Mohon tunggu...
Rita Setyaningrum
Rita Setyaningrum Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua anak laki-laki. Punya hobi jalan-jalan, menulis di blog dan jualan online. Sangat cinta pantai, buku dan film romantis. Suka sekali bergabung dengan berbagai komunitas, diantara nya Ibu-ibu Doyan Nulis, Ibu-ibu Doyan Bisnis dan Singleparent Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesona Pulau Tidung Terhalau Kendaraan Bermotor

13 April 2014   14:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13973501791042745572

Akhir pekan lalu saya dan teman-teman berkesempatan berwisata bahari ke Pulau Tidung. Pulau wisata yang termasuk dalam wilayah Kepulauan Seribu Jakarta Utara. Ini adalah pulau kedua yang saya coba untuk jelajahi setelah dua tahun lalu sempat berwisata ke Pulau Bira. Kami dengan rombongan berjumlah 34 orang termasuk anak-anak berangkat melalui dermaga Pelabuhan Muara Angke, dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam menggunakan kapal laut.

Sesampainya di dermaga Pulau Tidung, rombongan disambut oleh barisan bentor (becak motor) dan penyewa sepeda roda dua. Dikarenakan letak penginapan yang tidak begitu jauh dari dermaga, saat itu kami memilih berjalan kaki sambil menikmati ramainya wisatawan, toko-toko cinderamata, fasilitas umum dan sosial juga penduduk asli pulau tersebut yang lalu lalang.

Sangat tidak disangka, pulau seluas kurang lebih 109 hektar dengan populasi sekitar 5000 jiwa ini ternyata ramai sekali dan cukup padat penduduknya. Pulau ini terdiri dalam dua bagian yaitu Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil, disambung dengan jembatan panjang yang dikenal dengan nama Jembatan Cinta. Jembatan sepanjang 2.5 km ini terkesan eksotik dan menawan. Dari jembatan ini kita bisa hunting sunset maupun sunrise. Sangat cantik sekali.

Untuk mengelilingi pulau ada dua alternatif pilihan kendaraan. Kita bisa menyewa bentoryaitu sepeda motor yang dimodifikasi dengan becak. Bagian becak bisa diisi dua penumpang didepan dan satu penumpang membonceng dibagian belakang motor. Atau alternatif lain menyewa sepeda roda dua dengan keranjang didepannya. Saya dan rombongan lebih memilih menggunakan sepeda roda dua, selain bebas polusi juga tidak perlu membayar biaya sewa. Karena fasilitas sepeda roda dua ini sudah bisa didapatkan sesuai dengan harga paket yang sudah dipilih.

Sayangnya, wisata kali ini sedikit terganggu kenyamanannya di pulau tersebut. Banyaknya kendaraan bentor dan sepeda motor milik penduduk, membuat suasana wisata menjadi bising dan hiruk pikuk. Belum lagi jalan-jalan disekitar pulau tidak begitu lebar. Kami yang mengendarai sepeda roda dua untuk berkeliling menjadi merasa kurang nyaman, karena setiap ada bentor lewat melawan arus kami harus minggir ataupun berhenti dahulu untuk memberi jalan kepada bentor tersebut.

Harapan saya sih kedepannya jumlah kendaraan bentor dan kendaraan bermotor milik penduduk bisa di batasi. Selain untuk mengurangi resiko polusi udara, sebaiknya sepeda roda dua bisa dijadikan sebagai alat transportasi utama di Pulau yang bisa dikelilingi hanya dalam satu hari tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun