Mohon tunggu...
Jhon Rivel
Jhon Rivel Mohon Tunggu... -

Aku menulis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menabung Pohon adalah Cinta dan Ibadah

14 Mei 2013   12:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:36 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang laki-laki muda yang sedang jatuh cinta, merenung tentang sesuatu yang ingin diberikan pada gadis pujaan hatinya. Lelaki sederhana itu berharap agar sesuatu tersebut memiliki makna yang dalam dan luas. Setelah merenung, akhirnya dia mendapat sebuah ide yang beda dari yang lain. Dengan keyakinan di dada, lelaki itu pun membawa beberapa bibit pohon kepada sang gadis.

“Aku tahu kamu suka makan durian, dan aku juga. Di sini aku membawa bibit pohon durian. Aku berharap kamu mau bersama dengaku merawat pohon ini hingga akhirnya anak cucu kita bisa berteduh di bawah pohon dan menikmati buahnya,” kata lelaki itu pada sang gadis. Pada akhirnya, mereka pun memulai hubungan kekasih sembari merawat pohon yang merupakan simbol cinta mereka. Merawat cinta sama dengan merawat pohon, dan merawat pohon sama dengan merawat cinta.

Menabung Pohon

Saya pikir hampir semua orang tahu bahwa menanam pohon sangat penting untuk mengurangi pemanasan global. Beranjak dari pengetahuan itu,  banyak lembaga atau instansi yang mengadakan program penanaman pohon. Penanaman seribu pohon, sejuta pohon, bahkan semiliar pohon. Beberapa elite politik pun mencoba menarik perhatian masyarakat dengan kampanye menanam pohon. Tetapi sayangnya, kegiatan penanaman pohon tersebut bukan didasari atas cinta dan kesadaran. Pohon yang ditanam pun akhirnya mati sebelum mekar, karena tidak dirawat.

Oleh karena itu, menanam pohon atau menabung pohon hendaknya dilakukan dengan rasa cinta dan berkesadaran. Cinta pada diri sendiri, pada pohon, sesama, lingkungan, dan masa depan bumi. Semua itu bisa dilakukan secara sederhana, tanpa menguras banyak waktu, tenaga, dan biaya. Kalau bisa, menabung pohon dilakukan bukan hanya bermanfaat secara ekologi tetapi juga ekonomi. Di kota-kota besar sekali pun, menabung pohon tetap memungkinkan. Minimal menabung pohon dalam pot.

Alangkah baiknya jika waktu luang dan kegiatan yang tidak positif diganti dengan kegiatan menabung pohon. Berinteraksi dengan orang-orang gemar menabung pohon. Membentuk atau bergabung dengan komunitas yang fokus pada nabung pohon, dan membangun gerakan untuk mengajak masyarakat menabung pohon.

Andaikan saja semua orang Indonesia menabung rata-rata satu pohon, berarti sekitar 240 juta pohon siap menyumbang oksigen dan membantu mengurangi pemanasan global. Atau andaikan saja pohon tersebut adalah buah-buahan, barangkali kita tidak perlu lagi mengimpor buah dari negara luar. Jadi sekali lagi, menabung pohon tersebut berguna secara ekologi dan juga ekonomi. Pertanyaannya sekarang, bagaimana menabung pohon dengan didasari cinta atau cinta menabung pohon? Saya pikir harus dimulai sejak dini. Lembaga pendidikan, keluarga, lembaga keagamaan hendaknya menanamkan kesadaran ini.

Dulu ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas empat, kami diwajibkan untuk memiliki pohon di sekolah. Jadi, semua siswa bertanggungjawab untuk merawat pohon masing-masing yang berbaris di depan kelas. Lama-kelamaan rasa cinta terhadap pohon semakin besar. Setiap harinya, semua siswa menyiram pohon yang di dalam pot tersebut. Hingga lulus SD, pohon itu tumbuh subur.

Hal sederhana seperti itu sudah jarang di lembaga pendidikan kita saat ini. Sepertinya lembaga pendidikan formal terjebak dengan sistem yang memaksa siswa hanya fokus belajar menjawab soal-soal demi menghadapi ujian nasional (UN). Padahal, kegiatan-kegiatan menabung pohon di sekolah sangatlah penting bagi siswa untuk belajar mencintai lingkungan, mandiri, dan bertanggungjawab.

Demikian juga di dalam keluarga dan lembaga keagamaan. Keluarga dan lembaga keagamaan sama-sama mengajarkan cinta. Alangkah lebih bijaksana jika orang tua memberikan teladan kepada anaknya untuk menabung pohon, sehingga si anak tersebut belajar mencintai pohon. Waktu yang biasanya mereka gunakan menonton tayangan televisi (yang seringkali tidak mencerdaskan bagi anak) bisa berkurang.

Terakhir, lembaga keagamaan memiliki posisi strategis dalam mengajak pengikutnya menjalankan praktik cinta dan ibadah.  Salah satunya adalah dengan menabung pohon. Sebab cinta atau pun ibadah itu nyata ketika diperbuat. Jadi, menabung pohon adalah salah satu perbuatan cinta dan ibadah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun