Mohon tunggu...
Riung Laut
Riung Laut Mohon Tunggu... Wiraswasta - CV Riung Laut

Penyuka kopi, syair & senyummu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[FITO] Llévame Donde Nací

24 Agustus 2016   23:43 Diperbarui: 25 Agustus 2016   00:06 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Corazon istriku, aku selalu mengerti jika otak kita adalah La Linea, kedua mata kita Capamento, dan hati kita Algeciras. Tapi kau paling paham bahwa kita tersusun dari batu-batu yang membukit, semenjak dulu pun sekarang, tak pernah berubah. Meski waktu telah memburu kita sedemikian ganas serupa ombak musim panas yang menyengat, tapi kita tersusun dari batuan yang keras, hingga sebesar apapun badai mencoba menyapu kita, kita selalu bisa melaluinya, tak bergoyahkan untuk menjadi sepasang bukit batu yang kokoh menempuh kerasnya kehidupan ini.

La Línea y el Campamento,
 Algeciras y mucho más,
 Los dominan por su altura,
 El Peñón de Gibraltar.

Di sini, kita pernah merasakan sakit dan terluka, kita pernah sengsara dan kelaparan. Berbagai kesedihan telah menyayatkan bekasnya di tubuh kita. Tapi kita juga pernah merasakan tawa dan canda. Merasakan begitu manisnya cinta yang menghangatkan hari-hari kita. Kita telah memiliki hidup di sini. Ya sekali lagi bisa aku pastikan, kita memiliki hidup di sini. 

Kita di anugerahi sepasang anak yang berhasil kita besarkan dengan baik. Mereka mempunyai kehidupan yang layak hingga melahirkan cucu-cucu yang semakin membahagiakan kita. Aku masih ingat Albert, cucu pertama kita, ketika kau menimang-nimangnya kemudian jari mungilnya mengelus-elus hidungmu, kau tertawa terkekeh-kekeh. Kau terlihat sangat bahagia, begitupun aku. Tapi Corazon, istriku, aku tahu ketika kau terbangun di tengah malam, berdiri di dekat jendela dan memandang lekat patung Liberty yang tegak berdiri dengan anggun, selalu air matamu menetes. Seketika aku mengerti bahwa kau selalu merindukan batu-batu yang menyusun kita, merindukan semerbak Gibraltar candytuftdi pagi hari. Aku memelukmu, dan kudengar lirih bisikmu "Bawa aku pulang" Aku mengerti  sayangku, aku merasakan hal yang sama.

Llévame donde nací,
 Que a tu lado quiero estar.
 No hay un sitio para mí,
 Como mi buen Gibraltar.

Corazon istriku, aku tidak tahu apakah hari ini aku harus bahagia atau bersedih. Sungguh aku tak tahu apa yang aku rasakan. Roberto dan Espenza, kedua anak kita, telah merelakan kita, mengizinkanku untuk membawamu pulang dengan kapal ini, menguburkanmu di Gibraltar, tanah kelahiran kita, seperti pintamu. Dan semoga Tuhan cepat mengabulkan do'aku untuk menyusulmu, bersama denganmu sekali lagi.

Llévame quiero morir,
Junto aquel mi gran Peñón.

*Terinspirasi dari lagu "Llévame Donde Nací" karya Pepe Roman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun