Sore itu di lereng gunung nan terjal
seorang gadis yatim piatu belia berparas manja cantik jelita
Baju lusuh rambut keriting bola mata tajam
sedikit bulu mata tak begitu lentik
Mendaki menyusuri jalan setapak
akankah ia mencapai puncak gunung?
Ia berusaha sekuat tenaga diiringi doa saja.
Asa kian berontak memaksa sanubari
setapak demi setapak langkah kaki kian terseok
gadis belia mulai sadar kekuatannya kini berkurang
Maka ia singgah di bawah pohon rindang untuk sekedar menyandarkan diri tidur sejenak
serta mengumpulkan butiran impiannya yang belum teraih secara nyata.
Mencapai puncak!
Hah? Impiannya sederhana mencapai puncak gunung?
Bukan!
Ini bukan sekedar puncak gunung yang ia impikan namun proses demi proses yang ia nikmati selama pendakian.
Engkau tak akan pernah bisa merasakan karena mungkin impian dan keadaanmu berbeda dengannya
Hi .. Enyah kau!
Mengapa kau membuyarkan semua renungan dan usahaku.
Pergi jauh kau yang sudah menghancurkan impianku!
Melihat panorama disebrang bukit
gadis belia semakin yakin akan tujuannya maka ia pun tak ingin berlama~lama bercengkrama dengan penggoda
 kemudian ditinggalkan begitu saja lalu beranjak melanjutkan perjalanan yang kian nampak betapa indahnya
Ia tetap berjalan seorang diri langkahnya pelan namun pasti
Luka~luka goresan tak pernah dihiraukan karena dia yakin pada kebesaran Tuhan.
Taipei, Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H