Mohon tunggu...
M Ricky Rivai
M Ricky Rivai Mohon Tunggu... wiraswasta -

Orang Medan, lahir 29 Agustus 1992, pemilik www.rafitour.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman dengan JKN, dari Kacamata "Gratis" sampai Operasi Abses Liver

4 Maret 2014   23:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 2922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_325851" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah berjalan lebih dari dua bulan. Terlepas dari pro kontra yang terjadi tak dapat dipungkiri bahwa program ini telah membantu banyak jiwa untuk sembuh dari penyakit dan menolong banyak keluarga atas potensi gangguan ekonomi karena tingginya biaya kesehatan di negeri ini.

Saya cukup puas dengan pelayanan JKN, semoga banyak juga orang lain yang dilayani dengan baik. Pendaftaran cukup 90 menit dari mengisi formulir, bayar iuran di bank, sampai dapat kartunya. Daftar tanggal 7 Januari, hari selasa tanggal 21 Januari sudah saya pakai berobat ke Spesialis Mata di RS Swasta di Medan, Martha Friska Hospital. Dapat kacamata pula dengan plafon 300.000 (kelas 1)

[caption id="attachment_325837" align="aligncenter" width="516" caption="RS Martha Friska"]

13939267301667781764
13939267301667781764
[/caption]

Pada saat ke RS, rujukan saya sempat ditolak BPJS Kesehatan Center gara – gara surat rujukan tidak memuat diagnosa. Memang pada tanggal 20 saya ke puskesmas untuk minta rujukan, sudah cukup sore sekitar jam 15.00, dokter sudah pulang sejak pukul satu siang tadi. Oleh perawat hanya ditulis keluhan seperti mata gatal, berair dan rabun, nah ini ternyata tidak diperbolehkan. Dijelaskan sama petugas BPJSKes Center, di era JKN ini dokter primer harus sudah menegakkan diagnosa awal sekurangnya untuk 144 jenis penyakit.

Segera saya kembali ke puskesmas dan menemui dokter, kemudian dokter menuliskan surat rujukan yang baru dan menulis diagnosa "kelainan refraksi". Setelah dapat rujukan baru, saya kembali ke RS dan langsung menuju BPJSKes Center, lokasinya bersebelahan dengan admission pasien. Saya serahkan rujukan, kartu dan ktp, semua harus asli. Petugas mengecek di komputer, tak lama kemudian petugas mencetak Surat Eligibilitas Peserta (SEP). Surat ini dan surat rujukan saya bawa ke admission. Saya diberikan nomor antri di Poli Mata. Sampai disini saya cukup terkesan dengan pelayanan JKN dan petugas rumah sakit.

Tiba giliran saya diperiksa, dokter memeriksa saya dengan baik dan sangat ramah. Tidak ada keraguan meski saya pasien JKN. Sekitar 15 menit saya diperiksa, dokter menuliskan resep, dokter bilang, " pakai kacamata ya mas, saya buatkan resepnya. Obatnya diambil di apotik, resep kacamata nanti diantar mbak perawat ini", kata dr. Ayu N. Qomaryati, Sp.M dengan sangat ramah.

Kemudian saya menunggu obat di depan apotik. Seorang perawat keluar dari ruang poli mata dan menghampiri saya, memberikan beberapa jenis surat dan resep kacamata. Surat – surat  itu masih berlogo Askes, " ini semua dibawa ke kantor BPJS ya bang", katanya. Tak lama saya dipanggil petugas apotik. Saya diberikan 1 salep dan 1 obat tetes berlogo "khusus askes",  1 strip vitamin c, 12 kapsul vitamin a, semuanya gratis tanpa biaya.

Esoknya saya ke kantor BPJSKes, saya utarakan maksud ke security mengenai resep kacamata. Tanpa perlu antri saya diarahkan ke satu meja, disana saya diterima dengan ramah. Saya serahkan semua surat – surat dari RS kemarin, ktp dan kartu, kemudian petugas menuliskan satu surat yang ditujukan ke optik rekanan BPJS Kes, dipojok surat ditulis kode "Kelas 1". Kemudian saya menuju ke optik yang dimaksud, mungkin karena optik ini mayoritas melayani peserta askes maka koleksi kacamata tidak terlalu bervariasi. Kacamata disana sudah dibagi menjadi 3 kelas. Kelas 1 dengan pilihan merk – merk  kw dari rayban, oakley, porsche design, dll. kelas 2 dibawah itu, dan kelas 3 dibawahnya lagi. Saya tidak bisa upgrade ke kacamata yang lebih bagus meski nambah biaya karena kelas 1 sudah yang paling bagus di optik itu. Tapi tak apalah, mutu frame dan lensanya juga cukup bagus  .

Hari minggu, pagi – pagi saya sudah ditelpon oleh paman saya. Salah satu sepupu saya harus segera dibawa ke RS karena sudah tidak sanggup lagi menahan sakit di bagian perut. Sebelumnya sudah seminggu berobat jalan di dokter tapi tidak ada perkembangan dan malah tambah parah. Kami segera membawanya ke RS terdekat, pukul 7 pagi kami sudah tiba RS dan dokter langsung memberi perawatan.

Semakin malam sepupu saya sudah semakin tidak tahan, dokter menyarankan untuk segera dibawa ke RS yang lebih besar karena peralatan di RS tersebut tidak mendukung.  Akhirnya sekitar jam 11 malam, kami membawanya ke RS Imelda Pekerja Indonesia di Jalan Bilal, Medan.

Kondisinya sudah sangat memprihatinkan, bisa dikatakan sulit tertolong. Saya memacu mobil dengan kencang supaya cepat sampai RS, tapi sepupu saya selalu merintih sangat kesakitan jika mobil melewati jalanan jelek berlubang. Saya jadi serba salah.

Di perjalanan baru saya ketahui kalau sepupu saya adalah peserta JKN, dan karena ini emergency jadi  tidak perlu rujukan dari puskesmas. Tiba di RS hampir tengah malam, paman saya mengurus administrasi sedangkan sepupu saya diperiksa intensif oleh dokter jaga UGD. Lebih dari sejam sepupu saya di UGD.

Kemudian sepupu saya masuk ruang radiologi, sekitar pukul 01.30 dini hari diputuskan untuk segera dilakukan operasi karena keadaan sudah mengkhawatirkan, ada penumpukan cairan di bagian dalam sekitar liver. Dokter juga tidak dapat menyimpulkan penyebabnya apa.

Pukul 02.00 dini hari dokter bedah dan timnya datang dan siap melakukan operasi. Ada 4 orang dokter yang melakukan operasi. Entah prosedur standar atau tidak, salah satu anggota keluarga harus ikut serta untuk menyaksikan proses pembedahan. Akhirnya paman saya memberanikan diri untuk ikut masuk ruang operasi.

Dokter membuat sayatan besar dengan panjang sekitar sejengkal tepat di bawah dada, dan mengeluarkan cairan darah bercampur nanah yang banyaknya menurut penuturan paman saya lebih dari satu liter. Sekitar pukul 05.00 pagi, operasi selesai dan berjalan dengan sangat lancar.

Dua hari di ruang ICU, sepupu saya dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Kondisinya sudah jauh lebih sehat sebelum dilakukan operasi. Tanggal 8 Februari sepupu saya sudah diperbolehkan pulang, seluruh biaya ditanggung BPJS Kesehatan, tidak ada kutipan biaya apapun termasuk obat yang harus dibeli sendiri maupun sekadar biaya administrasi. Total lama perawatan pasca operasi adalah14 hari dengan rincian 2 hari di ICU dan 12 hari di ruang perawatan biasa.

Mengurai pengalaman dengan JKN, memberi contoh kasus kecil dan kasus besar yang kebetulan saya alami sendiri semata untuk menunjukkan realita pelaksanaan di lapangan, tidak ada maksud untuk promosi dokter atau rumah sakit, dan juga tidak ada maksud meremehkan peserta lain yang mungkin mengalami pengalaman yang kurang baik dengan program ini, karena tugas kita jualah untuk senantiasa mengawasi setiap ketidaksesuaian program ini. Semoga JKN memberi harapan baru bagi segenap bangsa ini, seperti niat awalnya memberikan jaminan kesehatan semesta bagi seluruh rakyat Indonesia.

* M Ricky Rivai *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun