ku ingin melukismu dalam puisi,
sejenak meninggalkan ketiadaan yang merindu,
nafas rasamu yang membeku
garis senyumu membelengguku,
menyertai mimpi-mimpi yang sulit aku ganti,
dulu di matamu tersirat samudra, senyatanya entah dimana,
dulu pernah tertawa bersama, sekarang terisak dalam tanya,
syahkah aku menanti ?
maaf, aku belum bisa jadi udara,
yang membungai kepak sayapmu,
maaf, bila duri yang menyesak di hatimu,
kau tak indah tuk terluka,
coba terimalah, coba mengertilah,,
aku menunggu berhari-hari,
tapi rasa sayang ini tag kunjung membusuk,
mungkin menanti takdir sebut namaku,
mungkin menanti waktu merubah arahmu,
seperti mentari menerima hujan,
seperti pelangi manyanding temaram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H