Wanita berparas photogenic itu menjadi anchor di hadapan publik. Selain cantik, cerdas dan punya ciri unik, suaranya menarik perhatian pemirsa. Wanita profesional macam ini tidak sendiri. Mereka menjadi ujung tombak program-program unggulan yang menyita perhatian publik di televisi. Tak perlu saya sebutkan siapa saja mereka, yang pasti mereka adalah bagian dari Kartini-Kartini masa kini.
Dalam dekade terakhir ini, tampilan kaum Kartini semakin trendi mengikuti perkembangan berbagai kemajuan model dan fesyen. Sehingga tampak jelas upaya menyeimbangkan antara brain, beauty and behavior. Wanita modern tak mau lagi hanya dipandang cantik tapi tak cerdas. Apalagi berperilaku dan bersikap manja malas. Pada level ini menggambarkan pula bahwa wanita semakin sadar diri sebagai subyek.Â
Subyek bagi dirinya sendiri yang semakin percaya diri dengan apa yang telah diperjuangkan, terutama melalui pendidikan dan kesempatan yang memberi peluang kepadanya untuk berkiprah. Wanita sudah "memindahkan" dirinya dari "obyek" yang pasrah dan manut menjadi setara dan seperjalanan dengan kaum Adam. Sebuah lompatan besar yang disambut ikhlas oleh partner kehidupan. Buktinya, peran ganda dan saling melengkapi menghasilan sebuah kombinasi harmoni dan imbang yang bermanfaat bagi keduanya dan lingkungannya secara luas.
Kini, Kartini-kartini berambut pirang, berbulu mata palsu, ber-make-up menawan, yang tak segan-segan tampil bukan saja di tempat resmi, juga ke mall dan pasar itu, baik tertutup maupun terbuka, telah menjadi bagian dari lapisan masyarakat. Modernitas telah menyeret mereka ke berbagai kancah perjuangan. Lengkap dengan segala ekses yang apabila para kaum Kartini sendiri tidak berhati-hati dan sadar diri, tak pelak, mereka bisa kembali pada posisi objek pelengkap penderita, seperti zaman baheula.
Glamor bukanlah tujuan perjuangan Kartini. Hidup beradab, cerdas, terampil, setara dan menebar manfaat merupakan cita-cita luhur yang masih memerlukan perjalanan dan perjuangan panjang. Jalan masih jauh. Namun, setiap tapak langkah Kartini merupakan jejak yang harus ditinggalkannya dengan pasti dan tegas agar generasi penerus di belakangnya tidak tersesat dan berkubang di tempat yang sama sebagaimana pada zaman kegelapan dulu.
Kartini-kartini masa kini punya beban lebih berat. Sebab mereka tidak saja harus menjaga marwah dirinya baik sebagai pribadi dan kaumnya, terlebih lagi mereka harus mengisi hidup dan kehidupan ini sebagai pengawal generasi. Bagaimanapun, baik buruknya suatu generasi, ada atau bahkan besar peran wanita di sana. Wanita adalah tiang negara, sekalipun mereka telah mewarnai rambutnya mengikuti tren. Semoga tidak melulu mengikuti tren namun juga sebagai peletak tren (trend setter) bagi perjuangan kemanusian. Wallahua'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H