call centre 500277, kenapa ya call centre ini tidak kita manfaatkan untuk menjadi pusat Informasi tentang BPR dan tentang semua produk BPR.
Dan saya juga teringat pada tawaran Infomedia yang mengajak kerjasama Perbarindo DKI Jakarta, untuk mengedukasi nasabah BPR agar lebih berdaya dan optimal, dan mempertemukan antara UMKM yang satu dengan UMKM yang lain sehingga bisa bersinergi.
Mungkinkah gayung bersambut ???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun