Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Iftar dengan Bubur Lambok Kampung Baru Kuala Lumpur

3 Juli 2014   22:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:36 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap negeri memiliki kekhasan tersendiri dalam menjalani tradisi berpuasa. Pebedaan satu negeri ke negeri lainnya, memperkaya khasanah budaya bangsa umat Islam dimanapun berada. Meskipun dengan satu iman yang sama, kitab yang sama, arah kiblat yang sama, soal bagaimana mengekspresikan tata cara menyambut, mengisi dan mengakhiri bulan suci Ramadhan, menjadi menarik karena adanya perbedaan tadi.

Salah satu sisi menarik dari Ramadhan adalah kulinernya. Salah satu kebiasaan yang bisa dicontoh bagaimana Rosulullah membatalkan puasanya ketika suara adzan Maghrib berkumandang adalah dengan memakan beberapa butir buah kurma dan air. Hal ini sebagaimana hadits Rosulullah SAW, dari Anas bin Malik :


كَانَ رَسُو لُ اللِّهِ صَلَّى اللَّهً عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أََنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَا تٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَم تَكُنْ حَسَا حَسَواتٍ مِنْ مَاءٍ

“Rasulullah pernah berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat, kalau tidak ada ruthab, maka beliau memakan tamr (kurma kering) dan kalau tidak ada tamr, maka beliau meminum air, seteguk demi seteguk.”

Setelah menyantap buah kurma, jamaah langsung melakukan Sholat Maghrib, baru setelah itu menyantap hidangan yang lebih berat.

Tidak semua negara yang berpenduduk muslim dapat mencicipi kurma sehingga muncullah tradisi masing-masing sesuai dengan sumber daya alam yang menyediakan bahan kulinernya.

Bubur Lambok Bubur Khas Ramadhan

pic: ceritasukma.blogspot.com

Di Kuala Lumpur, Malaysia, terdapat sebuah kawasan Melayu yang terkenal dengan sebutan Kampung Baru. Letaknya tepat di jantung ibu kota, tidak jauh dari gedung pencakar langit Menara Kembar Petronas. Kawasan yang semula merupakan kawasan pemukiman puak Melayu dengan rumah tradisionalnya yang terbuat dari kayu, karena tergerus oleh perkembangan zaman, banyak rumah yang sudah berubah fungsi menjadi tempat bisnis, khususnya bisnis kuliner. Kampung Baru menjadi tempat makan paling ramai dengan aneka macam sajian hidangan. Mulai dari hidangan tradisional khas Malaysia dari masakan Melayu, Cina, India, hingga kuliner mancanegara seperti masakan Indonesia, Thai, Western, Korea, Jepang, Arab dan lain-lain.

Jika bulan Ramadhan tiba, Kampung Baru dengan Masjid Jamek yang terletak di tengah kawasan Kampung Baru, berubah menjadi tempat yang paling ditunggu-tunggu sejak lepas waktu Asar. Bagaimana tidak, sudah menjadi tradisi bagi segelintir ahli keluarga disini yang memberikan sumbangan makanan kepada mereka yang menjalankan ibadah puasa. Mereka menyiapkan dan mendistribusikan makanan berupa bubur yang dikemas dalam kantong plastik ukuran untuk sekali makan.

Bubur Lambok itu seperti Bubur Ayam negeri kita, terbuat dari beras dan puluhan jenis bumbu dan rempah khas, ditambah dengan daging ayam atau sapi. Dimasak dalam panci-panci besar oleh kaum laki-laki yang disiapkan dari pagi hari. Setelah masak, bubur yang beraroma pekat ini lalu dimasukkan ke dalam kantong-kantok plastik yang diikat dengan tali rafia sehingga mudah untuk dibuka sewaktu akan memakannya. Jika bubur sudah siap, antrian panjang jamaah Masjid Jamek menunggu pembagian Bubur Lambok secara gratis. Tak sampai menunggu adzan berkumandang, 3000 bungkus Bubur Lambok ludas tandas, baik untuk jamaah masjid maupun khalayak umum yang singgah di Kampung baru.

Bubur Lambok yang sudah dikenal secara turun temurun dan sudah berumur lebih dari setengah abad. Dewasa ini kehadiran Bubur Lambok sudah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dengan kehadiran bulan puasa. Tiada Ramadhan tanpa Bubur Lambok.

14043749501651046187
14043749501651046187

akarimomar.wordpress.com

Bubur Lambok Pak Hasan

Jika jamaah ingin mendapatkan Bubur Lambok yang spesial, beberapa pedagang menyediakan Bubur Lambok yang lebih 'privat'. Salah satu Bubur Lambok yang melegenda dan best in town adalah Bubur Lambok Pak Hasan yang berlokasi di Jalan Raja Abdullah, Kampung Baru. Cukup dengan harga RM2/kantong plastik atau RM2.50/mangkok plastik, para pecinta Bubur Lambok Pak Hasan ini rela berbaris dalam antrian panjang bagaikan mendapat pembagian gratis. Apa bedanya Bubur Lambok Pak Hasan dengan Bubur-Bubur Lambok lainnya? Kesedapan rasa dan ketepatan bumbu dan rempah, mengalahkan bubur-bubur lain di sekitarnya.

Jadi, jika ingin merasakan dan menikmati hidangan berbuka ala negeri jiran Malaysia, singgahlah di masjid-masjid pada waktu Maghrib. Inshaa Allah, Bubur Lambok sudah disiapkan dalam mangkok-mangkok yang lebih kecil lagi beserta penganan tradisional lainnya untuk berbuka puasa.

Tahun lalu saya sempat berbuka puasa di Masjid Asy Syakirin, KLCC, dan ketika saya sedang menuju halaman depan masjid tempat jamaah berbuka, saya dicolek oleh beberapa perempuan turis Cina yang juga ingin 'berpartisipasi" dalam acara Buka Bersama. Meskipun tidak seiman, petugas masjid tetap membagikan Bubur Lambok khas Ramadhan itu.

14043754751668037245
14043754751668037245
akuyanna.blogspot.com

Dan petang ini, kami mendapat kiriman dua mangkok Bubur Lambok Pak Hasan dari kawan kantor suami. Hmmm...aromanya begitu menggoda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun