Ungkapan "di balik musibah, selalu ada hikmah", kini terbukti sudah. Pandemi Covid-19 memang membawa dampak buruk bagi dunia pendidikan Indonesia, tetapi pada saat yang sama mendorong kita memasuki model pembelajaran yang baru. Â Mengenai dampak buruk Covid-19, penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia memperoleh temuan berikut ini:
Bersekolah tidaklah sama dengan belajar. Â Murid yang berhasil menyelesaikan tahun sekolah 2020, tidak berarti memperoleh kualitas pembelajaran yang sama dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Karena penutupan sekolah, diperkirakan murid telah kehilangan pembelajaran sekitar setengah tahun, setara dengan 16 poin nilai kemampuan membaca di PISA (Programme for International Student Assessment). Penilaian PISA mengukur kemampuan anak usia 15 tahun untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan membaca, matematika, serta sains.
Lalu apa hikmah dari musibah ini?
 Guru dan tenaga pendidikan 'dipaksa' memasuki dunia digital secara lebih total. Pemerintah sudah meluncurkan program Gerakan Literasi Digital Nasional sejak tahun 2017. Meskipun demikian, tingkat melek digital para guru masih terbilang rendah. Contohnya ditampilkan dalam hasil penelitian Komang Sujendra Diputra dkk terhadap dua sekolah dasar di Buleleng Bali. Â
Meskipun Hasil observasi menunjukkan 100% guru di kedua sekolah menggunakan smartphone dan terhubung dengan internet, mereka tidak banyak memanfaatkannya untuk tujuan pendidikan. Penggunaan internet didominasi untuk mengakses media sosial (facebook, chatting, instagram, dan youtube).
Penelitian ini menemukan bahwa guru di sekolah tersebut tidak pernah mengakses informasi yang menunjang profesionalisme. Dari wawancara, diketahui tidak ada seorang respondenpun yang pernah mengunjungi situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Badan Standar Nasional Pendidikan.
Berdasarkan wawancara terkait penggunaan media pembelajaran, pengetahuan guru masih terbatas pada penggunaan Microsoft Powerpoint (PPT). Bahkan sebagian mengatakan tidak pernah menggunakannya karena merasa "tidak perlu". Â Sebagian lagi mengatakan tidak percaya diri menggunakan PPT yang dibuatnya karena terkesan tidak menarik. Â Mereka menganggap membuat media selain PPT sangatlah sulit dan perlu penguasaan pemrograman untuk merancang dan membuatnya.
Hasil penelitian tersebut dipublikasikan pada Januari 2020. Jadi, sebelum masa pandemi, guru masih bisa 'membandel' dengan tetap menggunakan cara-cara tradisional. Tetapi, ketika kelas tatap muka fisik tidak bisa lagi dijalankan, maka kelas daring harus dilakukan. Cara menyiapkan bahan ajar dan mengajar berubah total. Guru mau tidak mau harus melek digital.
 Guru yang dicemplungkan ke dunia digital pastilah tergagap-gagap. Mereka tidak terbiasa menyiapkan bahan ajar yang harus disampaikan lewat dalam jaringan (daring).  Mereka mungkin juga canggung untuk memanfaatkan berbagai aplikasi untuk menjalankan kelas online (kelon). Mereka yang terbiasa mencari informasi dengan mendatangi langsung sumbernya, kini harus mengaksesnya lewat Internet.  Dalam konteks inilah buku 25 Tutorial Tools Pembelajaran Daring Dan Luring karya Rita Wati, S.Kom menjadi sangat bernilai.
Nilai terbesar dari buku ini terletak pada kepraktisannya dan ketepatan manfaat. Â Dalam buku ini, guru dapat:
Menyiapkan bahan ajar, seperti "Cara Mengubah File Power Point Menjadi Video", "Membuat Video Presentasi Online Menggunakan Powtoon".
Menyiapkan materi ujian, seperti "Membuat Soal Pilihan Ganda dan Menampilkan Skor Pada Microsoft Power Point", "Cara Cepat Memindahkan File Word ke Google Form".
Proses mengajar, seperti "Cara Mengajar Atau Meeting Jarak Jauh Menggunakan Aplikasi Webex".
Mengakses informasi pendidikan, seperti "Cara Mengecek Informasi GTK", "Cara Mengecek Bantuan Subsidi Upah (BSU) Bagi Guru dan Tenaga Kependidikan".
Mengelola Dokumen Pendidikan, seperti "Cara Mengonlinekan E-Rapor Dengan Ngrok".
Di luar tutorial yang berkaitan langsung dengan kegiatan pengajaran dan pendidikan, buku ini juga memberi banyak tuntunan bagi guru untuk pengembangan diri seperti "Cara Membuat Blog", "Cara Mengetik Menggunakan Suara di MS Word", serta masih banyak lagi tutorial yang menarik dan bermanfaat.
Setelah menelaah isinya saya berani mengatakan kepada pembaca: inilah buku yang diperlukan guru untuk memasuki era digital. Kepada penulis, Rita Wati, S.Kom, saya ucapkan, "Selamat. Â Anda bukan saja sukses menaklukan tantangan menulis dari AISEI Writing Club, tetapi juga berhasil menelorkan karya bernilai tinggi."
Dr. Capri  Anjaya,
Pendiri dan Ketua AISEI Komunitas Pendidik  Indonesia
AISEI (Association for International-minded School Educators for Indonesia)
Nurturing progressive and transformational educators for future Indonesia
www.aisei.id
Â
Referensi
Diputra, Komang Sujendra dkk, "Gerakan Literasi Digital Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar", Journal of Character Education Society"  Volume 3 No.1, Januari  2020, http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES
The Word bank, "Estimate of Covid-19 Impact on Learning in Indonesia: How to Turn the Tide" https://www.worldbank.org/en/country/indonesia/publication/estimates-of-covid-19-impacts-on-learning-and-earning-in-indonesia-how-to-turn-the-tide.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H