“Demi dia, tidak ada benua yang terlalu jauh untuk dijalani, tidak ada gunung yang terlalu tinggi untuk didaki, dan tidak ada samudra yang terlalu luas untuk diseberangi”
untaian kata yang dilantunkan oleh ustadz felix siauw dalam buku #udahPutusinAja ini sangat indah dan mengandung kontroversi ketika membaca lembar perlembar sampai halaman akhir. Kontroversial bagi remaja-remaja Indonesia yang berpikir masa muda itu adalah masa paling indah untuk bersenang-senang dan menikmati satu hal yang tak pernah habis dibahas umat manusia, yaitunya cinta. Demi meneguk kenikmatan cinta ini, mereka melakukan aktivitas sia-sia bernama ‘pacaran’. Suatu hubungan tak jelas antara sepasang muda-mudi yang selalu dihiasi dengan ketidakmatangan sikap, sikap-sikap yang bakal berakibat buruk bagi mereka nantinya.Mulai dari sms-an, lalu diajak jalan, waktu jalan pegang-pegangan , sampai nanti terjadi yang namanya kecelakaan paling fatal, mereka lakukan hanya demi menikmati cinta yang selalu diidam-idamkan. Di saat semuanya tak berjalan sesuai keinginan, satu kata pamugkas untuk mengakhirinya, “putus”. Tak ada luang untuk tanggung jawab, yang berarti segala kerugian yang dialami kedua belah pihak selama berhubungan, ditanggung sendiri-sendiri. “ Pacaran nggak buat kamu dewasa, tapi buat kamu beradegan dewasa “, begitulah kira-kira.
Cinta adalah pemberian Allah dan Dia menanamkan rasa cinta pada manusia sebagai bentuk rasa cinta kepada manusia itu sendiri, sehingga dapat berpikir tentang kebesaran Allah. Cinta, bagian dari naluri-naluri yang tidak dapat diindra, namun ada dan dituntut pemenuhannya. Islam tidak melarang manusia untuk jatuh cinta, namun islam mengatur agar cinta itu berjalan pada koridornya. Begitu pula keyakinan agama-agama lain, karena tidak ada cinta yang dikaruniakan untuk menyiksa melainkan untu memberi keindahan dan perlindungan. Islam mengatur agar makna cinta yang luas tidak jatuh pada potensi maksiat, tapi jatuh pada potensi taat karena cinta terlalu indah jika disempitkan dengah syahwat semata. Cinta itu bebas nilai selagi netral.
Kesucian cinta yang dapat membawa seseorang kepada mahligai kebahagiaan, ketika cinta disalahgunakan demi kesenangan diawal maka kerugian-lah yang menjadi dinding pembatas kebahagiaan atas cinta. Sebagaimana buku #udahPutusinAja ini sebelum membahas tentang cinta diatas diawali dengan sebuah e-mail yang dikirimkan oleh seorang remaja di Indonesia yang telah kehilangan kehormatanya demi menjaga hubungan cintanya dengan seorang teman lama yang menjadi pacarnya lagi ketika kuliah. Sungguh miris , di saat kita tahu hal seperti ini bukanlah sesuatu yang luar biasa lagi. Bahkan data BKKN tahun 2010 menunjukkan bahwa 51 % remaja di JABOTABEK telah hilang keperawanannya. Sementara itu, komisi Perlindungan Anak Indonesia mendapatkan hasil yang mencengangkan setelah dilakukan penelitian di 12 kota besar tahun 2007 yaitu 92% pelajar pernah kissing dan petting, 62% pernah melakukan hubungan intim, dan 22,7% siswi SMA pernah melakukan aborsi. Hal ini tidak lain diawali dengan cinta, pacaran, dan pergaulan yang tidak sesuai etika.
sebagian besar bahkan kebanyakan remaja berdalih bahwa jaman sekarang pacran itu wajar bahkan yang tidak pernah pacran disebut sebagai remaja dengan masa muda yang suram. sebagai alasan pacaran dapat memotivasi belajar, memperbaiki hidup, bahkan tahap awal mencari jodoh. Semua itu omong kosong, kala galau datang karena ada masalah dengan si dia belajar males, sholat gak khusyu’, bahkan makan pun tidak nafsu. Ketika sedang asyik pacaran, pulang malam, lupa belajar, apalagi ibadah. Inikah yang disebut motivasi? Sementara alibi bahwa pacaran untuk mencari jodoh, apakah orang pacarn itu jujur? Justru ketika di depan pacar menunjukkan kecantikan, kerajinan, kebaikan, kelembutan, indah-indah, romantis, pengorbanan, dan lain-lain. Padahal hal itu hanya sandiwara belaka dengan dalih supaya si dia semakin sayang. Toh nanti ketika kemungkinan menjadi jodohnya justru akan kelihatan buruk-nya dan akan menimbulkan tidak akur karena hanay indah diawal. Selain itu pacaran bukanlah tanda dewasa namun pacaran adalah pelampiasan cinta yang belum siap menuju kesungguhan.
seorang muslim maupun muslimah dilarang untuk pacran. jika beberapa orang yang nyeleneh mengatakan bahwa pacaran itu boleh asalkan islami. hal ini hanya alibi ,tidak ada pacaran yang islami . karena islam mengharamkan pacran. solusi bagi orang yang jatuh cinta diantaranya tentu bagi mereka yang telah siap untuk menyegerakan menikah. Karena dengan menikah segala yang haram perihal cinta menjadi halal, yang awalnya dosa menjadi buah pahala. Bagi mereka yang belum siap untuk menikah, tentu harus menjaga pandangan, menahan hawa nafsu dan mempersiapkan diri untuk siap dan pantas menikah. Karena ada syarat-syarat tertentu bagi laki-laki maupun perempuan untuk dapat menikah. Bagi laki-laki harus mampu secara agama, mampu memimpin, dan mampu menafkahi. Namun, mampu dalam hal agama inilah yang utama. Sementara itu untuk perempuan harus siapa dalam hal agama, mental, dan harus disetujui oleh wali karena pada dasarnya wali lah yang mengetahui perihal anaknya.
Begitu pula buku #UdahPutusinAja memang sejatinya lebih tepat bagi pelaku pacaran. Mengapa? Sederhana saja, karena orang yang melakukan aktivitas ini adalah orang yang belum siap untuk menikah. Logikanya, bila dia sudah siap menikah, untuk apa lagi pacaran? Begitu, kan? Ternyata apa yang kita nikmati dan pandang sebagai hal yang indah, biasa, dan umum bukan berarti halal menurut agama dan belum tentu akan mendatangkan kebahagiaan yang haqiqi. Bahkan hal yang kita anggab sepele pun perlu dilihat manfaat dan madharatnya. Kadang reaja sekarang ini menyepelekankan kata “Cuma” terhadap apa yang mereka lakukan, padahal“ cuma “ itu kata yang berbahaya. Karena semua kemaksiatan awalnya juga “ cuma “. Selingkuh itu awalnya, ya, “ cuma “ teman. Hamil itu juga awalnya “ cuma “ pegangan. Oleh sebab itu mari kita memikirkan akibat dari apa yang akan menjadi akibat dari apa yang kita kerjakan sekarang. Karena setiap sebab itu ada akibatnya, setiap input ada outputnya, setiap proses ada hasilnya dan setiap tindakan ada dampaknya.
Tentu kita ingin dampak yang baik di masa depan, maka marilah kita menjaga pandangan, menahan hawa nafsu, menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif dan memamfaat masa remaja ini untuk berkarya. Sehingga cinta yang kita punya akan tetap menjadi cinta yang suci, tercurah hanya kepada orang yang tepat, dan mendatangkan kebahagiaan di masa yang akan akan datang. kita harus percaya bahwa orang yang baik kelak akan mendapatkan pasangan yang baik begitu pula sebaliknya. maka tugas kita sekarang adalah mempersiapkan dan memantaskan diri untuk menjadi pribadi yang baik yang layak mendapatkan pasangan yang baik pula.
Rita Anggun Pertiwi
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H