Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

KRL Commuter Line Sang Adik KTM Komuter

6 Desember 2015   15:41 Diperbarui: 6 Desember 2015   16:42 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto:www.itoday.co.id

Kalau pulang ke Jakarta lalu tinggal di rumah anak di Kalibata, bisa dipastikan, saya dan suami akan menggunakan transportasi "Kereta Api" yang sudah berganti nama menjadi Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line. Tujuan yang sudah pasti adalah ke rumah anak kami yang lain di Depok. Maka kami akan turun di Stasiun Depok Baru. Selebihnya, kami menyempatkan naik hingga ke Stasiun Bogor lalu melanjutkan naik angkot hingga Botani Square, sambung lagi naik mobil Pakuan ke Sentul City, turun di depan Belanova Mall, masih lanjut lagi naik ojek menuju rumah kami yang kesepian jarang ditempati di salah satu cluster.

Pernah juga beberapa kali ke Bekasi dari Kalibata. Untuk itu harus berganti kereta di Stasiun Manggari lalu pindah naik kereta khusus ke Stasiun Bekasi. Lain kali mengunjungin famili di Pokndok Kopi, kembali kami naik KRL. Kalau lagi iseng, kami naik hingga ke Stasiun Kota. Jalan-jalan saja sambil 'studi banding' dengan Keretapi Tanah Melayu (KTM) Komuter di Kuala Lumpur.

Kami belum berani naik pada jam-jam sibuk karena KRL sangat padat. Pernah sekali mencoba ke Manggarai pukul delapan pagi, sudah beberapa kereta lewat kami biarkan. Tak ada peluang untuk masuk ke dalam kereta yang sudah padat rapat kondisinya hingga pintu kereta terpaksa ditutup beberapa kali untuk memastikan agar penumpang tidak ada yang berada persis di pintu. Akhirnya kami putuskan naik taksi.

Kerennya KRL Commuter Line

Memilih KRL Commuter Line sudah pasti mempercepat sampai ditujuan, terutama pada jam sibuk. Harga tiket jauh lebih murah dibandingkan naik ojek, angkot, bus, apa lagi taksi. Tidak seperti zaman dulu dimana turun dari Kereta Api, hidung akan berjelaga akibat "menghisap" asap Kereta yang ke luar dari cerobongnya. KRL juga lebih bersih, ada gerbong khusus wanita, ada petugas keamanan di dalamnya, tidak ada lagi pedagang asongan dan pengamen, ada peta tujuan tertera di dinding, ada bangku khusus untuk orangtua, ibu hamil, dan orang cacat. Stasiun juga sudah jauh lebih bersih dan rapi. Jika kereta tidak terlalu penuh, penumpang duduk semua, dalam lenggang lenggok perjalanan, tampak suasana yang tidak berbeda dengan luar negeri. Sepertinya 80% penumpang asyik dengan gadget masing-masing atau duduk tertidur. Saya suka menyaksikan pemandangan suasana ini.

Yang Perlu Dibenahi

Kekurangan KRL Komuter Line adalah pelanggan masih "dimanjakan". Semua dilayani. Tidak mandiri. Tiket masih dilayani oleh petugas. Sebaiknya gunakan mesin penjual tiket otomatis. Petugas bekerja untuk melayani informasi, pengaduan ataupun hal lainnya yang tidak bisa dikerjakan oleh mesin.

Harga tiket relatif OK tetapi untuk penumpang yang nonlangganan, harus membeli tiket dengan tambahan harga sebagai jaminan. Ini merepotkan. Kalau penumpang tidak sempat mengembalikan tiket melebihi batas waktu yang ditetapkan maka uang jaminan pada tiket tersebut hangus.

Sisten keluar masuk pelanggan/penumpang di beberapa stasiun belum teratur dan disiplin sehingga petugas harus sibuk membunyikan peluit untuk mengarahkan jalan mereka. Padahal jika sudah dibuat sekat yang baik dan petunjuk arah yang tidak membingungkan, maka arus akan mengikuti petunjuk yang disediakan.

Di beberapa stasiun sudah dilengkapi dengan sarana lainnya, seperti ATM maupun sarana standar lainnya, seperti WC dan mushola. Tapi kalau boleh usul, sebaiknya dua kata "WC-Mushola" ini tidak disatukan dalam satu papan nama. Walau tempatnya terpisah namun dengan menggunakan satu petunjuk, rasanya WC dan Mushola "berkedudukan" sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun