Sudah terbayangkan bahwa di setiap aktifitas kehidupan sosial, ekonomi politik, uang menjadi prasyarat baku agar kelancaran proses sosial. Tak pernah di duga bahwa secara modernis uang adalah bukan lagi menjadi sebuah alat tukar menukar dengan batas nominal harga. Banyak kalimat yang hidup di masyarakat, bahwa yang kaya adalah yang berkuasa, yang miskin teraniaya, yang kaya membeli kuasa, yang miskin gigit jari, dan itu semua terukur dari nominal uang yang dimiliki.
Argumen di atas sedikit mengantarkan penulis ke dalam jaringan berfikir mengenai bagaimana uang itu sangat berperan penting dalam dunia politik untuk memperoleh kekuasaan. Politik dan uang adalah dua hal yang sangat dekat dan tidak dapat dipisahkan. Uang dalam dunia politik sangat diperlukan sebagai sumber daya, atau modal untuk mempersiapkan teknis pemilihan pemimpin, hingga pelaksanaan teknis pemilihannya.
Terbitnya regulasi baru mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 telah memberikan angin segar dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2017 di beberapa daerah di Indonesia. Dalam kaitan dengan tulisan ini, Undang - Undang No. 10 Tahun 2016 pasal 73 ayat (1) menjelaskan bahwa
“Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih”.
Pada pasal tersebut juga ada penjelasan yaitu, di angka 28 pasal 73 ayat (1) sebagai berikut:
“Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.”
Hal ini tentu disadari bahwa pemberian uang kepada pemilih telah mendapatkan pengakuan khusus oleh legislatif. Persetujuan tersebut masuk dalam pemberian uang dan materi lainnya kepada pemilih dipertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog yang ada pada tahapan kampanye. Hal – hal tersebut tidak lagi menjadi larangan kepada peserta pemilihan di Pilkada mendatang, namun teknis pemberian uang tersebut harus sesegera mungkin di atur lebih spesifik dengan batasan tertentu dalam peraturan KPU, dan sisi pengawasannya pada peraturan Bawaslu.
Hal ini dikarekanan, jika tidak ada pembatas nominal yang diberikan atau standar, dan teknis pengawasannya, maka akan berdampak pada munculnya fenomena serta modus pelanggaran baru yang berdasarkan pada money politics yang kabur pendefinisian dan batasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H