"Aku baru sadar, sesadar-sadarnya bahwa ternyata seumur hidup percintaanku, selalu aku yang mendahului ..." kata Kirana suatu pagi.
Ungkapan itu, kalau disampaikan 20 tahun yang lalu akan jadi aib nasional. Bagaimana tidak, pada masa itu hanya kaum adam yang layak untuk 'nembak' seorang perempuan. Tapi Kirana menceritakan 'aib'nya padaku baru-baru ini.Â
"Bagaimana cara kamu nembak si Adam, Na?" tanyaku.
"Dengan surat."
"Surat itu kamu sampaikan sendiri?"
"Iya, tadinya. Setelah tahu dia tidak datang, surat itu kusimpan. Tidak jadi kuberikan."
"Lho, bagaimana sih maksudmu, Na?" tanyaku penasaran. "Kamu ngasih surat itu kalau dia datang? Kenapa enggak dikirim aja, pake pos atau apa gitu?"
"Aku membuat perjanjian dengan Tuhan, bahwa kalau dia datang di hari ini, tanggal sekian, sebelum sore tiba, aku akan memberikan surat itu dan memintanya membaca di rumah. Dan karena dia tidak datang, aku beranggapan kami tidak jodoh," sahut Kirana kalem.
"Oh, kamu meminta tanda dari Tuhan, dan ternyata Tuhan tidak mengabulkan doa kamu, lalu kamu anggap dia bukan jodohmu ya?"
"Iya ..."