Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyoblos Buta

7 April 2014   19:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai penduduk Indonesia yang tinggal di Luar negeri, khususnya di Malaysia, kemaren, Minggu, 6 April adalah hari pencoblosan untuk PiLeg Pemilu 2014. Lokasi pemilihan di wilayah kerja KBRI Kuala Lumpur tersebar di 102 TPS dengan 10 lokasi yang berbeda-beda. Saya, suami dan seorang keponakan mendapat tempat di KBRI dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL). Bagi kami suami istri ini adalah kali ke empat ikut Pemilu di luar negeri, sementara keponakan yang menjadi mahasiswa di salah satu universitas di kawasan tidak jauh dari stadium Bukit Jalil, merupakan pemilih pemula.

doc. pribadi

Sebagai orang yang ikut perduli dengan nasib bangsa, soal siapa calon wakil rakyat dan calon pemimpin Indonesia berikutnya setelah periode SBY, adalah topik yang tidak habis-habisnya dibahas, baik berdua maupun dengan teman-teman dan grup-grup diskusi. Saya pribadi kali ini nyaris tidak mau memilih karena merasa "begitu-begitu aja" hasil Pemilu itu. Berharap dengan partai tertentu yang dikenal bersih, eh tak tahunya doyan duit juga. Ikut korupsi juga. Penonton kecewaaa.. Kalau pada akhirnya saya memilih, itu benar-benar dengan satu keputusan: kalau saya tidak ikut aktif memberi suara, lalu akankah kekecawaan saya teratasi? Boleh jadi tetap tidak teratasi! Namun, sebuah spekulasi saya hadapi. Diam sama sekali tidak memberi apa-apa selain 'hanya' kelak akan 'hanyut' bersama. Memilih berarti secara aktif memberi peluang dengan kemunginan menjadi lebih baik atau tidak baik. "Menjadi lebih baik" adalah secercah harapan positif ketimbang pesimis atau apatis tidak memberi alternatif (tidak memilih). Dengan harap-harap cemas dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa, saya mencoblos salah satu nama caleg yang tertera dalam lembar ketas pemilihan. Sambil berdoa dan memberi 'ancaman': Jika menyeleweng semoga dihukum segera secara adil! Selesai sudah menuntaskan hak, wewenang dan tanggung jawab sebagai pemegang suara.

Di lain sisi, suami saya sudah mantap dari awal dengan pilihannya. Tidak ada pertimbangan galau seperti saya. Heran...suami istri serumah bisa berbeda juga cara pandangnya terhadap Pemilu, ya...:D.  Ini baru satu rumah tangga. Bagaimana dengan jutaan pasangan suami istri lainnya?

Nah, bagaimana dengan sang keponakan. Pemuda berusia 18 tahun ini bukanlah seorang aktifis yang tertarik mengikuti perkembangan yang ada secara aktif. Dia tahu ada Pemilu. Dia tahu kapan waktunya. Tapi tidak pernah tahu apakah ia ikut memberi suaranya atau tidak. Tiba-tiba saja sebuah pesan di Whatsapp dari temannyamenyampaikan bahwa namanya tercantum sebagai pemilih dengan lokasi di SIKL. Dia menerima pesan tersebut dengan tawa lebar, "Saya tidak mendaftar, kok malah dapat panggilan nyoblos."

Ketika kami bertiga menuju lokasi TPS, secara iseng suami bertanya kepada si keponakan, "Kamu mau milih siapa? Sudah tau caranya?"

"Ah, gampang...liat aja nanti nama-nama yang ada. Tinggal pilih satu aja, khan?" katanya balik bertanya.

'Kampanye" singkat disampaikan suami kepada pemilih pemula in. Nampaknya ia paham.

139684799985304433
139684799985304433
doc. pribadi

Penyoblos buta

Sesampai di TPS yang saya duga semula akan antri panjang sehingga kami memutuskan ke restoran untuk Makan Siang terlebih dahulu, ternyata salah telak. Yang berbarengan dengan saya dan suami tidak lebih dari sepuluh orang. Lebih banyak petugas daripada pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun