Akhirnya, aku pindah kembali ke tempat yang hanya berjarak 1 km saja. Aku tidak peduli lagi apa kata orang. Yang penting, aku sudah berada di tempat baru dan terbebas dari 'jebakan' kedua sahabatku, Iwan dan Zus Jerita. Aku sungguh tidak bermaksud memusuhi mereka, hanya memberi jarak aman untuk sementara.
Ketika akhirnya Iwan tahu aku pindah, berkali-kali ia menanyakan, 'ada masalah apa, ada persoalan apa sehingga kamu pindah, nona?' Dan berkali-kali pula aku menjawab, 'nanti, nanti Wan, penjelasannya,' jawabku mengulur waktu.Â
Karena penasaran, malam setelah aku menempati rumah baru Iwan meneleponku. Ia minta maaf jika ada kesalahan yang ia buat terhadapku. Atau jika ada perkataan Mama Jordan yang melukai hatiku, katanya. Aku menjamin bahwa tidak ada kesalahan yang ia buat. "Ini murni masalahku," kataku. Entah dia percaya atau tidak, nantilah ada waktunya aku jelaskan, janjiku dalam hati.Â
Ketika kami bertemu di gereja, ia bertanya kembali. Tapi kali ini ia menyampaikan pertanyaan dari Mama Jordan. "Melda, Mama Jordan tanya, apa sih masalah yang membuat kamu pindah?" Aduh, bagaimana aku menjelaskannya ya? Masa aku harus bilang bahwa aku pindah untuk menghindar dari kemungkinan terjadinya perselingkuhan? Aku tidak siap mengatakan hal itu pada Iwan, apalagi pada Mama Jordan!Â
Syukurlah akhirnya rasa penasaran Iwan lenyap juga. Akupun mulai bisa memusatkan perhatianku pada orang-orang yang aku temui sehari-hari, baik di sekolah maupun dikampus.Â
Di rumah kontrakan yang aku sewa 2 kamar itu, dihuni oleh beberapa keluarga. Rumah milik Ibu Haji asal kota Raha ini lumayan besar. Letaknya tidak jauh dari tepi jalan. Seluruhnya ada 4 kamar tidur; dua kamar di antaranya dilengkapi kamar mandi. Ada ruang tamu dan ruang keluarga yang luas. Lalu di belakang ada dapur dengan penataan modern, satu kamar mandi umum dan satu ruangan kecil untuk mencuci piring dengan bak penampung air. Di sebelah dapur ada paviliun yang memiliki akses pintu keluar. Di paviliun ini ada dua kamar. Satu ukuran kecil untuk tidur, satu lagi ukuran besar untuk ruangan kerja dan pertemuan-pertemuan.Â
Karena rumah ini akan kujadikan sekretariat kegiatan mentoring juga, aku menyewa lagi salah satu kamar yang masih kosong. Jadi, seluruhnya ada 3 kamar yang menjadi areaku. Cukuplah, pikirku. Aku berharap bisa lama tinggal di sini.
Lalu, apakah di rumah baru persolan lawan jenis tidak ada? Tidak juga. Salah satu penghuni kamar di bagian depan adalah seorang duda yang tinggal bersama anak lelakinya. Aku tidak ingin alergi dengan laki-laki, siapapun dia. Tetapi cukuplah pelajaran yang kuterima selama tinggal dan berkawan dekat dengan lelaki lain.
Kali kini aku sudah lebih siap menghadapi para lelaki beristri agar tidak sampai masuk kembali pada 'jebakan'nya. Kalau sebelum-sebelumnya aku memakai jurus menghindar, kali ini dengan jurus 'menjaga jarak aman' saja. (Selesai)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H