Mohon tunggu...
Risyad Sholeh
Risyad Sholeh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Pariwisata UGM

Mahasiswa S1 Pariwisata UGM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menengok Eksistensi Ketandan di Tengah Kepopuleran Malioboro

22 Maret 2020   08:35 Diperbarui: 22 Maret 2020   08:45 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda pernah mengunjungi Malioboro, pasti Anda sudah tidak asing dengan Ketandan. Kawasan pecinan di D.I. Yogyakarta sudah ada sejak abad ke-19. Ketandan terbentuk atas izin Sri Sultan Hamengku Buwono VII kepada orang Tionghoa untuk mendirikan permukiman di kawasan Ketandan. Ekonomi masyarakat Tionghoa yang berdagang di kawasan Malioboro sangat meningkat pesat pada saat itu, hal ini juga menjadi alasan kenapa permukiman Ketandan terbentuk.

Sebagai kawasan Pecinan, tentunya Ketandan memiliki ciri khas yang unik. Gaya arsitektur yang dibangun tidak jauh berbeda dengan Pecinan yang tersebar di seluruh dunia. Penggunaan warna merah dan kuning yang mendominasi merupakan ciri utama bangunan-bangunan yang ada di Ketandan.

Selain bangunan, ciri khas yang dimiliki oleh kawasan Pecinan yaitu mata pencaharian penduduknya. Orang Tionghoa dikenal sebagai pedagang yang ulet dan tekun. Mereka menyebar ke seluruh dunia untuk berdagang. Mayoritas masyarakat Ketandan berdagang dibidang tekstil, kuliner, dan perhiasan.

Pada beberapa tahun terakhir ini, terjadi perubahan yang sangat mendasar di Ketandan. Perubahan mendasar tersebut yaitu pembongkaran bangunan lama kemudian diganti dengan bangunan baru, perubahan arsitektur dari bangunan lama, dan penambahan bangunan-bangunan baru untuk dijadikan sebagai kawasan ekonomi.

Perubahan ini tentunya sangat berpengaruh dengan keunikan Ketandan yang membedakannya dengan kawasan ekonomi biasa lainnya di Indonesia. Perubahan yang massive dan cepat tentunya akan sangat berbahaya bagi kelestarian seni bangunan Ketandan apabila tidak ditangani secara serius.

Perubahan tersebut juga merupakan dampak dari revitalisasi Malioboro yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pengembalian fungsi semula Malioboro mengharuskan pedagang yang berada di sepinggir jalan Malioboro memindahkan lapak dagangannya. Kebijakan tersebut secara tidak langsung mengubah tatanan bangunan di kawasan Ketandan. Hal ini dapat terjadi karena bangunan lama yang sudah ada harus diubah untuk dijadikan shop houses atau ruko.

Dewasa ini, kawasan Ketandan kurang diminati. Wisatawan yang datang ke Jogja hanya sekedar tahu saja. Gapura Ketandan hanya untuk difoto tanpa melirik sejarah kampungnya. Setidaknya, terdapat wisatawan yang memasuki Ketandan walaupun hanya untuk parkir di Ramayana.

Ada satu hal yang membuat Ketandan ramai setiap tahunnya. Hal tersebut adalah festival Tahun Baru Tiongkok yang diadakan setiap Imlek menjelang. Setiap sudut jalan di kampung Ketandan dipenuhi oleh kios makanan yang menjual berbagai makanan khas Tionghoa. Selain itu, ada juga festival penampilan berbagai kesenian Tionghoa yang diadakan di sepanjang Jalan Malioboro.

Guna menjaga keeksitensian Ketandan di tengah keramaian Malioboro, penulis menyarankan pembangunan di kawasan Ketandan harus diatur dan diawasi oleh pemerintah daerah. Aturan-aturan khusus untuk membangun kawasan Ketandan harus dikeluarkan demi menjaga keaslian bangunannya dan nilai-nilai budaya Tionghoa. Terbitnya aturan otomatis berlaku sanksi kepada para pelaku. Selain itu, insentif juga harus diberikan untuk memudahkan para pelaku menaati peraturan yang ada.

Sumber: Handayani, Titi. 2011. Identifikasi Karakteristik Facade Bangunan untuk Pelestarian Kawasan Pusaka di Ketandan, Yogyakarta. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, volume 9, nomor 1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun