Mohon tunggu...
Rita Setyaningrum
Rita Setyaningrum Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua anak laki-laki. Punya hobi jalan-jalan, menulis di blog dan jualan online. Sangat cinta pantai, buku dan film romantis. Suka sekali bergabung dengan berbagai komunitas, diantara nya Ibu-ibu Doyan Nulis, Ibu-ibu Doyan Bisnis dan Singleparent Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Syamsi Ali, Kenakalan Masa Kecil Menjadikan Ia Imam Besar Masjid di New York

31 Mei 2014   16:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:54 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ia pernah tampil berdakwah di mimbar “A Prayer for America” di Stadion Yankee, kota New York pada tanggal 23 September 2004. Dihadiri sekitar 50 ribu orang diantaranya 800 ribu kaum muslimim juga turut memadati stadion tersebut. Acara yang juga dihadiri oleh ratu acara bincang-bincang televisi Oprah Winfrey, mantan Presiden Bill Clinton dan Hillary Clinton, Gubernur Negara Bagian New York, Wali Kota New York, artis Bette Midler dan penyanyi country Lee Greenwood. Pada saat di podium, Syamsi membacakan dan mengupas surat Al-Hujurat ayat 13. Yang intinya bercerita tentang asal-usul manusia yang dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tidak ada bangsa yang paling tinggi derajatnya, karena yang termulia adalah yang paling bertakwa.

Lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 5 Oktober1967. Syamsi Ali mengisahkan masa kecilnya sebagai anak yang nakal, hobi berkelahi hampir setiap hari. Kisah kenakalannya yang dramatis adalah ia pernah memimpin rombongan gembala kerbau di kampungnya untuk menyerang gembala kampung lain karena berebut pakan kerbau. Pada saat itulah ia terjatuh dan mengalami patah di tangan kirinya dan meninggalkan bengkok. Bekas bengkok di bagian tangan karena kenakalannya yang kemudian justru membengkokkan jalan hidupnya.

Karena kenalakannya pula, orangtua beliau yaitu Ali Kadrun dan Inong Tippang, memasukkannya ke Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam di Ujungpandang (Makassar). Ternyata di pesantren ia merasa betah, bukan karena ia menyukai pelajaran agama, justru karena hobi berkelahinya bisa tersalurkan. Di tahun 1985 ia menjadi juara dalam kejuaran silat antar siswa di Bandung.

Walaupun ia bukan anak yang rajin belajar, tetapi nilai akademisnya cukup baik kecuali matematika. Setamatnya dari pesantren tahun 1987 ia sempat mengabdikan diri menjadi pengajar disana sampai kemudian ia mendapat beasiswa belajar di Pakistan di tahun 1988. Dan ketika tamat sarjana di bidang tafsir dan master perbandingan agama dari International Islamic University Islamabad, ia pun langsung mendapat tawaran mengajar di Islamic Education Foundation, Jeddah, Arab Saudi tahun 1995.

Awal kepindahannya ke Amerika Serikat dimulai pada saat musim haji tahun 1996. Ketika itu ia mendapat amanah untuk berceramah di Konsulat Jenderal RI Jeddah. Kemudian disana ia bertemu dengan beberapa jamaah haji luar negeri termasuk Dubes RI untuk PBB, yang menawarkan untuk datang ke New York, AS. Tawaran itu pun ia terima hingga di awal tahun 1997 Syamsi Ali pindah ke New York.

Syiar Islam dan dakwah Ustadz Syamsi Ali tidak terbatas kepada jemaah warga Indonesia saja, melainkan juga Muslim Amerika. Khususnya di New York dan Washington DC. Selain sebagai imam pada Islamic Center, masjid terbesar di New York, ia juga dipercaya menjadi Direktur Jamaica Muslim Center, sebuah yayasan dan masjid di kawasan timur New York yang dikelola komunitas Muslim asal Asia Selatan, seperti Bangladesh, Pakistan dan India.

Selain pernah berdiri di podium “A Prayer for America”. Ustadz Syamsi Ali pernah diundang menjadi pembicara bersama Rabbi Marc Shneier dari East New York Synagogue dalam acara “Dialog Muslim-Yahudi: Tantangan dan Peluang Hubungan di Masa Depan”. Acara yang dihadiri lebih dari 400-an mahasiswa dan professor Universitas New York (NYU) dipandu oleh moderator diskusi, Joel Cohen, mantan jaksa dan penulis buku “Moses and Jesus in Dialogue” berjalan hangat dan seru.

Syamsi Ali juga tampil dalam acara talk show televisi “Face to Face, Faith to Faith”. Acara yang dimoderatori oleh Ketie Couric, menampilkan tiga panelis yaitu Rabbi Rubin Stein, Senior Rabbi pada Central Synagogue, Rev. Michael Lindvall, Senior Pastor The Brick Church dan Syamsi Ali. Lebih dari 500 tamu yang hadir memenuhi ruangan Gotham building di Broadway rela membayar mahal harga tiket masuk. Bahkan tiket di meja utama dijual dengan harga 50.000 dolar AS per meja dengan kapasitas delapan orang.

Ia mengaku acara itu sangat membanggakannya. Selain karena pujian terhadap agama Islam begitu besar di saat media kurang bersahabat dan masih luasnya salah paham terhadap pandangan agama Islam juga karena ia telah menyampaikan agama ini secara lugas dan apa adanya. Banyak warga AS yang pernah mendengarkan syiar Islam darinya kemudian berkunjung ke Islamic Center yang ia kelola, sebagian ingin tahu dan mempelajari lebih dalam tentang Islam dan sebagian lagi langsung ingin di Islam kan.

-ODOA 3-IIDN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun