Menguatkan Akar Pendidikan yang InovatifÂ
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024 menjadi titik tolak melakukan transformasi pendidikan nasional yang lebih sesuai dengan perkembangan dunia yang diwarnai dengan bermacam disrupsi di segala kehidupan warga dunia.
Penerapan Kurikulum Merdeka dan strategi pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto perlu menguatkan akar pendidikan nasional agar lebih inovatif.
Prabowo Subianto yang sering menekankan pentingnya mencetak generasi emas membutuhkan sistem pendidikan yang berbudaya inovasi. Apalagi presiden terpilih itu visi dan misinya sangat menekankan pentingnya mengembangkan bidang kedokteran, serta sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) secara besar-besaran. Antara lain dengan mengirim puluhan ribu anak pintar dari SMA, lalu diberi beasiswa ke luar negeri, untuk belajar kedokteran dan STEM.
Akar pendidikan yang inovatif sebenarnya sudah ditumbuhkan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Pada saat Indonesia baru Merdeka beliau sudah merumuskan jalan untuk mencetak karakter siswa yang unggul dengan pendidikan budi pekerti dan metode transformasi diri bagi siswa dengan istilah 3 N dalam istilah Bahasa Jawa, yakni Niteni, Neroke, dan Nambahi.
Transformasi diknas untuk menguatkan akar pendidikan yang inovatif adalah mata pelajaran di Sekolah dibikin luwes, tidak perlu terjadwal secara kaku karena yang terpenting sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang dicapai dalam proses belajar mengajar itu. Perlu ditambah kegiatan di luar ruang kelas seperti mengunjungi museum, obyek atau lembaga Iptek, ekowisata atau laboratorium alam, dan perpustakaan agar mata pelajaran yang diberikan di kelas bisa lebih dihayati.
Tantangan berat transformasi pendidikan dan membangun karakter siswa karena masih banyak lingkungan sekolah dengan kondisi bangunan yang tidak nyaman dan halaman yang sempit. Sehingga siswa merasa seperti dipenjara saat menerima pelajaran.
Perlu membenahi karakter siswa sesuai dengan perkembangan global yakni pentingnya daya inovasi. Seperti yang pernah dirumuskan oleh bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, yang menekankan bahwa siswa harus terus menerus menghasilkan inovasi yang berbasis lokalitas dengan metode 3 N (Niteni, Neroke, Nambahi).
Metode 3N yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter siswa terkait dengan kemajuan zaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas inovasi warga bangsa. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan bagi lembaga pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi hingga dunia usaha atau industri.
Para siswa diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama yakni "Niteni" atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah "Neroke" atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk. Lalu unsur N yang ketiga adalah "Nambahi" atau menambahkan (modifikasi).
Metode 3N di atas sebaiknya ditanamkan kepada para siswa sekolah dengan cara-cara yang mengasyikan dan penuh ceria seolah mereka sedang berwisata.
Untuk mengembangkan kecerdasan, karakter unggul dan budi pekerti siswa perlu bangunan sekolah yang lebih ergonomis dan alamiah berdasarkan kondisi alam dan budaya lokal. Bangunan sekolah yang rindang karena dikelilingi pepohonan dan memiliki lapangan olahraga yang memadai. Ruang kelasnya dirancang lebih natural dan membuat siswa bisa nyaman karena tidak terkurung oleh tembok.
Untuk menumbuhkan karakter unggul siswa sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajinasi dan kapasitas inovasi maka sekolah mesti menjadikan setiap mata pelajaran menjadi menyenangkan dan bisa dihayati lebih mendalam. Perlu menerapkan prinsip dimana sekolah sebagai tempat wisata ilmu pengetahuan dan pengebangan budaya dan peradaban sepanjang hari.
Transformasi pendidikan memerlukan terobosan terkait dengan kondisi lulusan SMA berbakat yang tidak terserap oleh perguruan tingi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) karena kapasitas atau rasio kursi dan jumlah dosen untuk jurusan tertentu masih kurang.
Melihat angka hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri kita bisa melihat masih banyak siswa berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan.
Perlu terobosan yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri.
Berbagai skema perlu dibuat, dari skema lewat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan, beasiswa pemerintah daerah maupun pengiriman secara mandiri oleh para orang tua yang memiliki kemampuan dana. LPDP perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi di dalam negeri baik swasta maupun negeri untuk menguatkan akar pendidikan yang inovatif. Dana melimpah yang kini dikelola oleh LPDP sebaiknya disalurkan kepada lembaga pendidikan tinggi, baik swasta maupun negeri secara proporsional, utamanya perguruan tinggi yang memiliki prodi STEM.
Makna Hardiknas 2024 : Membangun Bangsa yang Kuat dan Bermartabat
Tut Wuri Handayani adalah semboyan yang berasal dari kata-kata Ki Hajar Dewantoro, Bapak Pendidikan Indonesia. Semboyan ini hanya bagian terakhir dari kalimat yang pernah diucapkan olehnya. Kalimat lengkapnya adalah: "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani."
Makna Tut Wuri Handayani. Tut Wuri berarti mengikuti dari belakang, sedangkan Handayani adalah memberi contoh, dorongan dan semangat dari belakang. Jika digabungkan maka arti keseluruhan dari semboyan yang dilontarkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah bahwa seseorang atau dalam hal ini guru, harus dapat memberikan dorongan dan semangat kepada muridnya.
Selain dukungan, guru atau pendidik harus memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada murid agar mereka dapat mencapai potensi terbaik mereka. Seperti diketahui bahwa setiap anak yang lahir ke dunia memiliki keunikan masing-masing sehingga perlakuan kepada masing-masing anak tentu saja tidak bisa sama.
Prinsip Tut Wuri Handayani menekankan kemandirian sehingga sekolah harus menjadi penyedia pendidikan yang membantu setiap individu menjadi mandiri. Selain itu, pendidikan juga harus berpusat pada siswa, di mana pendidik sudah sepatutnya mengikuti dan mendukung siswa dalam mencapai potensi terbaik yang mereka miliki.
Prioritas pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara juga harus memprioritaskan pembentukan karakter yang baik melalui dukungan dan teladan dari belakang, dalam hal ini tentu saja guru atau pendidik. Semboyan ini juga menggambarkan bagaimana seorang pendidik bertindak dan berperilaku terhadap siswa agar mereka menjadi panutan atau contoh.
Ki Hadjar Dewantara yang lahir sebagai Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada tanggal 2 Mei 1889 merupakan sosok yang tidak terpisahkan dari sejarah pendidikan di Indonesia. Sebagai bangsawan Jawa yang kemudian bertransformasi menjadi pelopor pendidikan, Ki Hadjar Dewantara memainkan peran penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, beliau mendirikan Sekolah Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi pribumi untuk memperoleh hak pendidikan yang setara dengan para priyayi dan orang-orang Belanda.
Tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara hingga kini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) di Indonesia. Ini adalah hari untuk mengenang dan merayakan kontribusi beliau dalam pendidikan dan perjuangan kemerdekaan. Filosofi pendidikan -- Tut Wuri Handayani -- menjadi semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia dan menggambarkan peran pendidikan sebagai pendorong kemajuan bangsa.
Visi Ki Hajar Dewantara sangat relevan hingga saat ini, termasuk bagaimana kementrian pendidikan di era presiden Joko Widodo mencanangkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau lebih dikenal dengan MBKM. Awal program ini diluncurkan, banyak pihak yang resistensi terhadap program tersebut, entah karena ketidakmampuan dalam implementasi ataupun tidak memikirkan kaitannya dengan filosofis dari Bapak Pendidikan Nasional.
Program MBKM terkait dengan visi Ki Hajar Dewantara yakni pendidikan yang memerdekakan, di mana pendidikan merupakan sarana untuk memerdekakan pikiran dan jiwa.
Lebih jauh program ini juga memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studi mereka sehingga mereka dapat mengembangkan kreativitas dan kemandirian.
Seperti kita ketahui, negara-negara maju sudah melakukan hal seperti ini terlebih dahulu. Bahkan sudah muncul program studi yang menggabungkan beberapa keilmuan yang sebelumnya tidak terpikirkan, contohnya adalah Informatika Kedokteran.
Informatika kedokteran adalah disiplin yang berkaitan erat dengan pemanfaatan komputer dan teknologi komunikasi di bidang kedokteran. Program studi ini melibatkan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi serta pengetahuan biomedis secara optimal untuk tujuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. University of Cambridge merupakan salah satu kampus di Inggris yang menawarkan program studi informatika kedokteran yang menggabungkan ilmu komputer dengan ilmu kedokteran. Hal ini menunjukkan bahwa masalah-masalah di bidang kedokteran sudah tidak bisa diselesaikan tanpa melibatkan disiplin ilmu yang sangat populer di era digital saat ini.
Ki Hajar Dewantara mengembangkan sistem pendidikan "among" yang menekankan pada pendidikan tanpa paksaan dan hukuman. Prinsip ini sejalan dengan program MBKM yang mendorong proses belajar lebih fleksibel dan menghargai kebebasan berpikir manusia. Beberapa kampus besar di Indonesia sudah mulai menyadari dan menerapkan model belajar yang digabungkan dengan MOOCS (Massive Open Online Course) di mana mahasiswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing (self-paced learning) dengan berbagai konten yang lebih melekat dengan kebutuhan industri sehingga peran pendidik sebagai "among" atau istilah saat ini adalah "mentor".
Ki Hajar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus melibatkan masyarakat sebagai bagian dari proses pembelajaran. Program MBKM memungkinkan mahasiswa untuk terlibat dalam proyek-proyek yang berbasis komunitas, mempraktikkan ilmu yang mereka pelajari dalam konteks nyata di masyarakat.
Selain itu, pendidikan untuk kemerdekaan juga menjadi visi Ki Hajar Dewantara dimana pendidikan tercermin dalam program MBKM dalam menciptakan lulusan yang siap berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Dengan mengimplementasikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pendidikan di Indonesia dapat terus bertransformasi menjadi sistem yang lebih inklusif, kolaboratif, dan mampu menghasilkan individu yang mandiri serta berbudi pekerti luhur. Ini akan membantu membangun bangsa yang kuat dan bermartabat, sesuai dengan visi Ki Hajar Dewantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H