Mohon tunggu...
Rita Yuni
Rita Yuni Mohon Tunggu... -

cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan Gila

24 November 2013   17:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu yang terang. Aku melihat ke langit,ternyata cuaca hari ini benar-benar sedang mendukung semua harapanku. Jalan yang macet sama sekali tidak bergerak laju busway yang ku naiki, di Sudirman jalur busway yang seteril, kini di penuhi oleh mobil mewah dan sepeda motor.Aku melihat wajah-wajah penumpang busway yang galau oleh kendaraan lain yang menghalangi jalur jalan.

Hampir satu jam setengah sudah kami terjebak macet,ku lihat beberapa penumpang yang asyik dengan HP,ada yang tidur dan sebagaian yang sangat gelisah.Aku malah begitu menikmati suasana busway  yang penuh sesak orang ini.

Nggak terasa akhirnya sampai juga ke HI busway ini,aku buru-buru turun dan berjalan menyelusuri lorong-lorong jembatan busway.Suasana hari Sabtu di HI,seakan membawa ku melintas pada suatu masa, dua puluh tahun silam.Langkah-langkah kaki ku di keramaian orang , menuju ke Grand Indonesia untuk menghadiri Kompasianival di hari ketiga .Aku hentikan jalanku, sekarang aku berdiri di depan Plaza Indonesia,ternyata pikiranku  tentang dirinya hari ini, tak lumpuh dari ingatanku dan memory tentang dirinya malah menghantui diriku.

“Aku ga boleh bodoh, aku harus menjadi wanita kuat”. Rain mencoba menguatkan diri dalam hatinya.

Aku tarik nafas dalam-dalam agar bisa mengbuang jauh-jauh pikiran itu,kugenggam erat kedua tangan ku,untuk menguatkan semua cita-cita ku.Aku langkahkan kaki kembali,agar cepat sampai ke GI,untuk bertemu dengan dua gadis teman baru ku.

“Bu, sudah sampe belum,kami masih di busway”.Ternyata sms dari kedua gadis itu. “Sudah,ibu tungunya. Balasku.

Hampir setengah jam aku menunggu di depan toko kaset,tapi kedua gadis itu belum sampai juga, kami nggak henti-hentinya saling menberi kabar lewat sms.Karena hari semakin siang perut ku mulai terasa lapar,akhirnya ku putuskan untuk makan di salah satu tempat makan.Saat aku sedang menikmati makan ku,tiba-tiba hp berdering nada sms,aku langsung mengeluarkan dari kantong calana ku.

“Nggak, sangka bisa melihatmu disini lagi. Kamu wanita pintar”. Ternyata bukan dari dua gadis itu ,belum sempat aku balas, hp aku sudah berbunyi kembali.

“Dua hari yang lalu aku melihatmu,malam itu kamu duduk bersama gembel-gembel di bundaran HI. Aku lihat kamu bahagia sekali, aku baru sadar kalau kamu nggak pernah berubah”.

Aku hanya kebingungan dengan dengan semua sms ini,nomornya saja aku nggak kenal,kali ini hp ku berdering nada panggil.

“ Halo…Ninet,rupanya kamu sedang mengejar salah satu cita-cita kita.Jangan bodoh. Kamu sudah tua dan penampilanmu nggak banget…?! “Sudah dulu,semoga kamu berhasil dengan harapan gilamu itu”.

Aku sangat mengenal suara itu,itu suara Alzan.Hanya dia yang memanggil diriku ninet.Suara itu membuat selera makanku hilang dan suasana GI menjadi panas, keinginku untuk menghadiri acara Kompasianival dan bisa bertemu serta berkenalan dengan kawan-kawan Kompasianer jadi nggak semangat lagi.

Aku mencoba berdamai dengan diriku dengan tetap bertahan disini,aku berharap Tika dan Yuli cepat datang.Mungkin saat bertemu kedua gadis itu perasaan galau ku hilang.Lagian ALzan nggak akan berbuat senekad itu,sampai menemui diriku ditempat seramai ini.

Aku putuskan untuk meninggalkan tempat ini,lebih baik aku bergabung dengan teman-teman Kompasianival yang belum aku kenal.Belum saja aku bangun dari tempat dudukku,tiba-tiba ada sosok peria duduk dihadapanku.

“Apa kabar Net…? “Seandainya kamu delapan tahun dulu tidak menolak tawaranku itu,mungkin kamu bisa jauh dari segala kemiskinanmu”.”Aku tahu..,saat ini kamu lagi punya keinginan,aku sangat mengenal siapa dirimu.”Dibandingkan ibu dan suamimu…?! “Aku mendapatkan nomor Hpmu dari daftar tamu dan aku sudah membaca semua blogmu”.

“Harusnya kamu punya perasaan dan malu saat melihat aku dan gembel-gembel itu,aku tahu kamu sangat iri dengan segala kebebasanku menjadi orang miskin.”Harta haram kakekmu yang ga habis tujuh turunan itu,ternyata ga bisa membahagiakan hatimu”. Dengan sekuat tenaga aku  bangun dari tempat duduk,lalu melangkahkan kaki dan meninggalkan Alzan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun