Eksekusi mati terhadap duo Bali 9 yang telah dilakukan pada Rabu dini hari disambut meriah oleh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, hampir seluruh media yang meliput tentang peristiwa tersebut setuju dengan keputusan presiden dalam menolak pemberian grasi bahkan PM Australia pun menjadi bulan – bulanan saat mencoba untuk menyelamatkan warganya dari hukuman mati.
Sebenarnya, jika kita melihat status Indonesia sebagai negara darurat narkoba, maka pemberian hukuman yang seberat – beratnya terhadap pihak terkait merupakan jalan terbaik yang diharapkan dapat memutus rantai setan tersebut karena berpotensi menghancurkan masa depan bangsa. Hal inilah yang mungkin membuat hampir seluruhmasyarakat Indonesia bertepuk tangan dan melompat kegirangan saat peluru perak menghentikan kehidupan para pengedar narkoba.
Sangat masuk akal apabila sebuah nyawa dikorbankan untuk menyelamatkan ribuan orang dari kerusakan akibat narkoba, terlebih lagi jika kita melihat dengan mata kepala kita bagaimana racunnya merusak kondisi fisik dan dan psikis seorang sehingga hukuman mati merupakan satu – satunya tuntutan nasional yang harus dipenuhi. Namun pertanyaan pertama yang perlu kita ajukan adalah;, sudah tepatkah eksekusi mati ini dilakukan terhadap kedua terpidana tersebut?
Banyak yang berpendapat bahwa Andrew Chan dan Myuran Sukumaran pantas untuk dihukum mati karena membawa narkoba untuk memperdagangkannya disini. Tetapi pada kenyataannya, mereka berdua justru membeli narkoba di negara ini lalu akan menyelundupkannya ke Australia. Apakah mereka berdua yang nantinya membawa petaka bagi generasi muda bangsa Indonesia? Dilihat dari tujuan terakhir mereka, maka jawabannya adalah tidak karena ancaman sebenarnya dan yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini serta yang seharusnya dihukum mati adalah bandar tempat mereka membeli narkoba tersebut. Para bandar yang berkeliaran bebas dan menertawakan hukum Indonesia lah yang paling berperan dalam kematian 50 orang penduduk Indonesia per harinya, bukannya kurir putus asa yang kehabisan akal dalam mencari cara untuk menyambung hidup. Saya berpendapat bahwa penjara seumur hidup tentu merupakan pertimbangan yang sangat rasional bagi mereka berdua karena mereka tidak langsung berbisnis disini.
Kemudian, kelihatannya hanya sedikit dari bangsa ini yang sadar bahwa tidak semua kehancuran berasal dari kontribusi pelaku narkoba. Dalam transaksi berlaku juga prinsip ekonomi yakni dimana ada permintaan, disitu pula ada barang. Saya tidak yakin apabila sang pelaku datang dan menawarkan produknya seperti kita berbelanja di toko. Semuanya itu didasarkan oleh keinginan dan permintaan konsumen.
Masing – masingorang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri dan para pemakai tentu mengetahui dengan pasti konsekuensi apa yang mereka terima jika mereka berurusan dengan barang haram tersebut seperti halnya dengan pengedar, namun tak dapat disangkal bahwa sampai kapan pun bisnis seperti ini akan terus berjalan maju. Karena itulah, guna mengurangi kerusakan di masa yang akan datang maka sudah semestinya peran keluarga sebagai pelindung pertama dan utama terhadap pengaruh narkoba ditingkatkan. Keluarga bersertalingkungan merupakan tameng yang kuat untuk mencegah seseorang berurusan dengan narkoba. Anak yang terjerumus ke dalam penggunaan narkoba secara tidak langsung merupakan kegagalan keluarga dalam menjaga anak tersebut.
Yang ketiga mengenai hukum yang mengatur tentang eksekusi. Tidaklah adil apabila mereka berdua yang telah menerima hukuman mati dibiarkan menunggu bertahun tahun dalam penjara, bukankah itu sama saja dengan penggandaan hukuman, dihukum kurungan penjara dan dieksekusi. Lalu apakah hal ini bertujuan untuk melihat adanya perubahan dari diri mereka? Jika benar demikian, maka sudah selayaknya mereka diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki segala kesalahan yang pernah diperbuat. Pahit rasanya jika seseorang yang bersungguh – sungguh telah meninggalkan masa lalunya yang kelam dibunuh tanpa adanya pengampunan.
Secara pribadi, dalam beberapa kasus saya tidak menyetujui adanya hukuman mati, termasuk narkoba karena hak hidup adalah hak dasar setiap manusia (kecuali jika mengambil nyawa orang lain secara terencana) sehingga seperti apapun, setiap orang pasti bisa berubah menuju arah yang lebih baik dan penjara merupakan tempat yang sangat tepat untuk memulai proses tersebut dengan pembelajaran seumur hidup.
Terlebih lagi, hukuman mati terhadap wargaasing secara tidak langsung tentu dapat mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara, apalagi hal ini sempat menuai kecaman dari dunia Internasional kemarin. Walaupun Indonesia adalah negara yang berdaulat, tetapi satu hal yang perlu kita sadari adalah negara kita tidak dapat berdiri sendiri mengingat bahwa kita adalah negara berkembang yang mau tidak mau membutuhkan bantuan dari negara lain.
Entah kenapasaya berfirasat bahwa perekonomian Indonesia kedepannya mungkin akan sedikit mengalami gangguan dan saya sedikit skeptis apabila pengedar narkoba secara signifikan akan menurun mengingat sistem pemerintahan kita yang sedikit “panas dingin” dalam mengusut kasus narkoba, contoh nyatanya adalah transaksi narkoba yang terjadi dalam penjara yang mungkin melibatkan unsur pemerintah. Efek jera yang diharapkan mungkin tidak sebanding dengan peningkatan tingkat kewaspadaan oleh para pengedar.
Terlepas dari benar tidaknya penerapan hukuman mati terhadap terpidana narkoba, satu hal yang perlu kita apresiasi dari pemerintahan Australia adalah mereka berusaha keras untuk menyelamatkan penduduknya dengan cara apapun bahkan sampai titik penghabisan. Saya berharap, pemerintah Indonesia juga bisa melakukan hal sama pada warga negaranya yang terancam hukuman mati di luar sana, setidak – tidaknya sampai terpidana tersebut merasa bahwa mereka tidak sendiri dalam menentang maut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H