Mohon tunggu...
Risyad Tabattala
Risyad Tabattala Mohon Tunggu... -

• 23 Tahun • Budak Korporat • Pemberhala Musik • Penyembah Sepakbola • Menulis Pada Akhir Pekan • Carpe Diem •

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Album Review: Detourn - The SIGIT

23 April 2013   15:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13667050182103271536

*Versi asli dari tulisan ini sudah terlebih dahulu dimuat di Deathrockstar.info, minggu lalu. Barisan riff repetitif pencuci otak, refrain melengking pemantik koor massal, hingga balada picisan pengiris hati, adalah tiga hal yang sebenarnya bisa dengan mudah kita temukan pada rilisan-rilisan The SIGIT yang terdahulu. Sekilas memang seperti tak ada hal baru yang ditawarkan oleh Detourn. Untungnya, empat pemuda dalam tubuh The SIGIT tahu persis bahwa tujuh tahun – terhitung sejak tahun dirilisnya Visible Idea of Perfection – adalah durasi waktu yang terlalu lama untuk dihabiskan demi sebuah album yang sia-sia. Dan memang, di balik formula yang sebenarnya tidak jauh berbeda, Detourn tetap saja menyimpan sejumlah kejutan pada momen-momen yang tak terduga. Langsung tancap gas sejak awal, Detourn dibuka dengan “Detourne” yang meminjam nuansa agung nan angker ala gereja setan lewat sempalan bunyi (sepertinya, sih) organ di bagian awal lagu ini. Munculnya tiupan saxophone pada pertengahan lagu, adalah kejutan menyenangkan yang seketika menyeret lagu ini, dari yang awalnya garang, ke dalam wujud yang lebih sensual. Lagu kedua, “Let The Right One In” terdengar bagai serpihan materi sisa dari era Visible Idea of Perfection. Singkat kata: The SIGIT rasa lama. Dipilihnya lagu ini sebagai single perdana, sepertinya memang sengaja diset sebagai jembatan sebum jidat fans mengkerut saat mendengar sajian eksplorasi yang terbentang di lagu-lagu berikutnya. Jika Visible Idea of Perfection punya “Nowhere End” atau “All The Time” sebagai tempat rehat sekaligus penggelitik sisi melankolis anda, maka Detourn punya “Owl and Wolf” dan “Ring of Fire”. “Owl and Wolf” – meski durasinya terasa terlalu panjang hingga agak membosankan – adalah tipikal lagu syahdu yang bisa membuat para manusia tanpa pasangan gigit jari. Sedangkan “Ring of Fire” seolah seperti ekstraksi dari hasil perenungan melelahkan tentang nasib sial negeri yang sepertinya tak henti dihujam bencana ini. Sementara itu, “Tired Eyes” dan “Conundrum” adalah dua yang akan saya ajukan jika ada yang bertanya tentang lagu mana yang paling mencuri perhatian saya. Dimulai dengan vokal Rekti dalam format backmasked, “Tired Eyes” punya refrain yang cocok digunakan untuk berjoget ditengah lautan manusia yang tengah berheadbang. Dua menit terakhir saat “Tired Eyes” dibabat habis dari tengah hingga akhir, adalah dua menit terbaik yang bisa anda dapatkan dari album ini. Jika telinga anda butuh ejakulasi, saran saya, lakukan di dua menit ini. Sedangkan “Conundrum”, adalah bayaran lunas jika sepuluh lagu sebelumnya belum juga mampu memenuhi birahi musikal anda. Seolah datang dari beberapa bagian lagu berbeda lalu dirangkai menjadi sebuah lagu yang sama sekali baru, sulit untuk tidak menyebut “Conundrum” sebagai nomor paling segar sekaligus yang terbaik di album ini. Kecuali jika anda memang tak punya hati, nyaris mustahil untuk tidak terenyuh saat Rekti meratap,“How could you say you paid attention..Yet keeping same mistake..” Sadis. Jika komposisi musik yang catchy nan gurih di telinga serta eksplorasi musikal yang liar adalah dua kutub yang saling bermusuhan, maka Detourn adalah bentuk kompromi yang berdiri tepat diantara keduanya. Sebuah keputusan yang meski sangat bijaksana, namun juga berpotensi menimbulkan rasa kecewa bagi sebagian fans yang berharap band idola mereka itu punya kejelasan lebih dalam mengambil posisi. Tapi toh, pada akhirnya memang tak ada gading yang tak retak. Bahkan untuk gading yang bersepuh emas sekalipun. Detourn, adalah gading bersepuh emas yang saya maksud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun