KEGIATAN WIDYA WISATA ANAK SD KE DESA PENGRAJIN ROTAN GUNA MELESTARIKAN SENI ANYAMAN
Risyda Dzul Fadlilah1, Muhammad Nofan Zulfahmi2
221330001144@unisnu.ac.id1, nofan@unisnu.ac.id2 Â
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara, Indonesia
Kegiatan widya wisata yang dilakukan oleh anak-anak SD ke Desa Pengrajin Rotan memiliki tujuan penting dalam melestarikan seni anyaman, yang merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang unik, tetapi juga mengedukasi anak-anak tentang pentingnya melestarikan tradisi lokal. Menurut Arief dan Supriyadi (2021), keterlibatan langsung dalam kegiatan budaya seperti ini dapat meningkatkan rasa cinta anak terhadap warisan budaya yang ada di Indonesia.
Desa Pengrajin Rotan dikenal sebagai pusat pembuatan kerajinan rotan, di mana berbagai produk anyaman dihasilkan. Salah satu desa penghasil rotan di Jepara yakni desa Teluk Wetan yang terletak di Kecamatan Welahan. Mayoritas penduduk desa Teluk Wetan berprofesi sebagai pengrajin rotan, namun ada juga yang menjadi penjahit sebagai pekerjaan utama. Perekonomian di desa Teluk Wetan terbilang sudah bagus, karena ada banyak pengusaha kerajinan rotan dan banyak juga yang menjadi keryawan di pengusaha kerajinan rotan tersebut. Tetapi ada juga yang bekerja menjadi buruh pabrik di Garment. Seperti masyarakat yang baru lulus dari SMA langsung bekerja di pabrik Garmen, jadi mayoritas pengrajin di desa Teluk Wetan sudah berumur sekitar 35-55 tahun. Dalam kegiatan ini, siswa diajak untuk mengamati secara langsung proses pembuatan anyaman rotan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga teknik anyaman.
Sari dan Gunawan (2020) mengungkapkan bahwa pengalaman langsung ini memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang keterampilan dan kreativitas yang diperlukan dalam menghasilkan produk kerajinan yang berkualitas. Melalui interaksi dengan para pengrajin, anak-anak tidak hanya belajar tentang teknik anyaman, tetapi juga mengenai sejarah dan makna seni ini. Hal ini penting untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam seni anyaman. Nuryani (2019) mengemukakan bahwa pemahaman tentang budaya lokal akan memperkuat identitas budaya anak dan pentingnya melestarikannya. Pendapat ini diperkuat dengan undang-undang Pasal 28C ayat (1) UUD 1945: "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia."
Kegiatan widya wisata ini juga bertujuan untuk membangkitkan minat anak-anak terhadap seni dan kerajinan tangan. Dengan melibatkan siswa dalam praktik langsung, mereka memiliki kesempatan untuk mencoba teknik-teknik anyaman yang telah diajarkan oleh para pengrajin. Aktivitas ini membantu meningkatkan keterampilan motorik halus dan kreativitas anak-anak, seperti yang diungkapkan oleh Fatmawati (2020), bahwa pengalaman praktis dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovasi.
Teori belajar kontruktivisme menurut Piaget mengandung beberapa kegiatan di antaranya, mengandung pengalaman nyata, adanya interaksi sosial, dan terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Mulyadi dan Risminawati, 2012:27 dalam (Rahim & Syamsul Alam, 2023)). Berkenaan dengan mendukung terlaksananya kegiatan konstruktivisme sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Piaget, maka pembelajaran konstuktivisme berbasis Widya Wisata di rasa tepat untuk di terapkan. Pembelajaran yang bermakna merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai tujuan dari pendidikan.
Kegiatan ini dalam konteks pendidikan dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang lebih luas mengenai seni dan budaya lokal. Menurut Rahmawati (2022), pengalaman belajar di luar kelas seperti ini sangat berharga untuk membangun karakter dan rasa cinta tanah air pada siswa. Dengan menggabungkan pembelajaran teori dan praktik, siswa dapat lebih memahami dan menghargai seni anyaman rotan. Selain aspek pendidikan, kegiatan ini juga memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Peningkatan minat terhadap produk kerajinan rotan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Nursalim (2021) mencatat bahwa dengan meningkatkan permintaan produk lokal, pengrajin rotan dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik, sehingga mendukung keberlangsungan usaha mereka.
Penting untuk melibatkan orang tua dan komunitas dalam kegiatan widya wisata ini. Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pengrajin dapat menciptakan sinergi yang positif untuk melestarikan seni anyaman. Menurut Prasetyo (2021), dukungan dari orang tua dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan budaya dan pendidikan. Keberlanjutan kegiatan ini dapat diperoleh melalui program rutin yang melibatkan pengrajin dalam kegiatan pembelajaran. Sekolah dapat menjadwalkan kegiatan workshop atau pelatihan yang melibatkan pengrajin lokal, seperti yang diusulkan oleh Amalia (2020). Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar dari kunjungan satu kali, tetapi mendapatkan pembelajaran yang berkelanjutan dan mendalam.
Kegiatan widya wisata ini juga berpotensi meningkatkan kesadaran lingkungan anak-anak. Dengan melihat bagaimana bahan baku rotan diambil dan diproses, anak-anak dapat memahami pentingnya menjaga kelestarian alam. Menurut Zainuddin (2019), kesadaran lingkungan yang tinggi akan mendorong generasi muda untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar mereka. Secara keseluruhan, kegiatan widya wisata ke Desa Pengrajin Rotan merupakan langkah strategis dalam melestarikan seni anyaman serta membangun generasi yang lebih menghargai budaya lokal. Dengan memadukan aspek pendidikan, ekonomi, dan lingkungan, diharapkan kegiatan ini dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi anak-anak dan masyarakat. Investasi dalam kegiatan ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik, di mana seni dan tradisi akan terus hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, S. (2020). Workshop Kerajinan Sebagai Sarana Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Seni Budaya, 4(2), 65-74.