Mohon tunggu...
Setiasih Rita
Setiasih Rita Mohon Tunggu... -

Habis Gelap Terbitlah Terang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Siapa Berhak atas TPI?

25 November 2014   01:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:57 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Derasnya pemberitaan tentang sengketa TPI menggelitik saya untuk mencari tahu awal-mula kasus tersebut. Dengan modal googling saya mencari sebisa-bisanya inti dari persoalan yang telah berumur lebih dari satu dekade tersebut.  Saya sadar pandangan saya tentang kasus ini, tepatnya siapa yang berhak atas TPI, akan menimbulkan pro-kontra. Untuk itu silakan dikomentari.

Mbak tutut sudah menjual TPI ke PT Berkah Karya Bersama untuk menutupi hutang perusahaan dan pribadinya. Itu terjadi pada 2002. Saat itu TPI yang dibidani Mbak Tutut hampir ambruk. Utang perusahaan yang disengketakan itu mencapai Rp1,634 triliun, jumlah yang sangat fantastis waktu itu (Kronologi Kasus).

Kedaan serupa juga dialami Tutut pribadi. Kabarnya, putri sulung mendiang Soeharto itu punya utang di mana-mana dan dalam jumlah yang banyak.

Tutut diantaranya berhutang ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akibat penutupan Bank Yama miliknya. Selain itu, Tutut juga punya kewajiban bayar ke Indosat, utang pajak, dan utang kepada penyedia program dan peralatan untuk TPI. Jumlahnya sekitar Rp 630 miliar (Lihat).

Dengan utang menggunung Mbak Tutut tak pelak berada di ujung tanduk. Dia tak punya cukup duit untuk melunasi utang-utangnya. Krisis ekonomi ’97-’98 yang dampaknya masih terasa membuatnya semakin terpojok. Dia kesulitan cari pinjaman karena memang jaman sedang susah; banyak pengusaha kolaps.

Singkat cerita datanglah Mbak Tutut ke Hary Tanoe (HT). HT yang saat itu berkongsi dengan Bambang Trihatmojo di Bimantara bersedia melunasi utang-utang Mbak Tutut. Sebagai kompensasi, HT akan memiliki 75 persen saham TPI. HT juga diberi surat kuasa untuk mengendalikan stasiun tv yang terkenal dengan dangdutannya itu.

Sebagaimana sudah disepakati HT melalui PT Berkah meminjami Tutut USD 55 juta. Duit itu untuk melunasi utang-utang Tutut dan modal untuk membenahi TPI. Dengan duit itu utang Tutut lunas tak bersisa dan TPI yang semula kembang-kempis sudah segar kembali dan mulai berkembang (lihat).

Tapi kesepakatan antara HT dan Tutut akhirnya terancam gugur. 20 Desember 2004 Tutut meminta kembali 75% saham TPI yang sudah dipindahtangankan kepada PT Berkah. Mbak Tutut juga menarik kembali kuasa dari HT mengelola TPI. Mbak Tutut janji membayar lunas semua hutangnya kepada HT.

Tapi ada masalah, sebab pihak Tutut tidak merinci mekanisme pembarayannya.

Akhirnya,  7 Maret 2005 HT dan para petinggi PT Berkah lain menggelar rapat internal. Rapat ini menghasilkan 3 opsi yang akan ditawarkan kepada Mbak Tutut.

Pertama, PT Berkah menjual 75% saham TPI yang dimilikinya kepada Mbak Tutut seharga Rp 630 miliar.

Opsi kedua, PT Berkah membeli 25% saham TPI yang dimiliki Mbak Tutut senilai Rp 210 miliar.

Dan opsi ketiga, jika Mbak Tutut tidak mengambil sikap maka kepemilikan saham di TPI tetap BKB sebesar 75% dan Mbak Tutut 25%.

Tutut pun dipersilahkan memilih tiga opsi terserbut  paling lambat pada 17 Maret 2005. Tapi hingga batas akhir,17 Maret, Mbak Tutut tidak memberikan opsi pilihannya. Tutut malah mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) sendiri yang tidak dihadiri pada pemilik saham TPI.   RUPS versi tutut menghasilkan keputusan 75% saham TPI kembali ke tangan Mbak Tutut.

Sementara itu, pada 18 Maret 2005 pihak HT juga mengadakan RUPS dan memutuskan opsi ke 3, yakni PT Berkah memiliki 75% saham TPI dan Mbak Tutut 25%.

Itulah awal sengketa kepemilikan TPI yang berlangsung hingga hari ini. Jika sekarang ada beberapa orang yang mengatakan Tutut berhak atas TPI berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, maka itu sangat meragukan.

Tak ada yang menyangkal MA adalah lembaga tertinggi yang bisa memutuskan perselisihan hukum. Tapi klaim itu tidak berarti MA mesti benar. Apalagi dalam kasus TPI ada pelanggaran prosedur yang sangat jelas; MA melangkahi peran BANI (Pendapat KY).

Selain itu,  uraian tentang urusan utang-piutang antara Tutut dan HT bisa dijadikan dasar untuk mengatakan Tutut tidak berhak lagi atas TPI. Perumpamaan dari Andi Simangunsong berikut bisa mempermudah kenapa bisa demikian:

"Seperti analogi membeli tanah. Ketika sudah melakukan pembayaran, penjual tanah tidak dapat membatalkan surat kuasa yang sudah diberikan kepada pembeli tanah. Pembeli tanah tidak perlu meminta izin lagi untuk melakukan balik nama" (lihat)


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun