Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

18 Maret 2015   11:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:29 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14266525801252998217

Masih ingat gelombang protes ketika Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan dibangun?

"Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu pertemuan di Jalan Cendana no. 8 Jakarta pada tanggal 13 Maret 1970. Melalui miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang disebut Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita." (dikutip dari id.wikipedia.org)

TMII akhirnya diresmikan pada tanggal 20 April 1075. Kalau kita lihat sekarang lalu tengok ke belakang, mungkin hanya soal waktu. Sekarang kita menikmati hasil impian beliau begitu membanggakan. TMII adalah salah satu spot destinasi wisata Indonesia. Mau melihat Indonesia dari dekat dalam bentuk mini? Datanglah ke TMII.

Saya dan keluarga beberapa kali berkunjung ke sana. Terasa sangat perubahan dan kemajuan TMII, dari waktu ke waktu. Itu artinya bahwa TMII mendapat perhatian serius dalam pengelolaannya. Termasuk juga perhatian dari pengunjung yang datang yang terus meningkat jumlahnya, baik dari turis lokal maupun mancanegara.

Saingan TMII

Meskipun TMII cukup membanggakan sebagai salah satu objek wisata masyarakat Indonesia, namun dengan semakin "menyempitnya" dunia karena kemudahan dan kemurahan transportasi antar lintas negara, setidaknya di kawasan ASEAN yang tidak memerlukan visa masuk ke Indonesia, keberadaan TMII tidak cukup hanya dipandang sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia saja. TMII sudah menjadi aset bangsa dan sebagai salah satu alternatif kunjungan turis mancanegara.

Membandingkan icon wisata negeri jiran, seperti Malaysia dengan Genting Highland-nya (sekarang sedang dibangun proyek besar berskala internasional The 21st Century Fox Theme Park) atau Singapura dengan Universal Studios-nya, rasanya tidak berlebihan jika kitapun berharap TMII mampu meningkatkan pembangunannya menjadi icon yang unik dan spesial yang tidak ditemukan di negeri ASEAN lainnya. Ini sebuah peluang hebat bagi TMII. Jangan sampai kita kedahuluan oleh Filipina atau negara lainnya dengan "meminiaturkan" negerinya dalam bentuk seperti TMII. Biasanya pengekor suka lebih kreatif daripada peletak ide awal.

Untuk apa perlu memikirkan keberadaan TMII diantara destinasi wisata mancanegara di kawasan ASEAN, end toh turis lokal pun dirasa sudah cukup. TMII cukup untuk menjadi destinasi pelancongan Indonesia saja. Ah,...ini pikiran sebelum tahun 2000...hehehe. Tahun 2015 telah ditetapkan sebagai tahun Pasar Bebas ASEAN 2015. Kawasan negara-negara ASEAN menjadi terbuka untuk dimasuki siapapun. Apakah Indonesia hanya membiarkan warganya melancong, menghabiskan uangnya, ke luar negeri di kawasan ASEAN saja? TMII adalah solusinya. TMII harus mampu sejajar dengan pusat-pusat pelancongan di luar negeri.

foto: tmii.com

First Thing First is TMII

Adalah kepantasan bagi warga negara Indonesia yang hobi melancong agar yang pertama dikunjunginya TMII. Tidak salah juga, sih, kalau langsung ke Bali, Lombok, Raja Ampat, atau Danau Toba, misalnya. Tapi jika ingin melihat representasi Indonesia dalam bentuk global dan mini dalam hal budaya, seperti anjungan daerah, bangunan rumah ibadah, sarana rekreasi, taman, musium, teater dan bisokop, serta galeri.

Bagi generasi muda, hal ini perlu sekali agar semakin kuat rasa nasionalisme dan kesadaran berbangsa dan bertanah air. Kebetulan anak saya yang semenjak bayi hingga remaja hidup di luar Indonesia, ketika kami ajak ke TMII, ia berdecak kagum dan baru "ngeh" ternyata Indonesia begitu luas dan memiliki aneka ragam budaya. Saya yakin, jangankan anak-anak yang tinggal di luar negeri, yang jauh di pelosok negeri pun boleh jadi hanya mengenal Indonesia secara sepotong- sepotong (tidak utuh).

Jadi, sebelum melancong ke negeri orang, tengoklah dulu Indonesia melalui TMII. Boleh jadi, pengalaman di TMII bisa menjadi alat promosi tentang Indonesia kepada kawan yang ditemui di perjalanan ketika berada di wilayah ASEAN. Jangan sampai malah mereka yang bercerita tentang keelokan dan keaneka ragaman budaya Indonesia kepada kita sehingga kita menjadi pendengar yang bodoh, tidak mengenal negeri sendiri.

TMII Perekat Budaya Bangsa

Ini adalah pesan kepada anak bangsa bahwa TMII adalah sarana perangkum dan perekat Indonesia. Melihat TMII akan menyadarkan kita bahwa kita ini satu, dari ujung timur hingga ke barat. Dari Aceh hingga Papua. Negeri Indonesia itu luas. Tidak ada alasan untuk berpecah belah dan berpikir lokal kedaerahan.

Dengan berkunjung ke TMII siapa tahu muncul banyak ide. Melihat berbagai anjungan dengan arsitektur yang khas, terpercik ide untuk membuat suatu rumah yang ramah lingkungan, dengan filosofi salah satu rumah adat, misalnya. Tidak harus juga kita tergoda untuk membangun sesuatu yang super moderen tetapi bagaimana konsep yang ada di TMII merangsang ide kreatif untuk membangun Indonesia lebih baik lagi.

Bagi pengelola TMII, diharpakan terus membina dan memperbaharui spot-spot yang ada. Hendaknya setiap anjungan rutin menyajikan sesuatu yang khas dan terjadual. Apa lagi jika brosur singkat tentang TMII tersedia di bandara, terminal bus atau kapal laut, waahh... TMII semakin oke. Tugas pemerintah juga, sih, untuk mendukung TMII agar semakin menarik.

Harapan lainnya, tiap anjungan aktif menyajikan kekhasan propinsinya. Entah berupa kesenian, kuliner, pengajaran bahasa daerah, budi daya setempat, film dokumenter tentang daerah atau propinsi yang bersangkutan. Yang penting jangan sampai ada  propinsi yang sepi, sehingga membuat pelancong malas singgah.

Menjadikan kebersihan, keramahtamahan dan kemudahan palancong mengakses informasi tentang berbagai hal yang disajikan, sangat dibutuh di era digital dan internet ini. TMII harus up-date dan up-to-date. Dan tugas kita juga para pelancong untuk tertib, disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku. Ingat! TMII adalah miniatur Indonesia. Jangan sampai pelancong salah persepsi tentang Indonesia, hanya karena kebodohan semua pihak. TMII adalah sumber ide dalam perekat hubungan sesama anak bangsa.

Selamat HUT ke 40 TMII.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun