Pada ribuan tahun yang lalu hidup sebuah suku bangsa di tengah pedalaman Asia. Mereka hidup dengan cara mengumpulkan makanan dari alam sekitar mereka. Suku ini terdiri dari atas keluarga-keluarga yang saling kenal dan dipimpin beberapa tetua suku yang telah sepuh dan dianggap cerdas berpengalaman. Para tetua ini mendapat julukan Sang Bijaksana, karena memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para anggota suku.
Di suatu siang yang cerah, sekelompok orang berjalan beriringan keluar desa mereka untuk mencari makanan. Setelah berjalan dan berjalan cukup jauh, orang orang ini akhirnya menemukan sebuah area pohon mangga yang memiliki buah yang besar besar. Pohon Mangga di area tersebut sangat tinggi, rata rata memiliki tinggi sekitar 15 meter dengan dahan yang besar menjulur keluar dan terdapat sangat banyak buah mangga yang besar dan ranum bergelantungan di dahan dahan itu.
Pemimpin kelompok yang gagah berani segera memanjat pohon mangga disusul dengan yang lain. Mereka memetik mangga dan melemparnya ke bawah untuk teman mereka. Semua oranggembira sambil menikmati mangga yang berdaging tebal dan sangat manis.
Namun tiba tiba, dari rerimbunan daun yang teduh dan lebat, seekor ular yang sangat besar keluar dari persembunyiannya dan melilit tubuh salah satu orang yang ada di dekat pohon. Orang orang menjadi panik saat melihat wajah kawannya yang dililit ular, berubah menjadi merah dan tampak berjuang keras untuk bisa bernafas. Setiap kali ia menarik napas, lilitan ular itu semakin erat dan semakin erat.
Dengan sangat ketakutan, orang orangmematahkan sebatang dahan dan menggunakannya untuk memukuli ular itu. Namun, usaha mereka sia sia dan ia melihat kawannya mulai lemas dan tidak sadarkan diri. Ular tersebut memberikan perlawanan dan terus mlilit kawan mereka. Karena ketakutan orang orangmelarikan diri kembali ke desa. Mereka lari kembali ke desa untuk memberitahu orangtua mereka tentang kejadian ini.
Malam itu diadakan pertemuan darurat yang dipimpin Sang Bijaksana. Semua orang dewasa hadir, duduk mengelilingi api unggun memikirkan apa yang harus mereka lakukan. Tidak ada satu pun dari mereka pernah mengalami atau melihat apa yang terjadi. Namun, semua memberikan komentar dan pendapat mereka mengenaikejadian itu.
Setelah ditunggu beberapa lama dengan begitu banyak komentar, pendapat dan saran, para anggota suku itu tetap tidak bisa mengambil keputusan apa yang sebaiknya mereka lakukan. Kini suasana menjadi hening. Tidak ada lagi yang berkomentar. Semua saling menunggu. Semua hanya saling pandang sambil sesekali melihat ke api unggun yang menghangati tubuh mereka.
Akhirnya, sang Bijaksana berbicara. Mereka memutuskan dua hal. Pertama, begitu hari terang, beberapa orang akan pergi ke area pohon mangga itu untuk menyelamatkan si Pemuda. Kedua, malam itu dikeluarkan satu peraturan baru yang bagi semua anggota suku. Mulai sekarang dan seterusnya, apa pun kondisinya, semua anggota suku, tanpa pengecualian, dilarang keras masuk dan mengambil buah dari area pohon mangga yang telah memakan korban jiwa. Area Pohon Mangga menjadi area terlarang dan di sakralkan.
Bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Kehidupan suku ini kembali normal. Tampaknya semua telah lupa dengan kejadian itu.
Suatu hari, para orangtua yang sibuk, yang bingung melihat para pemuda mereka tidak melakukan apapun, mereka menyuruh para pemuda untuk pergi mencari makanan.
Mereka berjalan dan menjelajahi wilayah Desa mencari buah atau apa saja yang bisa mereka bawa pulang untuk dimakan. Setelah seharian berjalan tanpa hasil, dan karena hari sudah sore, mereka menemukan area pohon mangga yang memiliki banyak buah yang besar dan tampak sangat manis bergantung di dahannya.
Semua anak tertegun takjub memandang pohon dengan hati riang gembira. Beberapa pemuda yang langsung berusaha memanjat pohon di area tersebut. Begitu ia memanjat, segera kawan-kawannya yang lebih tua marah mengambil batu dan melemparnya sambil berkata, “tidak boleh masuk dan mengambil buah di area pohon mangga. Kau melanggar HUKUM desa”. “Area Pohon Mangga terlarang dan Sakral bagi siapapun”. Pemuda ini segera turun dari pohon sambil ketakutan.
Pemudayang memanjat pohon bukan saja tidak tahu atau tidak pernah mendengar mengenai hukum ini, bahkan belum lahir saat hukum ini ditetapkan dan diberlakukan. Bahkan Sang Bijaksana yang membuat hukum ini juga telah meninggal. Hukum telah ditetapkan dan diteruskan dari generasi generasi. Hukum harus ditegakkan tidak peduli apapun yang terjadi. Hukum ini tidak hanya berlaku dan mengikat mereka yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tetapi juga berlaku bagi anak anak generasi selanjutnya.
Mengapa demikian ? ya karena inilah hukum yang berlaku di desa ini. Bukankah hukum ini ditetapkan oleh para tetua desa, Sang Bijaksana, yang memang telah banyak makan asam garam kehidupan dan telah sangat berpengalaman mengarungi hidup ? Siapakah kita yang berani beraninya mempertanyakan atau meragukan kebijaksanaan mereka ?
Pernah terjadi musim kemarau yang panjang . Hampir semua tanaman mengalami kekeringan. Mencari makanan sangat sulit. Keadaan semakin hari semakin sulit sampai akhirnya desa itu mulai dilanda kelaparan hebat.
Semua warga desa dikerahkan untuk mencari makanan di Hutan. Setelah seharian berputar putar di hutan sorenya semua kembali dengan hasil minim. Besoknya, kembali mereka mencari makanan di hutan. Walaupun telah berusaha keras, hasilnya sama saja.
Apakah hutan sudah tidak ada makanan sama sekali ?
Sebenarnya masih ada.
Dimana ?
Di Area pohon Mangga. Ternyata semua warga tidak ada yang berani masuk dan memetik buahmangga. Padahal ada begitu banyak buah yang besar dan manis bergantungan di area pohon mangga tersebut. Warga desa tetap menganggap Area Pohon Mangga terlarang dan Sakral untuk dimasuki.
Karena menegakkan hukum tidak boleh masuk dan mengambil buah di area pohon mangga, warga desa menjadi semakin kelaparan dan akhirnya ada beberapa warga, khususnya yang sudah tua dan anak anak meninggal. Kondisi kelaparan ini semakin lama semakin kritis. Banyak korban berjatuhan. Namun hukum itu tetap tidak ada yang berani melanggar. Semakin lama semakin banyak yang meninggal.
Akhirnya ada sekelompok pemuda yang mulai mempertanyakan hukum ini. Ia bertanya kepada para tetua desa. Namun, para tetua itu mengatakan bahwa yang namanya hukum ya tetap harus ditegakkan, apa pun konsekuensinya. Ini demi keadilan, keutuhan, keselamatan, kebaikan, konsistensi dan integritas warga desa.
Para Pemuda ini akhirnya memutuskan untuk melanggar hukum ini. Mereka berusaha masuk dan mencoba masuk area pohon mangga yang terlarang. Mereka memanjat pohon dan memetik mangga untuk diberikan warga desanya. Meskipun mendapat tentangan dari warga desa yang lain, termasuk dari para tetua, Sang Bijaksana, pemuda itu tetap dengan tekadnya demi kebaikan warga desanya.
Namun apa yang terjadi ?
Hanya ada beberapa warga desa yang berani makan buah dari pohon mangga itu. Para tetua desa memutuskan untuk menghukum si pemuda dan warga yang memakan buah mangga, karena berani beraninya melanggar hukum yang telah diturunkan sejak zaman leluhur mereka.
Apa yang terjadi dengan para warga desa yang bersikeras menegakkan hukum itu ?
Mereka semua akhirnya mati kelaparan.
Fenomena diatas terjadi di Masa kini. Hal tersebut menjadi lebih mengerikan lagi karena orang yang berusaha menyebarkan “Ide Berbahaya” tersebutke desa , Negara lainnya dengan kekerasan Bom.
Mengerikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H