Provinsi Banten memiliki sejarah panjang sebagai pusat peradaban dan budaya Islam di Nusantara. Jejak arkeologis yang tersebar di berbagai wilayah Banten memberikan gambaran tentang kejayaan masa lalu, mulai dari masa prasejarah hingga era Kesultanan Banten yang mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 hingga ke-19. Artikel ini mengulas langkah-langkah dan temuan penting dalam melacak jejak arkeologis di Banten, berdasarkan kajian dari Prof. Uka Tjandrasasmita dalam bukunya Arkeologi Islam Nusantara.
Metodologi dalam Melacak Jejak Arkeologis
Pelacakan jejak arkeologis di Banten tidak hanya sekadar pengumpulan artefak atau benda sejarah, tetapi melibatkan pendekatan multidisipliner. Metodologi yang digunakan melibatkan historical archaeology, yaitu studi artefak yang didukung oleh sumber tertulis seperti arsip, naskah kuno, dan legenda. Langkah-langkahnya meliputi:
- Pemberitaan Temuan: Informasi dari masyarakat atau laporan adanya tinggalan arkeologis di suatu lokasi.
- Kajian Literatur: Penelusuran melalui dokumen-dokumen sejarah, naskah kuno, hingga berita asing.
- Eksplorasi Lapangan: Identifikasi situs berdasarkan petunjuk awal dari dokumen atau informasi masyarakat.
- Inventarisasi dan Dokumentasi: Pendataan benda-benda bersejarah untuk menentukan rencana ekskavasi atau konservasi.
- Pemanfaatan Hasil Penelitian: Menyajikan temuan untuk kepentingan pendidikan, pariwisata, dan pelestarian budaya.
Temuan Arkeologis Penting di Banten
- Artefak Prasejarah dan Megalitik
Banten kaya akan tinggalan prasejarah seperti alat-alat batu dari masa neolitikum yang ditemukan di Serpong, Ciledug, dan Pandeglang. Situs megalitik seperti punden berundak di Si Bedug dan Cibeo menunjukkan jejak peradaban awal.
- Masa Hindu-Buddha dan Tarumanagara
Prasasti Cidangiang dari Pandeglang, yang memuat nama Maharaja Purnawarman, menjadi bukti keberadaan Kerajaan Tarumanagara. Temuan arca dan situs dari masa Hindu-Buddha juga terinventarisasi, seperti di Caringin dan Ujung Kulon.
- Jejak Kesultanan Banten
Kesultanan Banten meninggalkan warisan arkeologis berupa situs keraton, masjid, alun-alun, dan pasar. Pecahan keramik dari Dinasti Ming hingga Sung, serta artefak perdagangan, menunjukkan peran Banten sebagai pusat perdagangan internasional.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Pelestarian situs-situs arkeologis Banten menghadapi tantangan seperti kerusakan, pencurian artefak, dan kurangnya perhatian masyarakat. Untuk itu, diperlukan:
- Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat: Inventarisasi dan pelestarian benda cagar budaya sesuai UU No. 5 Tahun 1992.
- Penyimpanan Temuan: Museum Banten menjadi pusat dokumentasi dan penelitian bagi generasi mendatang.
- Pemanfaatan Digitalisasi: Naskah kuno dan dokumen sejarah perlu didigitalisasi untuk memperluas akses dan mencegah kerusakan fisik.
Jejak Spiritual dan Intelektual di Banten
Selain artefak fisik, Banten juga dikenal sebagai pusat keilmuan Islam pada masa Kesultanan. Para ulama dari berbagai daerah Nusantara datang ke Banten untuk memperdalam ilmu agama. Tarekat seperti Qadariyah, Naqsyabandiyah, dan Sattariyah berkembang pesat. Warisan ini tercermin dalam naskah-naskah kuno yang menyimpan pengetahuan tentang hukum Islam, sufisme, hingga seni Islami seperti debus.